A Page About : Ungkapan Steven & Coconut Treez Perihal Reuni

A Page About : Ungkapan Steven & Coconut Treez Perihal Reuni

Kembalinya Steven & Coconut Treez ibarat keluarga yang bersatu kembali. Mereka telah terikat oleh akad, sehingga terlalu dangkal jika membawa niatan reuni hanya ke tataran semata demi uang atau popularitas.

Sebagai frontman + vokalis, Steven Kaligis bilang, uang dan popularitas adalah sepasang racun yang berbahaya. Apalagi jika band tidak kita pandang sebagai ‘keluarga’. Band reggae ini akhirnya hiatus dari belantika musik Indonesia sekitar 2009 silam. Popularitas, menjadi sindrom yang sangat mengagetkan jiwa mereka saat itu (awal periode 2005-an). Usia masih pada muda, mentalitas belum siap. Milestone dari berstatus nothing become something, membuat mereka begitu meledak, dan langsung terkena efek popularitas.

Band ini sempat menghentak Indonesia hits-nya "Welcome to My Paradise". Steven & Coconut Treez mampu membangkitakan kembali gairah industri musik reggae di Indonesia setelah sekian lama mati suri. Terakhir di tahun 1994 lah, lagu reggae di Indonesia sempat populer melalui penyanyi Imanez dengan lagu “Anak Pantai”.

Menurut Steven, perlu kebijaksanaan, agar kita menyadari bahwa ada kalanya seseorang melakukan kesalahan. Berawal dari kelewat batas, berdampak pada kondisi yang terjun bebas. Baginya, dalam hidup selalu ada pembelajaran untuk membuat diri lebih matang. Tanpa belajar bijak, jangan harap bisa memetik pembelajaran dari hidup.

Menurut bassist Rival (biasa dipanggil Pallo), rencana kembalinya Steven & Coconut Treez sebenarnya sudah terlontar dua tahun lalu. Namun waktu itu masing-masing personel masih sibuk dengan berbagai proyek yang telanjur dijalani selepas Steven & Coconut Treez vakum.

Tidak semua personel lama Steven & Coconut Treez siap manggung dalam rangka reuni. Drummer Aci dan gitaris A Ray Daulay tidak ikut serta. A Ray sedang di Belanda bersama aneka proyek solonya. Ia masih ragu waktunya tersita, meski sadar betul butuh totalitas untuk bisa reuni lagi – terlebih reuni bukan sekadar gimmick si band untuk ‘reselling’ themselves.

Lain lagi dengan Aci. Steven mengaku sangat ingin Aci main lagi, tetapi Steven harus menghormati pilihan Aci untuk mendalami agama. Bagi Steven sekalipun, pilihan itu luar biasa, pilihan paten yang siapapun tak bisa menolak ketika jiwanya sudah diketuk Tuhan. “Jika pilihannya melenceng, sudah semestinya gue mengarahkan. Tetapi ini bukan pilihan yang melenceng. Dia support kita dan kami support dia,” jelas Steven.

Rencana reuni Steven & Coconut Treez dimulai dengan rencana program travelling ke pulau untuk rekaman. Tidak hanya merekam audio, tetapi visualnya juga. Semacam pariwisata sekaligus memberi identitas, kalau Coconut Treez itu kental dengan islands. Karena bagi Steven, Indonesia itu islands.

Steven & Coconut Treez memang tidak bisa dipisahkan dari pantai dan pulau. Singel paling hit mereka, “Welcome to My Paradise” adalah lagu yang ditulis Steven atas kecintaanya pada Gili Trawangan. Bukti sahih bagaimana grup ini sangat dekat dengan nuansa tropikal. Meski begitu, Steven tetap tidak bisa memungkiri bahwa banyak kawan-kawan yang tinggal di metropolitan. Maka, harus ada lagu yang bisa mewakili kehidupan perkotaan.

Saat ini, para personel Steven & Coconut Treez tinggal di lokasi yang berjauhan. Steven memilih tinggal di daerah Belitung, sementara Iwan di Bali. Sisanya hidup di Jakarta. Jarak bukan lagi alasan bagi mereka untuk kembali melanjutkan kapal yang sempat berhenti lama. Saat disinggung mengapa memilih Belitung, lagi-lagi Steven menjelaskan bahwa dirinya tidak bisa jauh dari pantai dan kehidupan pulau. Sebuah situasi dan kondisi yang dapat memicu kreativitasnya.

Iklim industri musik, khususnya di ranah reggae antara sepuluh tahun lalu – ketika Steven & Coconut Treez dalam masa jaya dibanding saat ini, tentu berbeda. Steven & Coconut Treez menyadari betul hal itu. Mereka justru melihat ada kemajuan dari penggemar reggae di Indonesia pada saat ini, terutama soal cara memandang reggae. Jika dulu banyak penggemar reggae dan awam menilai musik ini identik dengan ganja, anggapan itu perlahan pudar seiring berkembangnya informasi tentang reggae itu sendiri.

Soal karakter musik, Steven & Coconut Treez tidak ambil pusing. Bagi mereka, reggae tidak harus mencontek mentah-mentah dari Jamaika. Mereka percaya kearifan lokal dapat memberi daya pikat sendiri pada reggae. Untuk itu, Steven & Coconut Treez tidak ambil pusing dengan penilaian orang lain soal kadar kemurnian reggae mereka.

Tidak mesti jadi orang Jamaika untuk main musik reggae, karena masih banyak yang bisa diangkat dari Indonesia. Steven memberi contoh bagaimana reggae di California, Karibia, dan Jepang. Reggae beda-beda, namun organik dengan karakter masing-masing. Bagi Steven, reggae itu budaya.

Kemudian Pallo menambahkan, “Imanez, Steven, Tony Q, itu besar karena reggae Indonesia, kami tidak mencoba menjadi yang lain. Begini aslinya kami.”

Kembalinya Steven & Coconut Treez ibarat keluarga yang bersatu kembali. Steven menggambarkan bahwa mereka telah terikat oleh akad, sehingga terlalu dangkal jika membawa reuni ini hanya ke tataran semata demi uang atau popularitas. Kini mereka mengaku bersatu dalam kedewasaan. Dulu, mereka sempat dibuai ruang lingkup yang tiba-tiba membuatnya terkenal, hingga meninggalkan rumah. Kembali dengan hawa baru, band reggae ini berharap bisa menimbulkan warna baru.

Sumber foto: 267records.com

BACA JUGA - DCDC ShoutOut! Day Highlight : Reggae Ragam Rasa Dari Yakezarasta

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner