Iksan Skuter dan Balakosa; Sebuah Perjalanan Spiritual dan Introspeksi

Iksan Skuter dan Balakosa; Sebuah Perjalanan Spiritual dan Introspeksi

Tentang album Balakosa

Balakosa adalah sebuah kata dalam Bahasa Sanskerta yang berarti kekuatan dan kejayaan. Iksan Skuter bukan sedang memaknai dirinya dalam kondisi kuat dan jaya, tapi adalah energinya yang ia serap. Soal kita yang merasa kuat dan merasa jaya, itu bukan hanya karena diri kita sendiri tapi juga karena siapa yang ada di sekitar, Seperti halnya Iksan Skuter yang bisa berdiri hingga hari ini karena ada keterlibatan dari pendengarnya, yang ia maknai sebagai sebuah jaringan, sebagai tempat ia bisa mendapatkan ide, gagasan, energi baru untuk berkarya. Kita kuat karena kita bisa berjejaring dan bersinergi sampai hari ini.

Ini pun jadi sarananya untuk mengajak berintrospeksi. Di album-album sebelumnya, Iksan Skuter menyadari bahwa ia banyak menunjuk seseorang ketika ada suatu masalah, tapi ada satu hal yang seringkali dilupakan: menunjuk diri kita sendiri. "Karena ada satu telunjuk yang menunjuk orang lain dan ada tiga jari yang menunjuk kita, dan ibu jari yang selalu netral," ungkapnya.

"Ada nenek tua berdagang di depan kuburan tua, bapak penjual tahu goreng di sebuah pombensin, pangkalan ojek di dekat bandara, semuanya sepi. Kenapa? Apakah ini zaman yang sudah bergerak sangat cepat sehingga meninggalkan mereka? Atau kah mereka menikmatinya?" 

Balakosa masih tentang suara yang berangkat dari sebuah realita. Bacaan yang jadi pedomannya dalam menggarap Balakosa adalah kenyataan yang ia lihat. Seperti "Kawan Cerdas" yang ia dedikasikan pada pendengar karya-karya Iksan Skuter, juga kenyataan lain yang ia temui dan diramu dalam "Semua Itu Milikmu". Lagu itu berasal dari beberapa kejadian yang ia lihat di kota-kota yang berbeda namun memiliki energi yang sama: soal keresahan, begitu ia memaknainya.

"Ada nenek-nenek tua yang sedang berdagang di depan kuburan tua di Kota Malang, ada bapak-bapak penjual tahu goreng di sebuah pombensin di Kota Jombang, ada pemandangan unik juga di pangkalan ojek dekat Bandara Husein di Bandung, ada rentetan kejadian yang aku lihat sebagai sebuah kegelisahan. Aku gak tahu apa yang dia gelisahkan, tapi muncul pertanyaan seperti kenapa dagangan nenek tua itu sepi, pangkalan ojek pun sepi, bapak-bapak yang menjual tahu pun sepi, semuanya sepi, kenapa? Apakah ini zaman yang sudah bergerak sangat cepat sehingga meninggalkan mereka? Atau kah mereka juga menikmatinya? Dan semua itu membuatku takut juga," begitu ia ceritakan tentang "Semua Itu Milikmu".

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner