A Page About : Maestro Blues Rama Satria Bicara Soal Musik Palsu & Drugs

A Page About : Maestro Blues Rama Satria Bicara Soal Musik Palsu & Drugs

Di balik kehebatannya, Rama justru menjadi wajah lain dari dunia musik Indonesia. Dia tidak memaksakan diri agar mengarahkan sorot lampu kepada dirinya demi popularitas semata. Bagi Rama, blues lebih dari sekadar musik.

Rama Satria Claproth adalah Warga Negara Indonesia berdarah Spanyol. Sepanjang hidupnya, sempat menempuh studi di Berklee College of Music, Jurusan Jimi Hendrix Lab, juga mengenyam pendidikan di The Univeristy School, Amerika Serikat.

Di balik kehebatannya, Rama justru menjadi wajah lain dari dunia musik Indonesia. Dia tidak memaksakan diri agar mengarahkan sorot lampu kepada dirinya demi popularitas semata. Namanya memang samar-samar terdengar, namun dia terus bertahan dengan idealismenya tanpa peduli pandangan orang. Bagi Rama, blues lebih dari sekadar musik. Belajar gitar sejak 9 tahun, lantas musik adalah hidup Rama, sedangkan blues seperti darah yang mengalir di nadinya. Blues sebuah spiritualisme yang hidup dalam dirinya.

Bahkan gitaris sekaligus vokalis Barasuara, Iga Massardi, sempat menyebut nama Rama Satria sebagai guru gitar paling berkesan dalam perjalanan musiknya. Iga yang awalnya sama sekali tidak tahu blues akhirnya dapat banyak hal dari Rama Satria. Bagi Iga, Rama seperti ‘Blues Priest’, sekaligus orang yang bisa jawab A sampai Z tentang musik blues.

Sebagai gitaris yang telah berguru kepada lebih dari 25 maestro gitar dari berbagai genre musik, Rama punya pandangan tersendiri perihal perkembangan musik blues di Indonesia saat ini. Meski mengakui tidak memantau blues di Indonesia secara keseluruhan, Rama merasa ada beberapa musisi yang real memainkan blues, sedangkan yang lain hanya ‘berproklamasi’ diri saja, alias "sok ngaku" Bluesman. Alasannya jelas, bagi Rama, mereka sebenarnya bermain musik jenis pop, atau memainkan blues dengan tidak selayaknya.

Baginya, banyak musisi blues yang gemar mencap/melabelkan dirinya sesuatu yang sebetulnya bukan diri mereka yang sebenarnya. Ini membuatnya prihatin. They do not know who they really are. Mereka bilangnya "komunitas". Rama pribadi melihatnya bukan komunitas, tapi sebagai a "pack". Mental "pack" tersebut punya prinsip, "if you are not with us" maka kamu adalah ancaman atau an outsider, tetapi kalau "if you are with us" maka kamu adalah "a part of us".

Sedangkan Rama has his own seat. Rama Satria was already playing the blues before it was cool. Intinya, perkembangan blues di Indonesia cukup bisa dilihat dari knowledge-nya saja dulu. Rama sangat menyayangkan, kala ternyata Indonesia masih memandang blues di sebatas hanya "Give Me One Reason"-nya Tracy Chapman, "Still Got the Blues"-nya Gary Moore, "Little Wing"-nya Jimi Hendrix, atau "Chevrolet"-nya Robben Ford.

Rama melanjutkan, bahwa blues adalah bahasa tanah. Faktor lingkungan, keimanan, waktu, dan pengalaman-pengalaman pribadi sangat berbicara. Blue is a personal spiritual journey yang pada akhirnya bisa di-share. Tidak seperti di Indonesia yang selalu diserap sebagai "lomba" atau "olimpiade.” Musik khususnya Blues adalah pen-detoks jiwa, bukan seperti pada umumnya di Indonesia yang mentalnya serba "oh, siapa yang lebih jago?”.

Rama menekankan pesannya dalam bermusik, bahwa menjadi palsu itu mudah. Menjadi real, itu yang paling sulit. "Normal" menurut versi diri sendiri, akan selalu membuat diri merasa lebih baik dari pada "normal" menurut versi orang lain. Salah satu mentor Rama bernama Amien Kamil, pernah bilang dan menasihatinya, "Jagalah kewarasanmu baik-baik dan hormatilah kegilaanmu."

Rama sangat bersyukur, Tuhan telah membuat hidupnya ‘terbalik’. Sulit sekali baginya untuk menjadi palsu, dan mudah sekali bagi Rama to stay as real as he can be.

Rama pun sudah sangat tidak percaya, narkoba berpengaruh baik dalam proses kreatif bermusik. Kreativitas dan performance yang jujur adalah kreativitas dan performance yang murni, tanpa hadirnya substance using. Drugs is the downfall of music. Drugs adalah musuh musik. Harus dilepas dan bisa dilepas.

Bersama drugs, Rama justru menjadi insecure. Tidak ada "grip", tidak ada pegangan yang ‘hidup’. Sifat fun-nya hanya temporer, sementara saja, and it brings you to dark places. Kala bersih dari narkoba, Rama merasa lebih bebas, Rama memiliki pegangan “grip” yang nyata dan hidup. Rama pun mensyukuri hal-hal terkecil, be grateful and happier. Secara musikal, justru Rama merasa lebih open. Ia bisa mendengar semuanya menjadi lebih detil dan jelas. Permainan gitarnya menjadi lebih fokus, matang, dan lebih “behave”. The high of being sober is a lot higher, daripada being hign on drugs.

Sumber foto : https://onestopblues.files.wordpress.com

BACA JUGA - Bagi Musik Ini, Gitarmu Adalah Sekantung Teh Celup Bagi Cawan Bernama Pasifik

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner