Cara Unik Musisi Pasarkan Karya

Cara Unik Musisi Pasarkan Karya

Foto didapatkan dari akun twitter @_Mardial_ (cover artwork merupakan karya dari Izzy @vngnc)

Banyak cara musisi pasarkan karya, dari yang konvensional hingga cara-cara baru seperti halnya The Panturas yang merilis singlenya di aplikasi online dating sampai Mardial yang merilis single terbarunya di situs 'dewasa'.

Dalam perjalanan Standup Comedy Tour Pandji Pragiwaksono ada satu bit yang cukup membekas diingatan saya tentang teknik pemasaran. Dalam bit nya Pandji pernah berujar (kurang lebihnya) dagangan apapun pasti laku asal tahu target pasarnya. Ditambahkan pula olehnya jika kita tidak mungkin menawarkan kotoran kambing kepada para penumpang bis layaknya pedagang cemilan atau alat tulis, karena para penumpang bis bukan target pasarnya. Hal tersebut kemudian membuahkan sebuah pertanyaan tentang apakah kotoran kambing itu bisa laku? Maka jawabannya, ya jika tahu target pasarnya. Siapa? para petani yang menggunakan kotoran tersebut untuk pupuk.

Dari hal tersebut kemudian beralih pada ranah musik dan bagaimana cara musisi menawarkan karyanya. Banyak cara, dari mulai yang konvensional dengan rilisan fisik seperti CD, hingga cara-cara baru seperti halnya The Panturas yang merilis singlenya di aplikasi online dating seperti Tinder, hingga Mardial a.k.a Mamang Kesbor yang merilis single terbarunya di situs porno. Tentu bukan tanpa alasan mereka memperkenalkan karyanya dengan cara unik seperti itu. Tapi kemudian hal ini menarik jika mengarah pada contoh kasus yang dipaparkan Pandji di awal paragraf. Apakah para pengguna aplikasi online dating adalah target pasar yang tepat bagi The Panturas? Atau apakah para pengunjung situs porno adalah target yang pas buat si Mamang Kesbor?

Mungkin jika mengarah pada ranah kreatif, pemaparan Pandji di atas menjadi sedikit kurang relevan, karena jika konteksnya dunia kreatif dengan gayanya yang dinamis, bisa jadi terobosan yang dibuat The Panturas dan Mardial justru sudah bukan perkara menyasar target pasar, tapi justru jadi menciptakan pasarnya sendiri. Ingat lagu Efek Rumah Kaca berjudul Pasar Bisa Diciptakan? Mungkin senada dengan itu, The Panturas dan Mardial pun melakukannya sebagai sebuah cara mereka membuat pasarnya sendiri.

Menariknya lagi, cara mereka memasarkan karya, selain tentu mendatangkan respon beragam dari banyak orang dan menjadi viral, cara yang mereka lakukan sebenarnya masih sejalan dengan data pendengar atau para penikmat karyanya, yang memang berkisar di usia remaja. Usia yang disebut bang Rhoma sebagai masa yang berapi-api itu erat hubungannya dengan masa pencarian, termasuk untuk urusan asmara, yang kemudian bermuara pada aplikasi online dating Tinder, hingga masa pencarian tentang sesuatu yang sakral, bahkan tabu diangkat ke permukaan bagi orang timur, namun justru banyak diantaranya yang berujung pada pencarian di situs porno.

Sedikit intermezo. Data yang beredar pada tahun 2014-2015 lalu menyebutkan jika salah satu situs porno terbesar di dunia dengan total 18,36 miliar viewer melampirkan data negara yang paling banyak mengunjungi situsnya, yaitu Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Irlandia, India, dan salah satunya Indonesia. Bahkan dilansir dari situs resminya tercatat jika salah satu viewer terbanyak yang mengunjungi situs ini adalah Indonesia, terlebih mereka menggunakan mobile device untuk menonton sajian video esek-esek di situs itu.

Dari segi bisnis cara yang Mardial tempuh bisa dibilang pintar, meski jika dilihat dari kacamata negara dengan budaya ketimuran seperti Indonesia hal tersebut bisa memancing kontroversi. Namun tentunya Mardial bisa berdalih jika konten yang dia tawarkan adalah musik, dan hal tersebut tidak melanggar UU ITE tentang pornografi dan pornoaksi.

Album berjudul Mamang Kesbor - Album Terbaik di Tata Surya ini selain mengadopsi beat trap masa kini, juga mengandung bumbu-bumbu eksplisit untuk didengar mereka yang belum cukup umur. Akses masuk ke situs porno yang tidak semudah platform lain bisa jadi penyaring pendengar yang pas untuk calon pendengar album Mardial tersebut. Meski begitu, cara yang ditempuh Mardial ini juga bisa mendatangkan kerugian kala ada potensi pendengar yang urung mendengar album ini karena tidak mau repot ber-VPN ria, atau diganggu pandangannya oleh thumbnail dari related videos saat mendengarkan album di situs porno.

Menarik untuk dicatat jika yang dilakukan Mardial kala mengunggah rilisan album musik di situs porno mungkin yang pertama di Indonesia, namun dalam skala global hal tersebut pernah dilakukan pula oleh rapper Kanye West pada tahun 2016 lalu lewat rilisan The Life of Pablo, meski pada akhirnya album tersebut ditarik dari situs tersebut. Mungkin Kanye akhirnya sadar kalau dia harusnya marah karena situs tersebut menyimpan video pribadi istrinya, Kim Kardashian bersama Ray J.

Kembali ke The Panturas dan Mardial a.k.a Mamang Kesbor. Cara unik yang mereka lakukan kemudian berbanding lurus dengan pola marketing yang mengamini jika promo yang unik bisa mendatangkan perhatian lebih dari calon konsumen (atau dalam hal ini konteksnya pendengar). Dari mulai kuliner sampai musik, selain harus menguatkan materi penjualannya, memperhatikan cara promosi yang menarik agaknya perlu menjadi pertimbangan, karena pepatah yang mengatakan “jangan menilai sesuatu dari covernya” jelas tidak berlaku bagi sebuah produk. Coba tanyakan pada mahasiswa desain produk dan lulusan-lulusannya yang setengah mati mencari cara agar cover dari produk yang mereka buat bisa dinilai menarik. Jika dalam hal ini musik adalah sebuah produk, agaknya perlu juga membantah ungkapan itu. Lantanglah bersuara "Nilai lah sesuatu dari covernya!"

PS : (beberapa referensi artikel bersumber dari https://www.vice.com/id_id/article/7kpvxd/musisi-mardial-mamang-kesbor-rilis-album-baru-di-situs-porno-pornhub)

BACA JUGA - Pengamat Musik, Riwayatmu Kini

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner