Masa Depan Konser Musik di Masa

Masa Depan Konser Musik di Masa "New Normal"

Sudah hampir empat bulan berlalu semenjak krisis global pandemi Covid-19 menghantam semua sektor industri yang ada di Indonesia. Berbagai kebijakan dan peraturan pemerintah dikeluarkan untuk mencegah dan menekan penyebaran virus Corona. Inti dari semua peraturan itu adalah membatasi mobilitas dan perjumpaan antar individu di tempat publik.

Salah satu yang mendapatkan pukulan telak adalah industri musik dan pertunjukan. Pertunjukan musik dianggap menjadi sebuah aktivitas yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan publik, sehingga dampaknya semua izin pertunjukan musik dibatalkan. Menurut data hasil pantauan dari Koalisi Seni Indonesia menyebutkan bahwa pada bulan Maret 2020, terdapat sekitar 40 konser, tur, serta festival musik yang dibatalkan atau ditunda. Jika kita rata-ratakan dalam satu bulan terdapat 20 konser yang dibatalkan, maka terhitung mulai dari bulan Maret hingga Juli 2020 mungkin sudah terdapat 100 agenda konser yang dibatalkan. Jika kita coba kalkulasi dalam sebuah acara musik ada 100 orang tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi, maka bisa kita perkirakan ada 10.000 orang yang kehilangan pendapatan akibat pembatalan izin untuk mencegah penyebaran dan penularan Covid-19.

Walaupun dilanda badai krisis, tidak lantas membuat musisi dan promotor menjadi kehilangan akal. Di masa pembatasan sosial berskala besar, di mana orang-orang terpaksa harus diam di rumah dan membatasi aktivitas di luar rumah, maka peluang yang dapat diraih dan dimanfaatkan adalah melalui media digital dan virtual sebagai salah satu media untuk mencari hiburan.

Menurut data Digital Report 2020 dari Hootsuite, sebuah platform manajemen media sosial menyatakan jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat sekitar 17%. Konsumsi internet pun meningkat selama pandemi ini, jika melihat dari data beberapa penyedia layanan telekomunikasi. Dari jumlah 175,4 juta pengguna internet di Indonesia, terdapat lebih dari 80% yang melakukan streaming musik, dan 99% yang menonton konten video online. Berdasarkan data tersebut, pemanfaatan dan pemaksimalan platform digital oleh para musisi intensitasnya semakin meningkat.

Pandemi ini memang telah mampu merubah wajah dunia industri musik dalam waktu yang sangat singkat dan memberikan dampak ekonomi yang berat bagi para pelakunya. Namun, para musisi dan promotor semakin tertantang untuk mampu beradaptasi dan lebih kreatif menciptakan berbagai inovasi dalam situasi krisis tersebut. Menurut hasil riset World Economic Forum, industri musik global memiliki dua jalur keuntungan utama. Pertama, melalui pertunjukan secara langsung atau konser yang menghasilkan 50% dari total keuntungan dan berasal dari fee manggung dan jumlah tiket yang terjual melalui jasa promotor pertunjukan. Pemasukan yang kedua dari produk rekaman seperti CD, kaset, piringan hitam maupun merchandise. Termasuk pendapatan dari streaming, digital download, dan pendapatan dari lisensi royalti musik untuk games, TV, dan iklan.

Lalu, pertanyaannya adalah bisakah kita mengembalikan pendapatan band atau musisi yang tercatat dalam persentase senilai 50% dari total pendapatan melalui pertunjukan konser atau offline di masa new normal? Walaupun aturan sekarang sudah mulai "dilonggarkan" dengan memperbolehkan band atau musisi untuk tampil secara langsung, namun hanya boleh disaksikan secara virtual melalui berbagai platform digital, seperti YouTube, Facebook dan Instagram.

View Comments (1)

Comments (1)

  • Donny1406
    Donny1406
    19 Jul 2020
    Nelangsa juga baca artikel ini.. Emg kyknya g ada cerah2nya buat konser musik y.. Bhkan smpe skg g brani nontn konser virtual krn tkut perasaan singing from the lungs, kringet an, ngantri tiket, deg2an gimmick apa yg bkal dikeluarin.. Itu bkal bkin gmn gitu.. Hehe..
You must be logged in to comment.
Load More

spinner