A Page About  : Menangkap Nilai Estetis Cholil Mahmud Dalam Membuat Lirik

A Page About : Menangkap Nilai Estetis Cholil Mahmud Dalam Membuat Lirik

Cholil banyak melahirkan lirik-lirik lagu yang tidak hanya baik secara estetika bahasanya saja, tapi juga punya makna yang dalam dan melekat dalam ingatan

Pada sebuah wawancara Cholil pernah ditanya oleh seorang wartawan tentang nilai pelajaran bahasa dia ketika dulu di sekolah. Lalu Cholil menjawab jika nilai bahasa di sekolahnya dulu itu dia mendapat angka merah. Mengejutkan karena dari seorang anak yang mendapat nilai merah pada mata pelajaran bahasanya, bisa melahirkan lagu-lagu berbahasa Indonesia yang berbahaya, dengan lirik yang menohok langsung tanpa ampun, bercerita tentang apapun dengan anggukan kepala yang mengiyakan setiap kata yang keluar dalam lagunya. Mulai dari bercerita tentang jatuh cinta itu biasa saja, sampai lagu di udara yang menggetarkan dengan lirik “tapi aku tak pernah mati, tak akan terhenti”, ketika dalam hal ini Munir yang dibungkam dan ‘ditiadakan’ karena terlau nyaring bersuara, menyuarakan keadilan.

Cholil juga punya sisi menarik ketika dia menyajikan lagu cinta, dari sudut pandangnya yang menarik. Beberapa diantaranya pernah dia tuangkan dalam sebuah projek musik bersama Istrinya, yang dia beri nama Indie Art Wedding. Dia menangkap hal-hal yang terjadi dalam hubungan suami istri ke dalam sebuah lagu, dengan mengambil tema besar tentang memaknai hidup dari kacamata seni, yang dalam pemahamannya itu tergambar di lagu “Hidup Itu Pendek, Seni Itu Panjang”.

Bersama rekannya di band Efek Rumah Kaca, Adrian Yunan, Cholil bersinergi melahirkan lirik-lirik lagu, yang tidak hanya baik secara estetika bahasanya saja, tapi juga punya makna yang dalam, seperti misalnya lagu “Putih”, yang terdapat di album sinestesia. Lagu itu punya dua sisi ada dan tiada, yang kemudian diterjemahkan Adrian lewat warna putih. Lagu yang sejatinya bercerita tentang hidup dan mati ini, diolah menjadi fragmen yang menarik, dengan gaya penulisan story telling, dan runut berkisah dari mulai sang tokoh menghadapi kematiannya, lengkap dengan gambaran ketika sang tokoh melihat banyak orang menangisi dirinya yang telah meninggal.

Cholil memerankan dua peranan langsung dalam lagu yang dia buat. Dia berada di dua sisi secara bersamaan sampai lagu itu selesai dia nyanyikan. Simak saja ketika dia bertutur jika dia bosan dengan lagu “Cinta Melulu”, namun setelahnya dia berujar apa karena kuping melayu suka yang mendayu-dayu, jadi suka yang sendu-sendu. Jadi seperti dia berujar bosan, namun dia memaklumi kenapa hal itu bisa terjadi. Atau ketika dia berada dalam satu waktu untuk menunggu hujan reda, sampai memunculkan pelangi setelahnya dalam lagu “Desember”. Kata hujan yang mewakili hati yang sendu dalam balutan gerimis yang turun sedikit demi sedikit, sampai kemudian akhirnya berhenti dan memunculkan pelangi. Seperti sebuah siklus dalam sebuah fragmen dalam hidup, yang dia rangkum dalam sebuah lagu dengan komposisi lirik yang komplit mewakili itu semua.

Foto diambil dari akun instagram pribadi Cholil Mahmud @cholil

BACA JUGA - Addy Gembel: "Saya Butuh Musuh, Ruang Tidak Nyaman, dan Kegelisahan"

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner