Album Review : Veskil – Pada Apapun Kau Sebut Fantasi

Album Review : Veskil – Pada Apapun Kau Sebut Fantasi

Sumber foto : Instagram Veskil

Kekayaan 'Sound' Indie-Rock era 90-an dari Veskil lewat album kedua.

Salah satu label indiependen lokal, Rotten Tank Records baru saja merilis album kedua dari Veskil bertajuk Pada Apapun Kau Sebut Fantasi. Mungkin sebagian pihak pendengar, khususnya era sekarang masih bertanya-tanya seperti apa kelompok musik ini. Yang jelas, band ini beranggotakan orang-orang lama dalam komunitas Grunge di Bandung, tepatnya bernamakan komunitas Purnawarman yang mulai digerakkan pada 90-an silam.

Desas-desus kemunculan album kedua Veskil setelah Menjarah Gairah (2012/Jempling Records), telah dihenduskan beberapa waktu lalu. Tepatnya ketika salah satu lagu yang cukup hits dalam album ini dikeluarkan – beserta dengan video klipnya berjudul “Tak Ada Kesakitan Dalam Hidup Yang Bergairah”. Namun apa daya, alhasil pada 2018-lah grup yang beranggotakan Ojel (bass/vokal), Yayan (gitar), Allan (drum), dan Imanda (gitar) itu merilis album keduanya. Album ini dirilis dalam format fisik cukup unik nan sederhana dibandingkan band-band lokal di Indonesia. Yang mana, Pada Apapun Kau Sebut Fantasi diselipkan dalam sebuah Fanzine (zine) sebagai packaging dan didalamnya menceritakan benang merah album kedua ini, tak lupa beserta lirik 10 (sepuluh) nomor lagu dan informasi kredit-nya.

Melihat perbedaan dari album pertama Veskil dengan saat ini, mungkin perbedaannya cukup tipis. Apalagi kalau bukan musikalitas, tapi mereka punya cirikhas dalam memainkan musik Indie-Rock dibandingkan dengan band-band lainnya. Seperti pada “Tak Ada Kesakitan Dalam Hidup Yang Bergairah” menjadi track pembuka untuk para pendengarnya dan dimainkan penuh semangat dengan tempo variatif tanpa menghilangkan peran gitar berdistorsi. Lalu “Purnama Tanpa Cela” dengan irama seru, nan bermelodi sangat ditonjolkan disini. Kalau untuk masalah vokal memang jauh dari kata merdu akan suara yang dinyanyikan Ojel, tapi itu tak terlalu jadi masalah, toh liriknya dituliskan dengan metafora sangat baik nan puitis. Seperti penggalan awal lirik lagunya “Kau yang disana/Yang menatap langit cerah, Belum kenyangkah kau mengunyah siang ?”, cukup menarik bukan untuk band sekelas band Indie-Rock dengan lirik seperti ini.

Tak henti sampai disitu, titel album ini dimainkan. Sekilas, lagu “Pada Apapun Kau Sebut Fantasi” adalah seperti refleksi gabungan dari album S/t Pure Saturday dan Daydream Nation milik Sonic Youth. Berpindah ke lagu “Legitlah”, rythem gitar akustik yang berpadu dengan melodi gitar – distorsi dihadirkan sebagai bentuk segar oleh Veskil. Semakin perpindahan lagu, musiknya pun mulai perlahan lembek, dan dinyanyikan seperti orang mabuk berat, tepatnya dilagu “Forgive To Forget”. Tapi siapa sangka, aura J Mascis ketika bersama Dinosaur Jr. sangat terasa di “Muntahkan Puisi”. Sampai dilagu-lagu selanjutnya “M Kapital”, “Lenggang” , “A Little Story”, dan “Di Tanah Yang Beda” mempunyai kekuatannya tersendiri. Kesimpulannya, jika ingin menyelami seperti apa musik Indie-Rock yang beda – ingin menemukan ‘sound’ unik era 90-an, yang kaya tanpa menghilangkan sisi anak muda, album ini adalah jawabannya. Sampai di album ini, Veskil masih mempertahankan konsistensasinya dalam bermusik, dan tak termakan oleh jaman. Semoga saja tetap seperti itu, tapi jangan lengah dalam mengeksplorasi dan mengikuti perkembangan musik dari masa ke masa.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner