Dibawah Ancaman Omicron, Gemuruh Mesin Rock In Solo Kembali Dipanaskan

Dibawah Ancaman Omicron, Gemuruh Mesin Rock In Solo Kembali Dipanaskan

“Rock In Solo: Apokaliptika A Journey Of Rock In Solo” mengusung konsep kolaborasi antar dua kutub musik yaitu metal dan musik tradisi. Memadukan kebisingan musik sarat distorsi dengan kelembutan yang dinamis dari musik gamelan Solo

Ditengah simpang siur berita hadirnya omicron sebagai bagian dari mutasi virus Covid 19, berita menggembirakan hadir dari kota Solo. Kota yang perlahan mulai menggeliat hidup kembali dengan hadirnya ikon festival musik cadasnya Rock In Solo. Festival yang hadir pertama kali pada tahun 2004 ini telah mampu menjadi salah satu identitas budaya baru di Kota Solo yang kental dengan budaya dan kesenian tradisinya. Festival ini terakhir kali hadir pada tahun 2015 dan memutuskan vakum hampir 5 tahun. Mengambil tajuk “Rock In Solo: Apokaliptika A Journey Of Rock In Solo”, festival ini hadir kembali pada tanggal 18 Desember 2021 di Tirtonadi Convention Centre, Surakarta dengan konsep pertunjukan dalam ruangan.

Menurut Stepahanus Ajie (salah satu inisiator Rock In Solo) dalam wawancara dibelakang panggung sebelum tampil bersama Down For Life, penyelengaraan pada tahun 2021 kali ini akan berbeda dengan festival yang telah digelar sebelumnya. “kita mencoba menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi saat ini. Walaupun saya akui acara ini menjadi yang paling berat untuk dijalani, terkait izin dan aturan yang diterapkan menyangkut protokol kesehatan. Ketika ditanya makna dari acara ini Adjie menjelaskan bahwa acara ini dijadikan sebagai momen untuk mempersatukan kembali para musisi dan band untuk bisa kembali bekerjasama mewujudkan agenda Rock In Solo pada tahun depan.

Kapasitas gedung yang mampu menampung 1000 penonton hanya boleh di isi oleh 500 penonton. Sistem penjualan tiket dilakukan secara online dan sehari sebelum acara dimulai penonton yang telah memiliki tiket elektronik diwajibkan melakukan tes swab antigen di beberapa puskesmas yang tersebar di kota Solo. Setelah hasilnya dinyatakan negatif mereka akan diberi kartu yang harus ditunjukan sebelum masuk gedung pertunjukan. “beruntung sekali pihak pemerintah pemkot solo dalam hal ini Walikota Solo Gibran sangat mendukung acara ini dengan memfasilitasi banyak hal . Kami terlibat banyak diskusi lalu akhirnya bisa bekerjasama dengan mereka demi keamanan, kenyamanan dan kesuksesan acara ini” tutur Adjie.

“Rock In Solo: Apokaliptika A Journey Of Rock In Solo” mengusung konsep kolaborasi antar dua kutub musik, yaitu metal dan musik tradisi. Memadukan kebisingan musik sarat distorsi dengan kelembutan yang dinamis dari musik gamelan Solo. Ketika ditemui dibelakang panggung, komposer yang menggarap komposisi pertunjukan, Gondrong Gunarto menuturkan bahwa komposisi gamelan yang diciptakan merupakan musik campuran gamelan Jawa, Banyuwangi, dan gamelan sekaten. “Buat saya ini adalah tantangan dalam karir saya berkesenian. Memang tidak mudah memadukan dua kutub musik yang sangat berbeda baik secara instrumen maupun komposisi . Namun seiring dengan proses berlatih yang intensif selama hampir dua minggu bisa terjadi proses saling memahami dan yang paling utama bisa saling menurunkan ego. Buat saya acara ini jadi kesempatan buat kami untuk bisa memperkenalkan komposisi gamelan agar bisa diapresiasi anak muda”.

Sementara menurut Latief, drummer Down For Life, hampir semua lagu yang ditampilkan komposisinya diubah. “beberapa lagu yang dibawakan temponya disesuaikan agar bisa selaras dengan tempo gamelan yang memang tidak mengenal teknik metronome. Begitu juga dengan kadar distorsi pada musik kita kurangi biar masing-masing karakter, baik gamelan maupun musik Down For Life bisa tetep bisa dinikmati dengan ciri khasnya masing-masing”. Apa yang diungkapkan oleh Gondrong dan Latief memang terbukti ketika acara konser berlangsung. Sepanjang pertunjukan yang berdurasi hampir 90 menit, 500 penonton yang hadir benar-benar terpaku ditempat duduk masing-masing, menikmati suguhan komposisi lagu Down For Life hasil gubahan bersama gamelan. 

Malam itu Down For Life tampil memukau dengan membawakan 9 lagu andalan mereka. Dalam setiap lagu yang dibawakan mereka menggandeng vokalis dari berbagai band dengan genre musik ekstrim yang berbeda. Beberapa seniman lain yang juga terlibat di antaranya penyanyi keroncong Endah Laras. Selain itu ada pula penari Luluk Ari dan Wawin Laura. Menurut Adjie, pelibatan seniman lintas generasi dan lintas genre dalam perhelatan ini adalah untuk mengembalikan marwah festival Rock in Solo sebagai hajatnya para seniman Solo. “acara ini juga sebagai bentuk balas dendam saya pasca tampil di Wacken Open Air Jerman tahun 2018 yang lalu. Seolah berhasil menemukan jawaban yang selama ini berputar dikepala, seperti apa bentuk Indonesian Metal itu ?”.

Malam itu pertunjukan ditutup oleh lagu kebangsaan Down For Life “Pasukan Babi Neraka” yang menampilkan semua kolaborator. Dalam momen ini Down For Life mengajak seluruh penonton untuk berdiri sambil mengacungkan tanda jari devil horns ke udara.  Sebuah pemandangan yang cukup emosional setelah hampir dua tahun acara seperti ini tidak hadir. Menurut Aitras, salah satu penonton yang hadir, dia benar-benar menikmati suguhan acara ini, namun menurutnya dia belum terbiasa menikmati suguhan musik metal dalam ruangan ber AC dan dipaksa harus duduk sepanjang pertunjukan. “gatel aja udah pengen berdiri dan moshing sepanjang lagu, udah gitu ga bisa minum dan merokok. Tapi lumayanlah bisa ngobatin kangen acara kaya gini” ujarnya sambil tersenyum puas. Namun dia sadar kesuksesan acara ini juga didukung oleh sikap penonton yang mau bekerjasama untuk mematuhi prokes.

Acara ditutup walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka yang naik keatas panggung untuk memberikan sambutan. Dengan gaya bak vokalis metal dengan satu kaki menginjak speaker monitor Gibran berujar bahwa acara ini menjadi semacam percontohan terkait dengan penyelengaraan acara musik ditengah pandemi. Sebagai pemimpin di kota Solo Gibran akan selalu mendukung dan siap bersinergi dengan para seniman. “sampai jumpa di Rock In Solo 2022” pungkas Gibran dan disambut gemuruh tepuk tangan penonton yang hadir sekaligus secara resmi menutup gelaran “Rock In Solo: Apokaliptika A Journey Of Rock In Solo”.   

BACA JUGA - Rilis Party Video Musik Ijay Irawan “Pemain (Nikmati Saja)”

View Comments (1)

Comments (1)

  • udiex666
    udiex666
    30 Dec 2021
    Cukup bangga dengan geliat skena, serta tulisan ini. Beberapa kesalahan teknis penulisan—kualitas penyuntingan teks—membuat sedikit kurang enak dibaca, dan saya temukan di beberapa artikel lainnya. Barangkali saya boleh membantu menyunting artikel-artikel berkualitas di sini, Min.
You must be logged in to comment.
Load More

spinner