Konsistensi Bubun ‘Turtles Jr’ Pada Tiga Dekade Lebih Sebagai ‘Anak Punk’

Konsistensi Bubun ‘Turtles Jr’ Pada Tiga Dekade Lebih Sebagai ‘Anak Punk’

Sosok tinggi kurus ini seakan masih menyimpan romantisme yang dia rasa kala lagu “Kuya Ngora” berkumandang dengan kerasnya di tengah kerumunan penonton di GOR Saparua

Ada dalam waktu luang ditengah rutinitas membosankan setiap harinya. Dengan koneksi internet yang untungnya bersahabat dengan keinginan berselancar di kanal Youtube, untuk sekedar menghibur diri dengan beberapa video klip dari band-band keren, hasil rekomendasi para ‘hipster’ dengan aksi #nowplaying-nya itu. Tapi toh musik yang menurut mereka bagus, nyatanya tak selalu bisa menghibur  untuk menghabiskan waktu luang ini.

Lalu secara random saya mengetik nama Turtles Jr dengan lagu hits pada zamannya itu, berjudul “Kuya Ngora” pada kolom pencarian. Sebuah band punk yang saya dengarkan pada zaman saya masih duduk di bangku SMP, ketika baru mulai menyukai musik. Secara musikalitas Mungkin Turtles Jr bukanlah band dengan skill bermusik bak dewa, namun grup ini mengingatkan saya dengan kebiasaan menirukan mereka, dengan raket bulu tangkis saya waktu dulu, yang seolah-olah raket itu adalah gitar. Sampai pada akhirnya saya bermain gitar sungguhan, dan berada dalam sebuah band untuk bermusik, saya telah banyak melewati banyak fase untuk sampai bisa mendengar, bermain musik seperti yang saya suka dan mainkan sekarang.

Bagaimana ketika itu Turtles Jr telah mengubah minat saya, dari yang terobsesi tokoh Kamen Rider sampai akhirnya bisa sangat menyukai musik, dan ingin ngeband juga seperti mereka. Turtles Jr bisa mewakili jiwa kenakalan saya waktu itu, dimana lirik dalam lagu “Kuya Ngora” itu banyak sekali forbidden words-nya. Mereka menjadi panutan saya yang kala itu ingin terlihat ‘rebel’ dengan pilihan selera musik saya pada masa pencarian jati diri kala abg itu. Selanjutnya, terus berganti sampai pada akhirnya saya ada di titik ini, ketika menulis ini.

Bermain musik, mendengarkan/mengapresaisi musik secara luas, pada akhirnya tidak melulu berbicara tentang musiknya saja. Tapi juga apa yang musik itu sampaikan di eranya, atau dalam konteks sederhananya, musik yang mewakili jati diri kala itu. DenganTurtles Jr yang menampar culture pop di arus utama, ada sosok yang sampai saat ini, bagi saya sangat konsisten dengan pilihan hidup yang dia jalani. Sosok dibalik kemudi drum Turtles Jr yang mungkin permainan drumnya sudah kalah canggih jika dibanding drummer drummer muda ‘hari ini’, namun saat musik punk masih terlalu asing bagi telinga banyak orang, sosok ini sudah memproklamirkan diri sebagai ‘anak punk’, lengkap dengan rambut mohawk yang hingga kini masih menjadi pilihan gaya rambutnya.

Adalah Bubun Jenggo, sosok dibalik Turtles Jr yang dibidaninya. Hampir tiga dekade berdiri Bubun masih setia menjadi pemantik adrenaline pendengar kala berada dibalik drumnya. Ketukannya selalu tanpa basa-basi, ibarat berkelahi tanpa jurus. Hanya ingin menghantam lawanmu sampai terjatuh, tidak peduli apakah itu jurus silat Cimande, Cimacan, Cimahi, apapun itu. Begitulah Bubun dan Turtles Jr. Lagunya sering tanpa permisi, langsung menghajar pendengaran dengan lirik-lirik lugasnya.

Sosok tinggi kurus ini seakan masih menyimpan romantisme yang dia rasa kala lagu “Kuya Ngora” berkumandang dengan kerasnya di tengah kerumunan penonton di GOR Saparua. Bubun menjadi saksi jika pernah suatu masa dia dan bandnya merasakan letupan energi yang begitu besar, kala semangat perlawanan yang bandnya usung mendapat wadahnya disana. Tidak hanya tentang perlawanan pada tirani, tapi juga perlawanan pada sesuatu yang raksasa. Label rekaman besar, event musik besar, dan semua hal yang mungkin susah dijangkau oleh band-band punk seperti Turtles Jr. Maklum, rambut mohawk Bubun rupanya masih menjadi anomali ketika itu, dibanding rambut klimis bintang-bintang pop yang hilir mudik di televisi. Tapi toh Bubun sepertinya mempersetankan itu. Tempatnya memang di bawah tanah bersama puluhan band ‘underground’ lainnya ketika itu.

Pada suatu waktu Bubun pernah ditanya tentang perasaannya selama berada di Turtles Jr selama hampir tiga puluh tahun. “band-band-an tibaheula ge can pernah asup TV” (ngeband dari dulu ngga pernah masuk TV-red), ujarnya seraya tertawa. Pernyataannya meski dalam konteks candaan tapi jika dihubungkan dengan apa yang diyakininya sebagai ‘anak punk’ ternyata masih sejalan dan konsisten. Dia seolah asik sendiri dengan dunia bawah tanah yang digelutinya sejak tahun 90an tersebut. Still punk still sucks kalau kata band Runtah mah hahaha. Tapi tentu Bubun bukan pribadi yang menyebalkan, bahkan cenderung pendiam dibanding personi Turtles Jr yang lain. Beberapa kali mendapatkan kesempatan wawancara bersama Turtles Jr, sosok Bubun selalu menarik diri ke belakang seolah enggan diwawancara. Dia seolah bilang “urang mah ngan hayang main musik weh. Nu laina mah batur weh” (saya cuma ingin main musik saja. Urusan lain ke personil lain saja). Mungkin ya. Tapi apapun itu, Bubun nyatanya cukup layak untuk bisa disebut legenda dalam musik bawah tanah di Indonesia, Bandung khususnya.    

BACA JUGA - Ade Muir : Pabrik Lirik Lagu-Lagu Pure Saturday

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner