Lagu Cinta Melankolis yang (Pernah) Berbahaya

Lagu Cinta Melankolis yang (Pernah) Berbahaya

Seketika, peta tren musik Indonesia saat itu berubah, yang awalnya didominasi oleh musik rock dan new wave berubah haluan menjadi ‘pop melankolis’. Pencipta lagu seperti Obbie Mesakh, Pance Pondaag dan Rinto Harahap kebanjiran order dari para produser yang mencoba memanfaatkan momentum. Banyak penyanyi baru yang mendulang sukses gara-gara ikut tren menyanyikan lagu-lagu pop melankolis.

Ternyata, selera pasar bertentangan dengan selera pemerintah. Melalui lembaga Kementerian Penerangan—saat itu yang menjadi corong pemerintah—dengan tegas melarang pemutaran lagu-lagu sejenis itu, di radio maupun TV. Harmoko, yang saat itu menjabat Menteri Penerangan memberikan alasan, karena “Lagu penuh ratapan dan patah semangat, musik berselera rendah, lagu kelas krupuk dan cengeng seperti itu harus dihentikan penayangannya. Dalam keadaan patah semangat dan cengeng, sulit mengajak orang untuk bekerja keras, lagu yang melemahkan sekaligus mematahkan semangat, tidak berjiwa pembangunan dan bertentangan dengan semangat orde baru yang sedang giat membangun untuk menyambut era lepas landas,” kata Pak Menteri kala itu pada ulang tahun TVRI yang membuat industri lagu pop Indonesia mengalami keguncangan. Banyak penyanyi yang dicekal tidak boleh tampil, produk rekaman tidak laku, pencipta lagu yang kehilangan mata pencaharian dan stasiun radio yang kehilangan pendengar.

Di masa orde baru berkuasa, segala aspek sosial dan budaya harus punya nafas yang sejalan dengan program pembangunan yang tengah dijalankan. Apabila ada yang dinilai melenceng dari jalur, maka dengan mudah pemerintah akan memaksa untuk dikembalikan ke jalur yang diinginkan pemerintah. Jika membandel, akan dituduh sebagai gerakan yang akan mendongkel kekuasaan dan dianggap membahayakan keamanan negara. Begitupun nasib dari lagu-lagu pop melankolis kala itu. Padahal, jika kita baca liriknya sama sekali tidak ada upaya ajakan kepada para pendengarnya untuk memusuhi program-program pembangunan yang tengah gencar digembar-gemborkan pemerintah.     

Mungkin, pemerintah orba sadar dengan daya persuasif yang terkandung dalam lagu-lagu tersebut. Daya itu bisa saja menggiring alam bawah sadar masyarakat secara massal hingga akhirnya mereka menjadi pemalas, apatis dan lebih suka meratapi nasib. Entahlah. Sampai saat ini saya masih belum bisa menemukan korelasi antara etos kerja, lagu pop melankolis dan strategi pembangunan nasional. Akankah masa itu terulang kembali? Tidak ada yang tidak mungkin di negara ini.

Bersiaplah di bulan Februari ini!

BACA JUGA - Ketika Keadaan Memburuk, Musik Justru Membaik

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner