Lebih Dari Kata Anjay, Para Musisi Ini Lontarkan Makian Dalam Lagunya

Lebih Dari Kata Anjay, Para Musisi Ini Lontarkan Makian Dalam Lagunya

Diantara setumpuk lagu penyampai pesan bujuk rayu bagi yang terkasih, banyak juga hadir lagu-lagu berisikan pesan kemarahan, makian, yang banyak diantaranya memakai diksi lebih vulgar dari kata ‘Anjay’.

“Lidah kian berlari tanpa henti, Tanpa disadari tak ada arti, Bahasamu bahas bahasanya, Lihat kau bicara dengan siapa” – Barasuara

Entah lirik lagu Barasuara tersebut ada kolerasinya atau tidak, tapi yang menjadi menarik disini adalah tentang tata bahasa dan norma yang coba diketengahkan oleh seseorang (yang entahlah gausah dibahas juga siapa) mengenai kata ‘Anjay’. Kata tersebut kemudian menjadi kontroversi, ada yang pro dan ada juga yang kontra, namun tidak sedikit juga yang tidak peduli. Banyak yang beranggapan jika perkara tata bahasa, norma, moral, dan hal-hal lainnya merupakan ranah pribadi. Kalau kata Iwan Fals sih “masalah moral, masalah akhlak biar kami urus sendiri. urus saja moralmu, urus saja akhlakmu”, ujarnya dalam lagu “Manusia Setengah Dewa”.

Namun perkara tata bahasa, hal tersebut kemudian berbanding lurus pula dengan musik, di mana banyak musisi yang menjadikannya sebagai penguat pesan dari lagu yang ditulisnya. Diantara setumpuk lagu penyampai pesan bujuk rayu bagi yang terkasih, banyak juga hadir lagu-lagu berisikan pesan kemarahan, makian, yang banyak diantaranya lahir dari perasaan marah karena banyaknya ketimpangan, dari mulai isu sosial hingga isu ‘penting’ lainnya yang menarik disoroti.

Tengok lirik lagu berjudul “Barisan Nisan” dari Homicide ini, “yang rapi berdasi menopengi mutilasi pembebasan dengan sengkarut argumen basi tentang bagaimana menyamankan posisi pembiasaan diri di hadapan seonggok tinja para sosok pembaharu dunia bernama pasar bebas”. Ada kata ‘mutilasi’ dan ‘seonggok tinja’ disana. Tentu bukan pilihan diksi yang bisa ditemui di banyak lagu-lagu arus utama, di mana lirik rindu setengah mati terdengar lebih menjual sebagai sebuah amunisi.

Tapi Homicide marah di lagu tersebut. Seperti halnya lagu-lagu mereka lainnya yang kerap mengetengahkan kritik dan kemarahan, maka perkara tata bahasa tentu menjadi berbanding lurus dengan pilihan diksinya yang harus diakui lebih vulgar dari kata Anjay. Lantas apakah mereka harus menarik kembali lirik yang kadung ditulis tersebut? Tentu saja tidak, karena selain konyol, rasanya sulit membayangkan Morgue Vanguard merapal rima dengan pilihan diksi yang lebih ‘sopan’ dalam lagunya, yang bahkan kata Anjay pun masih terlalu sopan bagi kolektif ini.

Atau coba tengok lirik dari band Forgotten berikut ini, “Nyatakan cinta dengan pembakaran. Anjing setan babi edan, makan terus sampai kau kenyang”. Bahkan di lagu berjudul “Aku Jatuh Cinta” sekalipun Forgotten masih sempat melontarkan makian lewat kata “Anjing” dan “Babi”. Sebuah combo yang jauh berada di level kata Anjay, yang sepintas terbaca Alay. Persis seperti orang yang mengangkat ini ke permukaan dan menjadi polemik.

Baik Homicide atau pun Forgotten, mereka marah pada sesuatu yang bertentangan dengan nuraninya, dan kemarahan ini akan jadi menggelikan jika dilontarkan dengan pilihan diksi yang ‘sopan’, andai kita harus tunduk pada aturan pelarangan kata Anjay dan teman-temannya. “kumaha aing weh anjing. Lagu lagu aing” (tanyakan orang sunda untuk mengetahui artinya). Mungkin kalimat itu akan terlontar andai kata memang benar ada anjuran untuk memakai tata bahasa yang ‘baik’ dan ‘benar’.

Balik lagi pada lirik Barasuara, “Bahasamu bahas bahasanya, Lihat kau bicara dengan siapa”, kutipan lirik ini menjadi relevan dengan menggaris bawahi kalimat “Lihat kau bicara dengan siapa”. Tentu dengan orang tua misalnya, kita tidak akan melontarkan kalimat “anjing gua minta uang njing” kala kita hendak meminta uang sama orang tua. Cukup saja pilih kalimat “ma minta uang. Tidak ada. Ah alasan. Terima kasih” (cari video audisi salah satu biskuit, untuk bisa mengerti jokes ini-red). Dan Sebaliknya, ketika kita meneriaki seorang maling, apakah kita akan menggunakan diksi yang ‘sopan’ dan ‘enak’ terdengar? Tentu saja tidak, karena kata ‘bangsat’ dan ‘anjing’ mungkin akan lebih tepat untuk dilontarkan pada seorang maling. Apalagi kalo orang ini maling uang negara (anjaay sedaap).

Membayangkan aturan tentang tata bahasa benar-benar diterapkan, akan ada berapa ribu orang Bandung yang masuk penjara, mengingat kata ‘anjing’ kerap digunakan sebagai kata ganti koma dalam tata bahasa sehari-harinya. Jadi sudahlah, anda bukan pakar bahasa Indonesia layaknya Jusuf Sjarif Badudu. Kalaupun mau mengomentari, sorotilah orang-orang yang berbicara seperi ini, “capa neh kalo leh tau”. Kalau itu, jujur saya juga kesel.

BACA JUGA - Beda Gaya Musisi Menulis, Beda Gaya Musisi ‘Berpuisi’

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner