FOGFEST, Hernandes Saranela dan Black Metal Nusantara (Bagian Satu)

FOGFEST, Hernandes Saranela dan Black Metal Nusantara (Bagian Satu)

Foto di atas didapatkan di pojok eksibisi FOGFEST, lukisan darah karya vokalis dari band black metal asal Manado, Northorn.

Sebelumnya, saya ingin meminta maaf pada mas Hernandes. Artikel ini naik dengan jeda yang cukup lama pasca FOGFEST, juga dari sesi wawancara bersama mas Hernandes. Butuh waktu dan energi yang besar untuk merampungkan tulisan ini, karena untuk saya pribadi, pembahasan yang tertuang di sini sangat menarik, dan saya tidak ingin menyia-nyiakan topik semenarik ini dalam sebuah tulisan seadanya. Alhasil, artikel ini akan menjadi artikel berseri. Semoga hasilnya tidak mengecewakan.

Bandung, Oktober 2018. Saat itu adalah kali pertama saya bertemu dengan Hernandes. Dari Yogyakarta, ia bertandang ke Bandung kala itu dalam rangka bergerilya memutarkan film dokumenter garapannya, “Where Do We Go”. Setelah sekian lama kami berkomunikasi secara tidak langsung, akhirnya ada satu waktu yang mempertemukan kami bertatap muka dan berbicara banyak hal. Kami bertemu di salah satu kedai kopi di Bandung, dan dengan antusiasnya, beliau bercerita tentang salah satu yang paling menarik perhatiannya, masih berkaitan dengan “Where Do We Go”: ranah musik black metal di Indonesia.

Singkat cerita, pembicaraan kami bermuara pada pernyataannya: “Saya mau bikin FOGFEST, Mbak,” katanya. FOGFEST adalah acara yang ia inisiasi dengan tujuan mempertemukan para pegiat musik black metal dari seluruh Indonesia, dengan konsep berkemah di kaki Gunung Lawu, tepatnya di Bumi Perkemahan Sekipan, Tawangmangu, Jawa Tengah. Acara ini diselenggarakan selama tiga hari dua malam, di penghujung Januari 2019, dan hanya akan terjadi satu kali, menjadi yang pertama sekaligus yang terakhir.

Bagi saya, tidak ada alasan untuk menolak acara ini. Seperti yang pernah saya katakan pada Hernandes, acara ini sungguh seksi. Selain karena alasan tidak akan ada lagi FOGFEST setelah ini, bisa bertemu dengan kawan-kawan penyuka dan pegiat black metal dari seluruh Indonesia dalam sebuah acara outdoor atas inisiatif dan biaya mereka sendiri adalah hal yang menakjubkan. Terlepas dari apa yang hadir di antaranya, keinginan untuk hadir dan mendukung acara ini menjadi sesuatu yang lebih kuat, membuktikan bahwa black metal untuk mereka memang memiliki makna yang lebih dalam dari apapun yang ada di permukaan.

Tanggal 25-27 Januari 2019 menjadi momen terukirnya sejarah baru di ranah black metal nusantara. Teman-teman dari luar pulau Jawa pun turut hadir di sana, seperti kawan-kawan dari Pekanbaru dan Lombok yang rela menghabiskan tiga hari di perjalanan untuk bisa berkumpul di tengah kabut. Live performance, eksibisi, market, movie screening hingga diskusi menjadi serangkaian acara yang kami jalani.

BACA JUGA - FOGFEST 2019, Sebuah Upaya Mem-Black Metal-Kan Nusantara

Tadinya, saya berniat mewawancarai Hernandes tepat selepas acara selesai, di tanggal 27 Januari sekitar pukul tiga sore. Namun, bus terakhir dari Tawangmangu ke Solo akan berangkat jam empat sore, sehingga saya memutuskan untuk mewawancarai Hernandes (lagi-lagi) secara tidak langsung. Akhirnya, kami menemukan waktu yang tepat dan terjadilah percakapan yang memakan waktu cukup lama, menghabiskan waktu dari siang hingga malam hari.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner