International Indonesia Metal

International Indonesia Metal

Pasca Insiden Sabtu Kelabu Tragedi AACC 2008, pergerakan ranah musik metal di Indonesia—khususnya di Bandung—secara gencar mengalami pemaknaan ulang. Kesadaran baru mengenai ranah musik ini kembali dirumuskan. Pembangunan infrastruktur baik itu secara fisik mau pun ideologis mulai dirancang secara sadar. Sementara itu secara kuantitas, ranah musik ini terus berkembang dan diwarnai wajah-wajah muda, menandai regenerasi yang bagus di ranah musik metal. Kebutuhan ruang pergelaran untuk generasi muda semakin menguat dan di saat yang sama, kesadaran bahwa patronasi merupakan kondisi yang kontra-produktif untuk mewadahi proses ini membuat para pionir ranah musik metal berkomitmen satu hal : butuh ruang jelajah baru bagi band-band yang penguasa panggung-panggung Indonesia. Dan ruang jelajah baru itu tentu saja adalah ranah musik metal internasional.

Oleh Kimun666

Pergerakan fenomenal yang terjadi tahun 2000an tentu saja dilakukan oleh band Krass Kepala yang melakukan tur 16 kota Eropa tahun 2007 dan berhasil membina jaringan dengan ranah musik punk Eropa. Satu tahun kemudian band grindcore Noxa tampil di Tusca Open Air 2008 di Finlandia dan pergerakan ini lalu dikukuhkan oleh tur Burgerkill Invasion of Noise Western Australia Tour 2009 yang digelar oleh Burgerkill ke Perth Australia. Dalam tur ini Burgerkill tampil di Mandurah, Bunbury, Northbridge, Fremantle, North Perth, dan menutup tur mereka dengan tampil di Soundwaves Festival di Perth. Setelah Australia, di tahun yang sama Burgerkill menggebrak tur Asia dan tampil di kota-kota di Malaysia dan Singapura. Tahun 2011, Burgerkill diundang untuk tampil di festival besar Big Day Out 2011 di Perth Australia. Untuk itu Burgerkill kembali merancang tur Invasion of Noise II 2011. Noxa kemudian tampil lagi di Finlandia tahun 2013, Amerika tahun 2014, dan berencana tampil di Maryland Deathfest Mei 2015. Tak ketinggalan, band veteran Ujungberung Rebels, Jasad, juga tahun 2014 menggelar tur Asia dan pada tur Asia selanjutnya di tahun 2015 mereka tampil di Obscene Festival. Sebelumnya, tahun 2013, band death metal Siksa Kubur melakukan tur Asia dan juga tampil di festiva yang sama.

Di masa ini, hubungan antara ranah musik metal dengan dunia industri dan perusahaan-perusahaan juga semakin erat. Diawali dengan digelarnya kembali Bandung Berisik V tahun 2011 setelah tujuh tahun absen, pergelaran-pergelaran musik metal skala besar di Indonesia mulai muncul dan semakin memantapkan posisi band-band yang sudah ada sebelumnya. Perhelartan-perhelatan yang menampilkan peningkatan kualitas pergelaran ini juga membuat band-band metal Indonesia semakin banyak belajar banyak hal mengenai produksi dan kualitas terbaik yang bia dicapai dalam menampilkan sebuah pertunjukan. Dengan banyaknya ajang ini semakin mengasah dan menunjukkan kualitas sebenarnya band-band metal kita yang ternyata tidak kalah dengan band-band luar negeri pada umumnya. Pergelaran Hammersonic, Rock In Solo, Rock In Celebes, dan pergelaran lain mampu menunjukkan itu. Bukan hanya headliner band-band internasional yang mendominasi line-up utama, namun juga menunjukan kualitas band-band lokal yang tampil mendukung pergelaran dan mencicipi bagaimana pergelaran beraroma industri musik skala besar baiknya digelar dan mempersiapkan mereka dalam percaturan industri tanah air berskala global.

Gairah ini juga ditambah dengan kedatangan para penulis dan peneliti musik metal dari luar negeri seperti John Resborn dan Lena Resborn dari Swedia, Jorg Bruggeman dari Jerman, Kieran James dari Amerika, dan Philip Heilmeyer dari Jerman yang menunjukkan antusiasme yang tinggi bagi ranah musik metal Indonesia. Dalam pandangan mereka, band-band Indonesia jika hidup di Eropa maka niscaya akan sudah menjadi rockstar betulan. Informasi mengenai ranah musik metal Indonesia yang sangat menjanjikan bagi dunia semakin tersebar secara massif ketika jurnalis Dom Lawson dari Metal Hammer datang ke Indonesia dan menyaksikan sendiri kedahsyatan metal Indonesia melalui pergelaran Bandung Berisik 2012.

Pada gilirannya, kedatangan Dom Lawson membawa angin informasi yang segar mengenai permetalan Indonesia ke daratan Eropa. Ia menulis ulasan panjang mengenai Bandung Berisik dan ranah musik metal Indonesia di Metal Hammer, secara berkala mengelola informasi mengenai ranah musik ini, dan kemudian menjadi salah satu jendela informasi mengenai ranah musik metal Indonesia bagi dunia. Peran Metal Hammer untuk ranah musik metal Idonesia semakin mengemuka ketika Burgerkill mendapat penghargaan Hammer Golden Gods Awards 2013 kategori “Metal As Fuck” mengalahkan Nergal Behemoth, Jason Newsted, Sea Shepherd, dan Pussy Riot. Kategori ini diberikan kepada band atau musisi yang memiiki andil yang kuat dalam membangun komunitas dan ranah musik metal di negaranya masing-masing.

Dua tahun kemudian, giliran Godless Symptons yang masuk nominasi Metal Hammer Golden Gods 2014, untuk kategori “Global Metal Award”, bersaing dengan Skyharbor, From The Vastland, dan Skiltron. Walau pun Godless Symptons gagal memenangkan penghargaan ini, namun ini semakin mengukuhkan Indonesia di percaturan metal internasional. Sebelumnya, band muda menjanjikan, Nemesis juga masuk nominasi mendapatkan pengharaan internasional. Kali ini Nemesis mendapat kesempatan bertarung di ajang Global Metal Apocalypse Awards 2013 kategori “Breakthrough Asian Band” besaing dengan Black Infinity (Vietnam), Clandestined (Japan), Enmachined (Bangladesh), Frosty Eve (China), Funera in Heaven (Srilanka), Masquerader (Taiwan), Nonserviam (Malaysia), Reptilian Death (India), dan Sodomophilia (Irak).

Yang terbaru adalah rencana saya, Burgerkill, dan Jasad yang akan melakukan tur Eropa tahun 2015 ini. Saya rencananya akan hadir dan berbicara di Modern Heavy Metal Conference, di Helsinki, Finlandia bersama kawan saya, Felencia Hutabarat—akrab disapa Ellen, tanggal 8 sampai 14 Juni 2015. Dalam konferensi ini saya dan Ellen akan mempresentasikan sebuah paper berjudul “Market Development Using Community Shared Values : The Story of Burgerkill”, mengupas strategi marketing Burgerkill sebagai model pengembangan perekonomian ranah musik metal Indonesia. Modern Heavy Metal Conference 2015 sendiri bertajuk “Modern Heavy Metal : Markets, Practices and Cultures; International Academic Research Conference”, digelar oleh Aalto University School of Business bersama University of Helsinki, University of Turku, Sibelius Academy/University of the Arts Helsinki, Åbo Akademi, University in Turku; Finnish Jazz & Pop Archive, dan International Society for Metal Music Studies (ISMMS).

Sementara itu, pertengahan 2015 Burgerkill dan Jasad juga berencana menggelar tur Eropa seiring dengan rencana penampilan mereka di Bloodstock Open Air Festival Agustus 2015. Di festival yang digelar empat hari di awal Agustus 2015 ini Burgerkill dan Jasad tampil bersama Rob Zombie, Within Temptation, Trivium, Opeth, Sabaton, Black Label Society, Canibal Corpse, Death DTA, Sepultura, Dark Angel, Armored Saint, Overkill, Belphegor, Propain, Enslaved, Wolf, Napalm Death, Fleshgod Apocalipsed, Godflesh, dan masih banyak lagi band-band metal internasional. Sebelumnya, Burgerkill akan tampil di Wacken Open Air 2015 yang selama ini menjadi kiblat festival bagi Bandung Berisik, festival yang memiliki akar yang sama dengan Burgerkill : Ujungberung Rebels. Di Wacken, Burgerkill tampil bersama Amorphis, In Flames, Savatage, Running Wild, Trans Siberian Orchestra, Sabaton, In Extremo, Udo, Death Angel, Power Wolf, Sepultura, Kataklysm, dan lain-lain. Festival ini digelar selama dua hari dari akhir Juli hingga awal Agustus 2015.

Tentu saja masih banyak terobosan-terobosan yang tidak tersebutkan dalam tulisan ini dan apa yang mereka lakukan semua mengarah kepada satu hal : membuka gerbang-gerbang kemungkinan lain dalam menjelajahi ranah musik metal di luaran sana. Dan satu lagi : bahwa kualitas kita ternyata setara dengan band-band di luaran sana. Bahkan dalam beberapa titik ketahanan dan spirit membangun komunitas dan ranah musik, band-band kita jauh memiliki pride terhadap komunalisme dengan sistem sendiri yang sejauh ini berfungsi dengan baik dan menjadi dasar-dasar pergerakan musik indepdenden Indonesia. Band-band yang usianya lebih dari satu dekade bahkan mampu menciptakan kemapanan dan kesadaran lokalitas yang kuat di kalangan ranah musik metal Indonesia dan membangun banyak hal dari kesadaran tersebut.

Lalu saya kemudian membukakan lembar-lembar keindonesiaan saya. Berapa titik kekhawatiran sempat muncul. Terbitlah pertanyaan-pertanyaan siapkah kita dengan pergaulan global sehingga kita tetap mampu berdiri sejajar dengan kawanan sepermetalan dari dunia sana? Mampukah kita menetapkan diri menjadi tuan rumah di negeri sendiri? Dan jika mampu, mampukah kita menjadi tuan rumah yang baik? Apakah ini kepanjangan tangan dari bentuk hegemoni industri global terhadap tanah air saya? Apakah ini bentuk yang lebih jauh dari “perang” antara “industri” dan “komunitas”? Sudah taktis dan strategiskah infrastruktur fisik dan mental yang ada di ranah musik ini mendukung band-band Indonesia untuk memposisikan mereka berjalan berdampingan dengan band-band internasional tak sekedar jadi pengekor? Pertanyaan-pertanyaan terus berdengung di bawah sana seperti kala pergelaran musik berbasis komunitas diperbesar skala pergelaran dan pergaulannya dan saya terombang-ambing di dalamnya.

Namun kemudian saya seperti terhempas ke waktu seperempat abad yang lampau kala saya menonton Jasad di Lapangan Alun Alun Ujungberung. Kala itu saya kelas satu SMP dan dengan takjub saya melihat mereka. Dalam dominasi band-band ala-ala Skidrow, Scorpion, Bon Jovi, Guns N Roses, dan Metallica, Jasad tampil garang menggeber paggung dengan musik thrash mendekati death metal. Mereka tak menjadi band “ala”. Mereka begitu nyata dan hadir sebagai diri sendiri dan mau tak mau saya akui mereka menggugah. Lima tahun kemudian—dua puluh tahun lalu—saya mendapati diri saya sedang membangun Burgerkill bersama Eben dan Scumbag. Di tengah berbagai guncangan, saya ingat tak banyak pertanyan terlontar, selain satu kredo yang hingga kini terrajah di dalam dada : hajar terus jalanan!

\m/ \m/ \m/

Iman Rahman Angga Kusumah aka Kimun666

Sebagai salah satu pendiri band BURGERKILL dan hidupi di skena musik keras independen sejak tahun 1994, Kimung sampai saat adalah sosok yang terus mendalami kultur independen dan kultur sunda . Naluri Kimung tak pernah surut untuk terus merespon dan mendokumentasikan dinamika kultur independen ini khususnya dalam bentuk  karya tulisan. Sebuah masterpiece telah di telurkan Kimung kedalam bentuk buku yang berjudul 'Ujung Berung Rebel', sebuah buku yang memberi bukti dan jejak bahwa generasi 90an sangat berpengaruh besar bagi skena kultur independen Indonesia. Kini Kimung hadir di DC (DjarumCoklat.com) untuk menularkan semangat dan pemikirannya bagi para penghuni kultur Independen generasi sekarang.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner