Dibunuh atau Membunuh Media Sosial?

Dibunuh atau Membunuh Media Sosial?

Ada sebuah kasus menarik di mana saya akan coba membedahnya melalui teori dari Guy Deboard. Baru-baru ini, jagat maya dikejutkan oleh kabar yang datangnya dari Iksan Skuter. Secara mengejutkan, Iksan Skuter "membunuh" akun Instagramnya yang telah terverifikasi dan mempunyai pengikut kurang lebih 250.000 orang. Dalam sebuah kesempatan wawancara, Iksan mengutarakan alasan mengapa dia akhirnya menonaktifkan akun intsagramnya.

Menurut Iksan, selama ini aktivitas yang dia lakukan lewat akun instagramnya adalah mempromosikan banyak hal yang terkait dengan aktivitasnya sebagai musisi, yang tentu sangat erat kaitannya dengan karya dalam bentuk lagu dan musik. Sebagai seorang penyanyi, Iksan ingin menjadikan media sosial sebagai jembatan komunikasi antara artis dan penggemarnya. Awalnya, melalui media sosial memang terjadi komunikasi dan interaksi yang produktif. Selain lewat panggung, dengan mudah Iksan bisa berbagi informasi terkait dengan karya-karya barunya sekaligus penggemarnya bisa mendapatkan informasi terkini dengan mudah. Namun, seiring perjalanan waktu atas peran media sosial, nama Iksaan Skuter makin dikenal dengan jangkauan masa yang makin heterogen.

Menurut Debord, fase ini diutarakan sebagai berikut: "Kemunduran dari memiliki, dan menjadi hanya muncul”. Tontonan dalam media sosial adalah citra terbalik masyarakat di mana "Identifikasi pasif dengan tontonan menggantikan aktivitas asli". Dalam analisisnya tentang masyarakat modern, Debord mencatat bahwa kualitas nalar dan intuisi pada akhirnya dimiskinkan dengan kurangnya "keaslian", sehingga persepsi manusia dipengaruhi dan degradasi pengetahuan yang menyertainya, yang pada gilirannya menghambat pemikiran kritis.

Dalam kasus ini, Iksan mengutarakan bahwa pada akhirnya orang-orang hanya mencap dia sebagai seorang "selebritis", bukan seorang penyanyi yang diapresiasi atas pencapaian karya-karyanya. Orang lebih mengenal Iksan Skuter sebagai seorang publik figur, bukan seorang musisi yang telah menelurkan 13 album rekaman. Pada akhirnya, komunikasi yang terjalin lebih banyak terjebak pada nilai transaksional dan hal-hal yang sama sekali tidak berhubungan dengan karya musik Iksan Skuter.

Pengikutnya terjebak pada ikonoklasme yang menganggap Iksan Skuter adalah jawaban dari semua persoalan di keseharian. Ada semacam realitas yang pada akhirnya seolah dikaburkan oleh "fetishme komoditas" yang ditampilkan melalui gambar dan video melalui akun media sosial Iksan Skuter. Menurut Debord, ketika individu yang nyata masuk dalam dimensi "tidak nyata" melalui media sosial, maka semua realitas yang ada dalam dirinya menjadi kabur.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner