Apakah Kamu Sudah Merdeka?

Kata "merdeka" berasal dari bahasa Sanskerta: "maharddhika" yang berarti kaya, sejahtera dan kuat, yang diserap ke dalam bahasa Melayu dan Indonesia yang bermakna bebas atau tidak bergantung/independen. Di kepulauan Nusantara, istilah ini juga berarti budak yang dibebaskan. Dalam konteks sosial, kata "merdeka" adalah sebuah situasi di mana seseorang atau kelompok bisa terlepas dari sebuah situasi yang mengekang kebebasan. Kata ini bisa menjadi sebuah makna yang sangat personal bagi setiap individu. Kata ini memiliki makna dan penyikapan yang berbeda oleh setiap orang.

Dalam editorial kali ini, saya mencoba untuk menggiring kata "merdeka" menjadi sebuah kata yang terlepas dari muatan politis dan masuk ke wilayah personal di kehidupan sehari-hari. Walaupun itu adalah sesuatu yang naif, karena bagaimanapun sikap kita di kehidupan sehari-hari adalah cerminan dari sikap politik yang diam-diam tanpa sadar sudah kita pilih dan tentukan. Sederhananya, mungkin kata "merdeka" ini akan saya coba reduksi maknanya. Akan saya sederhanakan tanpa harus kehilangan maknanya.

Coba kalian lontarkan judul artikel ini ke kawan-kawan kita yang hidup di sebuah negeri yang hari ini masih bergulat dengan persoalan-persoalan perampasan hak hidup mereka. Kasus penggusuran lahan yang marak terjadi di mana-mana, melibatkan konflik antara masyarakat dengan pemangku kekuasaan maupun dengan pengusaha yang merasa "merdeka" untuk merampas dan melakukan alih fungsi lahan hidup bermodalkan legalitas hukum. Atau, kasus buruh kontrak yang hak-haknya sebagai pekerja diabaikan oleh para pengusaha yang merasa "merdeka", merasa kaya dan sejahtera hingga berbuat semena-mena terhadap karyawannya. Tentu, kita akan mendapatkan jawaban yang getir, pahit dan menyedihkan. Bagi kawan-kawan kita yang mengalami hal tersebut, kata "merdeka" adalah sebuah kenyataan yang masih harus diperjuangkan di arena sabung nyawa demi kelangsungan masa depan mereka.