Menelisik Racikan The Jansen di Album ‘Banal Semakin Binal’

Menelisik Racikan The Jansen di Album ‘Banal Semakin Binal’

Sumber Foto : Diambil dari cover album 'Banal Semakin Binal' milik The Jansen

Sekali lagi, The Jansen sanggup tampil konsisten dengan kualitasnya dalam meracik komposisi lagu, dan juga mampu menyulap nuansa ke-retro-an menjadi kekinian

Semangat yang dipancarkan oleh para muda-mudi memang sedang dalam fase menggebu-gebu. Semua geliat itu semakin terlihat ketika kini banyak pemuda-pemudi yang bermain musik dengan kualitas di atas rata-rata, dan salah satunya adalah The Jansen. Band asal Kota Hujan ini terbentuk pada tahun 2015 dengan mengusung gaya musik Punk yang digawangi oleh Cintarama Bani Satria (vokal/gitar), Adji Pamungkas (bass) dan Aduy (drum). Baru-baru ini mereka baru saja merilis sebuah album dengan titel Banal Semakin Binal, yang dengan cepat menarik perhatian saya.

Muncul menggebrak skena musik Indonesia, album tersebut berisikan selusin lagu dengan komposisi musik ala-ala band punk era 70-an. Sebut saja nuansa Ramones dan Buzzcock langsung nempel ketika saya mendengarkan keseluruhan lagu di album ini. Langkah brilian dari The Jansen ketika memilih diksi-diksi ‘jadul’ dalam pemilihan judul lagu seperti “Dua Bilah Mata Pedang”, “Kau Pemeran Utama Di Sebuah Opera”, “Ku Bukan Mesin Lotremu”, “Mereguk Anti Depresan Lagi” atau penamaan album, Banal Semakin Binal, dan juga dalam setiap liriknya mampu menjadi ciri khas tersendiri bagi The Jansen.

Dari semua lagu dalam album tersebut, “Kau Pemeran Utama Di Sebuah Opera” memang menjadi pilihan saya dan secara instan menancap di kepala. Penggunaan variasi tiga chotd pada gitar dengan fx yang pas, vokal lepas tanpa kompromi, juga lirik yang tidak belibet, menjadikan lagu tersebut terasa sederhana namun membekas rapi diingatan, dan di situlah kualitas The Jansen semakin terlihat dalam meramu sebuah lagu.

Lalu apa kabar dengan lagu-lagu lainnya? Tentu saja tetap nikmat didengarkan sebagai pemacu semangat ditengah kesibukan beraktivitas. Contohnya lagu “Sore Di Kebun Raya” yang dikemas rapi dalam balutan distorsi yang tidak berlebihan, gebukan drum yang tidak muluk-muluk, dan juga suara bass yang catchy. Atau alunan lagu “Mereguk Anti Depresan Lagi” yang tampil dengan tempo sedikit melambat sangat pas didengarkan ketika santai. Dan perlu saya akui juga bahwa semua lagu-lagu dalam album ini memiiki warna yang unik, dan mampu tampil mentereng di tengah gempuran musik modern.

Sekali lagi, The Jansen sanggup tampil konsisten dengan kualitasnya dalam meracik komposisi lagu, dan juga mampu menyulap nuansa ke-retro-an menjadi kekinian. Hal itu terlihat dari respon para penikmat musik – seperti saya dan juga semakin bermunculannya fans garis keras band ini – yang langsung terpincut ketika mendengarkan lagu-lagu dari The Jansen. Semangat muda yang membara ini semoga bisa memecut band-band lainnya dalam menciptakan karya.

BACA JUGA - Song Review : Natasha Udu – “Mamoney”

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner