The Art of Repetition

The Art of Repetition

Apa yang terjadi ketika kita mendengarkan musik yang berulang-ulang? Atau istilah yang dikenal umum adalah repetisi, apa yang kamu rasakan? Jika kita menyadarinya, kita akan dibawa ke sebuah perjalanan di bawah alam sadar akan hanyut dalam alunan musik tersebut. Sebenarnya teori ini pertama kali bukan ditemukan di ranah musik, karena secara psikologi, untuk 'menghipnotis' seseorang, bisa dilakukan melalui pengulangan kemunculan objek lewat mata dan telinga. Aktivitas pengulangan ini akan 'menghasut' pikiran kita untuk terus mengingat wilayah objek itu secara tidak sadar.

Akhirnya, pengalaman demi pengalaman tentang repitisi berkembang juga di dalam musik. Nettl pernah menulis tentang ini pada tahun 1984, bahwa musical repetition is a powerful tool, bahkan penerapan repetisi ini pun hingga mencapai pada strategi untuk membuat musik yang popular. Dalam musik barat modern dicontohkan lagu “Around the World” milik Daft Punk memiliki repitisi yang tinggi, mulai dari pengulangan lirik dan bass line yang membangun elemen lagu yang simple. Hasilnya, lagu itu sangat popular.

Jauh sebelum itu, masih di musik barat, tahun 1874, Wundt melakukan percobaan tentang musik repetisi ini terhadap pengaruh pikiran manusia. Dia mengundang partisipan yang secara musikal awam terhadap musik untuk mendengarkan lagu yang memiliki repetisi di bagian melodi juga lagu yang sangat minim repitisi. Hasilnya, semua partisipan merasakan kenyamanan dan ingin mengulang lagu yang memiliki repetisi tersebut. Lalu muncul lah buku Repetition, Music and Mind karya Margulis yang secara detil membahas tentang pengaruh musik repetisi tersebut terhadap pikiran.

Ada sebuah kondisi dan juga salah satu sifat yang dimiliki oleh pikiran bawah sadar kita, yang kekuatannya lebih besar 9 kali lipat dibandingkan pikiran sadar, kondisi tersebut yaitu repetisi. Apapun informasi yang masuk ke dalam pikiran bawah sadar kita secara repetisi, maka informasi tersebut akan mengendap sangat lama dan jika diikuti dengan emosi yang mendalam, maka akan tertahan sangat dalam di pikiran kita. Subkultur musik psycho trance lebih memahami kondisi ini, di mana musik-musik yang berkembang di subkultur ini secara besar memiliki repetisi di setiap strukturnya dan secara aktif diikuti oleh pendengarnya.

BACA JUGA - Pentingnya Kesadaran Eksplorasi

Bagi Margulis, seorang music psychologist, secara tidak sadar 90% musik yang kita dengarkan adalah musik yang memiliki beberapa bagian yang sebelumnya kita dengarkan. Karakter sound-nya, beberapa riffs-nya, atmosfernya dan lain-lain. Kita merindukan mereka semua, sehingga pikiran kita memang terbiasa dengan repetisi, dengan kenangan, dengan memori. Oleh karena itu, musik-musik dengan repetisi di dalamnya mampu memengaruhi kita lebih cepat secara psikologis.

Kerennya, jauh sebelum ilmuwan barat meneliti hal ini, kita, bangsa Indonesia memiliki musik tradisional yang menerapkan teknik repetisi ini sejak zaman kerajaan. Kesadaran tentang pengaruh musik repetisi terhadap pikiran manusia ini sudah dijalankan oleh leluhur-leluhur kita untuk sebuah kondisi yang transendental, beyond. Salah satu contohnya adalah musik Tarawangsa di Jawa Barat. Kesenian tradisional ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Sumedang dan masih digunakan hingga sekarang untuk ritual-ritual. Bayangkan pengetahuan mereka terhadap pengaruh musik repetisi ini sudah mengetahuinya sejak dulu, bahwa pengaruh musik repetisi ini bisa mengawang-ngawang, bisa memengaruhi seseorang untuk mengalami transendental, memperlancar 'komunikasi' dengan yang Maha. Jadi, sudah sejak dulu memang musik yang repetisi itu bisa memengaruhi pikiran kita, dan jangan heran jika kita masih terus 'ketagihan' untuk mendengarkan musik yang sama, menikmati bagian tertentu di lagu yang sama, dan melamun ketika mengikuti irama atau beat yang diulang-ulang.

Images: reword.ca

Writer
New Media Artist
Song Writer
Traveller

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner