Denny Hsu : Antara Punk, Konveksi dan Game Online

Denny Hsu : Antara Punk, Konveksi dan Game Online

Sumber Foto : Diambil dari akun instagram @denny_hsu

Tak hanya lihai dalam urusan menggebuk drum, Denny HSU juga diketahui sedang menekuni bisnis konveksi dan terjun dalam dunia E-sport

Pergerakan musik underground di Kota Bandung memang sudah terkenal dengan band-band yang selalu tampil dengan ciri khasnya masing-masing. Sejak era GOR Saparua hingga festival-festival musik bawahtanah dengan skala besar digelar, musik ini selalu sukses membuat Bandung seakan-akan menjadi Kota penglahir band-band cadas. Rosemary adalah salah satu band yang kiprahnya di dunia musik bahawtanah sudah tak usah diragukan lagi. Mengusung genre Skate-Punk membuat Rosemary menjadi sebuah band yang tampil beda dengan band-band punk lainnya. Diketahui juga alasan kenapa akhirnya Rosemary memilih genre itu adalah karena sebagian besar personilnya menyukai olahraga ekstrim, Skateboard. Bahkan sang vokalis, Indra Gatot diakui sebagai salah satu pemain skateboard terbaik di Indonesia.

Di pembahasan kali ini tim DCDC tertarik untuk menggali lebih dalam sisi lain dari salah satu personil Rosemary, Denny HSU (Drummer) melalui program DCDC d’PODCAST. Di awal pembicaraan, Denny atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ahong menceritakan tentang kesibukan Rosemary di tengah situasi pandemi ini. Ahong mengatakan bahwa Rosemary kini sedang menyiapkan sesuatu hal baru yang tentunya masih berkaitan dengan musik. “Rosemary juga lagi ngerencanain bikin sesuatu yang baru dan belum bisa dibocorin. Sesuatu ini masih urusan musik yang semoga aja bisa ngadain konser festival. Cuma karena kondisi masih begini jadi yang baru direncanain itu konser dengan skala kecil.” Jelas Ahong.

Kemudian Ahong juga menjelaskan kesibukan lainnya yang sedang ia kerjakan selain urusan musik diantaranya ia kini sedang menjalankan bisnis konveksi dan bermain game online, PUBG. Sedikit menyinggung tentang game online atau kerap disebut dengan E-Sport, Ahong menyebutkan bahwa industri E-Sport kini sudah berkembang sangat pesat. Lebih jauh, Ahong juga menjelaskan tentang gaji para setiap atlit yang berkecimpung di industri E-Sport memiliki gaji yang lebih besar dari atlit-atlit olahraga lain selain E-Sport. “Bahkan gaji para atlitnya pun mengalahkan gaji atlit-atlit olahraga lain selain E-Sport. Pendapatan sebulannya pun bisa sampai satu miliar lebih.” Ujar Ahong.

Membahas seputar bisnis konveksi tas yang sedang ia jalankan selama kurang lebih empat tahun, Ahong menceritakan tentang situasi pandemi yang juga turut berdampak pada bisnisnya ini. Menurutnya berbisnis konveksi di tengah pandemi itu merupakan hal yang tidak mudah. Meski konsumen selalu ada, akan tetapi secara kuantiti selalu tak melebihi dari tiga sampai empat lusin pesanan. “Paling produksi juga tiga sampai empat lusin, dari pada ga ada sama sekali ya kita sikat aja, yang penting kita bisa bayar karyawan.” Jelas Ahong.

Berlokasi di Cikutra atau lebih tepatnya dekat kampus Widyatama dan komplek Green Garden, konveksian yang Ahong jalankan ternyata sampai saat ini belum memiliki nama. Ahong menyebutkan bahwa hal itu tidak mengurangi jumlah konsumen. Bahkan dari pihak Dinas pun sering memproduksi tas di konveksi Ahong ini. “Kalo namanya sih belum ada, jadi sebenernya tuh saya awalnya ngejalanin bisnis ini tuh sama temen dan kita waktu itu udah lumayan banyak pelanggan termasuk dari Dinas juga. Cara orang-orang buat pesen itu paling lewat temen saya atau bisa langsung ke saya. Bilang aja mau ke konveksi Ahong haha.” Ucap Ahong seraya tertawa.

Setelah lama berbincang tentang bisnis konveksiannya, kemudian Ahong bercerita tentang awal-awal dirinya memasuki dunia siaran. Ahong mengakui bahwa awal menempuh perjalanan di dunia siaran berawal dari kegemarannya dalam bermain band bersama Rosemary. Sedikit mengulas masa-masa ketika teknologi belum secanggih sekarang, Ahong menyebutkan bahwa pada saat itu untuk promosi band sangatlah susah. Salah satu cara yang paling ampuh dalam promosi band Ahong akui dengan cara menginvasi media-media yang ada, dengan cara itu Ahong bisa memutar lagu-lagu dari Rosemary sebagai cara promosi.

Dari hal itu akhirnya ia memutuskan untuk mengajak Ekky (Gitaris Polyester Embassy) untuk siaran bersama. Ahong menceritakan bahwa saat itu ia membuat proposal yang kemudian diajukan ke Oz Radio dan akhirnya diterima meskipun harus menunggu selama kurang lebih satu tahun. “Jadi pas waktu itu saya ngajak Eki buat siaran, lalu kita bikin proposal dan diajuin ke Oz Radio yang akhirnya di approve. Bahkan waktu itu butuh waktu satu tahun nungguin keputusan dari pihak Oz Radionya. Mungkin pihak Oz membutuhkan waktu lama untuk menyadari potensi yang kita miliki haha.” Jelas Ahong seraya tertawa ketika mengingat masa-masa awalan siaran.

Berbicara lebih jauh tentang dunia siaran yang Ahong tekuni, Sub Stereo adalah program musik berbasis radio yang dibawakan oleh Ahong dan Ekky. Ahong menjelaskan bahwa sebenarnya Indie Oz adalah program awal yang ia bawakan. Namun karena terlalu berat membawa embel-embel ‘indie’ yang Ahong akui memiliki banyak aspek dan turunan-turunannya, pada akhirnya mereka memilih untuk meneruskan legasi Sub Stereo dan mereka berdua adalah generasi ketiga yang menjalankan program ini. Hingga sekarang program ini masih tetap berlanjut dan bahkan berkolaborasi bersama DCDC.

Di program Sub Stereo tersebut Ahong mengakui mendapatkan banyak pengalam seru yang baru ia dapatkan. Mulai dari bertemu band-band baru hingga kemudian Ahong dapat mengobrol langsung dengan mereka. Lebih lanjut, Ahong menerangkan bahwa band-band yang dapat diundang ke dalam Sub Stereo harus memiliki beberapa syarat, salah satunya adalah bukan band mainstream. “Untuk kriteria band yang bisa diundang ke program ini paling intinya bukan band mainstream sama band yang emang lagi butuh promosi. Jadi setiap selasa kita selalu submit band-band baru. Soalnya band-band baru itu banyak yang bagus dan antic, jadi kita ke trigger buat bahas itu.” Jelas Ahong.

Sedikit intermezzo, ternyata nama Ahong sendiri diambil dari salah satu nama pemain dalam film jadul era 90an berjudul “Si Doel Anak Sekolahan”. Pada saat itu Ahong mengakui sering mengalami iritasi mata yang menyebabkan dirinya harus menggunakan kacamata. Ketika keluar dari rumah banyak tetangganya yang menyebut Ahong karena dinilai mirip seperti karakter Ahong dalam film itu. “Tahun 90an saya kan emang suka iritasi mata jadi waktu itu saya pake kacamata. Pas saya keluar rumah tiba-tiba tetangga saya manggil saya Ahong karena saya dibilang mirip sama Ahong yang ada di film “Si Doel Anak Sekolahan’. Jadi dari situlah nama Ahong muncul. Padahal mirip juga engga haha.” Ucap Ahong dan kembali tertawa.

Di akhir perbincangan, Ahong kembali menggunakan media sebagai media promosi dengan mempromosikan bisnis konveksinya. “Kalo Coklat Friends mau produksi tas bisa langsung hubungi saya atau DM saya di Instagram @denny_hsu.” Tutup Ahong menyudahi pembicaraan.

BACA JUGA - Qibil : Sang Designer Dibalik Fashion The Changcuters

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner