Kemunculan Post-Rock di Indonesia

Kemunculan Post-Rock di Indonesia

Sebuah majalah ternama asal tanah air, berani menyebutkan nama A Slow in Dance sebagai band post-rock pertama di Indonesia. Band asal Cimahi yang terinspirasi oleh band-band seperti Explosions in the Sky, Mogwai, Mono, Red Sparowes, dan Russian Circles ini, mampu memberikan sensasi baru bagi penggemar musik di Indonesia. Lahir di tahun 2006, mereka lalu meluncurkan sebuah EP berisi 5 lagu di tahun yang sama dengan judul We Hate This But We Need To Survive. Dengan EP ini, Mereka mulai gencar mengenalkan musik mereka kepada penikmat musik.

Dengan dimulainya invasi musik post-rock ke permukaan arena musik Indonesia, beberapa kolektif dan musisi-musisi post-rock lain pun mulai muncul. Di Bandung, muncul band-band post-rock macam Sarin, Under The Big Bright Yellow Sun, Echolight, Sparkle Afternoon, dan lain-lain. Sementara itu, Jakarta memunculkan nama Ghaust, Marché La Void, My Violaine Morning, dan sebagainya. Kebanyakan dari band-band tersebut terlahir pada tahun 2006 hingga 2007.

Pada periode tersebut, post-rock mulai memiliki komunitasnya sendiri walaupun belum dikenal secara luas. Explosions in the Sky, Mono, Mogwai, Godspeed You! Black Emperor, dan beberapa band lainnya menjadi syarat penasbihan untuk menjadi seorang post-rocker. Di kala itu, memang kebanyakan penikmat musik post-rock di Indonesia lebih mengenal band-band post-rock generasi kedua daripada para pendahulunya.

Seiring berjalannya waktu, komunitas post-rock di Indonesia sempat berada di titik jenuh sehingga menciptakan sebuah nafsu yang besar untuk mengeksplorasi varian-varian post-rock serta genre-genre lain yang nyaris serupa dengannya. Maka dari itu, bentuk-bentuk yang lebih keras, lebih kasar, ataupun lebih berat mulai dikenal. Band-band macam Russian Circles, Té, Pelican, Jesu, Isis, Godflesh, Neurosis, Earth, Boris, Burning Witch, Sunn O))), Khanate, Lotus Eaters, dan Merzbow pun mulai didengarkan. Kemunculan nama-nama ini memberikan referensi yang semakin luas dalam skena musik post-rock Indonesia. A Slow in Dance, yang semula lebih bertemakan shoegaze, noise, dan ambient, mulai membumbui karya-karyanya dengan karakter-karakter lain seperti math rock, post-metal, dark ambient, dan lain-lain.

Gairah yang ada dalam skena ini semakin meningkat. Band-band lain dengan pembawaan musik yang lebih berat pun lahir. Khuruksetra, Vrosk, Serigala Jahanam, dan sebuah proyek supergrup bernama Sabedarah  mulai membuka jalan munculnya musik-musik berat turunan post-rock di Indonesia. Beberapa di antaranya memberikan sensasi gelap dan kelam dengan menyajikan karya-karya bertemakan mitos-mitos metafisika.

Dengan lahirnya band-band tersebut, varian yang dapat ditawarkan melalui katalog genre post-rock Indonesia pun menjadi semakin banyak. Keragaman itu pada akhirnya menjadi salah satu faktor terdengarluasnya skena musik post-rock di Indonesia. Komunitas-komunitas yang berbasis dalam dunia post-rock mulai berkembang dan musisi-musisi yang berkonsentrasi dalam skena ini pun semakin bertambah. Oleh karena itu, pada saat ini post-rock tidaklah lagi menjadi sebuah genre yang benar-benar asing di telinga para penggemar musik di Indonesia.

http:/www.papernoisenews.com/2013/06/sejarah-singkat-kelahiran-post-rock-dan.html

 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner