Lima Komentar yang Paling Sering Ditemui di Youtube

Lima Komentar yang Paling Sering Ditemui di Youtube

DCDC menuliskan lima komentar yang paling sering ditemukan di Youtube. Komentar apa saja? simak daftarnya berikut ini.

Netizen. Begitu mereka biasa disebut, salah satunya mungkin saya, kamu, kita, yang berselancar di dunia maya, lalu menemukan hal yang kita suka, atau mungkin sebaliknya, biasanya secara otomatis jari (khususnya jempol) tergerak menuliskan sesuatu, baik itu pujian, atau tidak jarang juga cacian. Misalnya saja sebuah lagu atau video musik. Banyak netizen merasa tahu banyak akan musik yang mereka dengar, dan akhirnya mereka nilai. Yang pernah bersekolah musik selama bertahun-tahun atau mungkin belasan tahun seakan tidak ada artinya, ketika satu dua orang netizen yang kebetulan bersinggungan dengan hal itu lalu mengomentari (bahkan menganalisa) berdasar kepekaan yang dia punya. Biasanya mereka selalu subjektif, atau yang bahkan lebih dari itu, mengomentari satu hal yang justru tidak ada hubungannya dengan musiknya itu sendiri.

Ketika sebuah karya (atau dalam hal ini dikerucutkan lagi pada lagu) dilempar kepada khalayak luas, maka mau tidak mau lagu tersebut menjadi milik publik. Cara mengapresiasi setiap orang yang kebetulan punya waktu dan energi mendengarkan lagu tersebut tentunya berbeda-beda juga. Lucunya, dibalik semua analisa serta caci maki sanjung puja puji netizen lewat jempolnya, ada beberapa komentar yang cukup sering dituliskan, khususnya di kolom komentar Youtube. DCDC menuliskan lima komentar yang paling sering ditemukan di Youtube. Komentar apa saja? simak daftarnya berikut ini

“Yang nonton April 2019, mana suaranya?” Atau “Siapa yang masih dengerin lagu ini tahun 2019?”

Tanggal, bulan, dan tahun tentunya menyesuaikan. Namun komentar seperti ini sering ditemui di kolom komentar Youtube yang merespon sebuah video musik (atau video lirik). Biasanya komentar seperti ini ditemukan untuk lagu-lagu yang terbilang lawas, misalnya saja, video musik Dewa 19 yang dirilis pada era 90an atau tahun 2000an awal. Ketika ternyata masih banyak orang yang menyukai lagu tersebut, belasan tahun sejak dirilis untuk pertama kali, munculah komentar-komentar tersebut. Seakan lagu tersebut punya daya magis tersendiri, hingga meski dirilis belasan tahun yang lalu misalnya, namun masih terasa relevan ketika didengarkan sekarang.

“Apa cuma gue?”

Masih sejalan dengan tipikal komentar di atas, beberapa netizen yang berkomentar “Apa Cuma gue?” juga cukup sering ditemukan. Biasanya kalimat itu diteruskan dengan padanan kalimat lain yang beragam, misalnya “apa cuma gue yang ngerasa Ahmad Dhani bagusan gondrong ketimbang botak?”, “apa cuma gue yang ngerasa musik zaman dulu lebih enak didengerin?” misalnya. Terkesan cari perhatian memang. Si netizen ini seakan sedang mencari teman yang sejalan dengan apa yang dia pikirkan. Biasanya ada tambahan kalimat berikutnya, “yang setuju sama gue like ya”. Sungguh ku ingin menjawab “iya cuma lo doang sama keluarga lo”.

“Maaf sekedar mengingatkan”

Khusus untuk komentar yang satu ini biasanya tidak hanya ada di kolom komentar Youtube saja, tapi juga sering ditemui di kolom komentar instagram, khususnya selebritis. Biasanya konteks komentar seperti ini tidak nyambung dengan kontennya. Netizen seperti ini biasanya hanya melempar opini pribadinya, yang sedang menghakimi tapi tidak ingin dinilai menghakimi. Misalnya saja, “lagunya bagus, tapi sayang pakaiannya terlalu terbuka. Maaf sekedar mengingatkan”.

“First”

Jika ada yang masih ingat dengan Kaskus, rasanya tidak asing dengan kalimat “Pertamax gan”, untuk menunjukan dia menjadi orang pertama yang membaca/komentar di unggahan Kaskus tersebut. Senada dengan itu, “first” jadi komentar yang juga cukup sering ditemui di kanal Youtube. Sama seperti halnya di Kaskus, komentar netizen di kanal Youtube ini juga punya indikasi sama, dimana si netizen ini ingin menyampaikan jika dia menjadi orang pertama yang merespon unggahan tersebut. Cukup tidak penting sebenarnya. Kecuali jika ada kesepakatan dari awal jika yang komentar pertama akan mendapatkan hadiah. Baru kata “first” ini menjadi penting.

“Kelakuan masyarakat di negara berflower bernomor +62”

Komentar seperti ini biasanya tidak hanya spesifik terdapat di beberapa unggahan yang menampilkan video musik atau video lirik, tapi secara umum banyak juga ditemui di banyak video (yang mengarah ke video lucu atau iseng). Komentar semacam ini jadi respon netizen untuk netizen lainnya yang dirasa kurang etis dalam berkomentar atau berpendapat. Saking seringnya netizen di Indonesia yang secara etika dan argumennya sering tanpa didasari riset yang benar, maka dipilihlah kalimat “Kelakuan masyarakat di negara berflower bernomor +62” tersebut, yang mana +62 sendiri merupakan kode telephone untuk negara Indonesia, dan berflower maksudnya berkembang. Flower = Kembang. Maksa? Iya memang. Mungkin kalimat ini bisa dipakai untuk merespon komentar-komentar tipikal di Youtube, seperti yang disebutkan di atas. Misalnya saja ketika ada netizen yang menghakimi seorang penyanyi dengan dalih “maaf sekedar mengingatkan”, maka rasanya pas jika direspon dengan kalimat “dasar kelakuan masyarakat di negara berflower bernomor +62”.

Lima komentar di atas paling banyak ditemui di kolom komentar Youtube menurut DCDC. Kalau coklatfriends ada yang mau nambahin, tulis di kolom komentar ya. 

BACA JUGA - Merayakan Hari Puisi Sedunia Bersama Bung Fiersa

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner