‘Konser Tiga Sisi’ ; Harmoni dan Gelagat Rancak di Panggung Musik

‘Konser Tiga Sisi’ ; Harmoni dan Gelagat Rancak di Panggung Musik

Foto : Wenky Wiradi

Cupumanik, Alone At Last, dan Nectura memilih perbedaan sebagai sesuatu yang punya estetika menarik, ketika band dengan genre musik berbeda ini menggelar pertunjukan musik bertajuk ‘Konser Tiga Sisi’. 

Bicara musik berarti bicara harmoni, dan bicara harmoni berarti bicara tentang perbedaan. Lebih tepatnya perbedaan yang selaras, saling mengisi, dan menguatkan. Tentang perbedaan sendiri, Kurt Cobain, seseorang yang dianggap merepresentasikan musik era 90an pernah berujar “They laugh at me because I'm different; I laugh at them because they're all the same”. Pernyataan Kurt tersebut menjadi sejalan dengan citranya yang dianggap berbeda dan seperti kebalikan dari apa yang sedang populer saat itu. Kala era guitar hero mendominasi dengan permainan gitarnya yang bak dewa, Kurt, bermain dengan raw, urakan, tapi bisa menggambarkan dengan baik apa itu ‘kebebasan berekspresi’.

Puluhan tahun kemudian perihal perbedaan masih menjadi dua kubu yang berseberangan, ada yang meyakini indahnya perbedaan, dan ada pula yang menafikan perbedaan, untuk kemudian membuat formula bernama ‘selera pasar’. Untungnya beberapa band memilih kubu yang pertama, seperti halnya tiga band asal Bandung, Cupumanik, Alone At Last, dan Nectura, yang memilih perbedaan sebagai sesuatu yang punya estetika menarik, ketika band dengan genre musik berbeda ini menggelar pertunjukan bertajuk ‘Konser Tiga Sisi’. Ada Cupumanik dengan ‘Grunge Harga Mati’ nya, Alone At Last dengan predikat ‘Bapak Emo Bandung’ nya, dan Nectura dengan gempuran musik metal bertenaga nya. Ketiganya meyakini indahnya perbedaan, pula meyakini bahasa yang sama, yakni bahasa musik. Hal tersebut kemudian bermuara pada hari Sabtu, 18 Januari 2020, bertempat di gedung Institut Français d'Indonésie (IFI) Bandung. 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner