Indonesian Rock : Early Stages

Indonesian Rock : Early Stages

If I could stick a knife in my heart
Suicide right on stage
Would it be enough for your teenage lust
Would it help to ease the pain?
Ease your brain?

(I Know It’s Only Rock N Roll – The Rolling Stones)

Banyak bermunculannya grup musik-grup musik baru di Indonesia akhir-akhir ini, atau setidaknya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini semakin menambah ramai kancah music Indonesia, menambah pertemanan dan persaudaraan, meskipun tidak bisa dipungkiri, juga menambah persaingan dan bahkan perseteruan, termasuk malah permusuhan di antara para pelakunya. Dengan berbagai macam alasan, masing-masing pelaku saling mengutarakan rasa ketidaksukaannya, bahkan kebencian secara terbuka. Beberapa ada yang memang serius, tetapi ada juga yang ternyata hanya sebuah cara untuk memancing perhatian publik dan media untuk nantinya bisa mendongkrak popularitas, yang ujung-ujungnya adalah peningkatan intensitas orderan untuk tampil. Pemasukan. Keuangan.

Di segmen music rock sendiri hal seperti ini juga berlaku. Bahkan jauh di tahun-tahun yang lalu. Malah bisa dibilang, kondisi seperti itu jauh lebih sengit dan bisa dibilang jauh lebih frontal dan kasar. Kalau kita kembali ke tahun 70an awal, dimana seperti yang sudah saya paparkan sedikit di tulisan yang sebelumnya, bahwa awal tahun 70an adalah waktu dimana musik rock mulai berkembang pesat, dari berbagai segi dan elemen. Selain dari segi materi lagu, konten atau tema lagu, fashion, sound dan community culture-nya, ada satu hal lagi yang menjadi bahan cerita yang menarik. Di masa-masa tersebut adalah sebuah hal yang sangat sangat berarti untuk tampil di depan publik secara menarik, esentrik, unik dan kalau perlu, fenomenal & controversial. Kalau di dunia music rock luar negeri ada The Who, Jimi Hendrix, The Animals yang selalu tampil dengan gaya yang liar, kasar dan terkadang brutal, seperti membanting gitar, berguling-guling di panggung, menjilat gitar dan lainnya, atau Black Sabbath dengan Ozzy Osbourne-nya yang seperti Alice Cooper selalu tampil dengan tema mistik / horror, berdarah-darah, menggantung diri, bahkan yang kontroversial adalah meminum darah kelelawar dan menyembelih kelinci di atas panggung, hingga menimbulkan reaksi dari massa dan media, termasuk dari pemerintah yang sangat mengecam perilaku yang dianggap barbar tersebut.

Buruknya adalah ketika  mengkonsumsi narkoba dan alkohol secara berlebihan untuk melaksanakan semua itu. Kondisi teler & mabuk dianggap bisa membuat penampilan menjadi lebih mantap dan maksimal.  Padahal niatnya adalah melakukan hal-hal tersebut hanya untuk penampilan semata, dengan harapan bisa mengundang decak kagum dari penonton, dan menjadi bahan pembicaraan di kemudian hari, yang ternyata memang terbukti, hal-hal tersebut hingga sekarang tetap menjadi bahan pembicaraan.

Di Indonesia, tindakan-tindakan seperti itu juga menjadi hal yang sangat diandalkan oleh para pemusik-pemusik rock di masa itu. Selain kemampuan bermain musik yang sangat mumpuni, aksi panggung yang gila–gilaan, banyak hal-hal negatif yang juga diadaptasi untuk melengkapi label rockstar yang saat itu memang menjadi target utama dari rata-rata pelaku musik rock di tanah air.

Terlepas dari kelanjutan peraturan pemerintahan presiden Soekarno di tahun 60an yang melarang segala hal yang berbau kebarat-baratan, kemunculan band-band rock di tanah air dengan segala macam aksi fenomenal dan kontroversialnya tetap tidak bisa ditahan. Sejak era Koes Plus, jenis musik rock sebenarnya sudah diperkenalkan secara tidak langsung. Istilah musik Ngik Ngok yang dikecam oleh Soekarno yang kemudian diadaptasi oleh Koes Plus adalah cikal bakal musik rock di Indonesia.  Lagu 'Kelelawar'  misalnya, dianggap sebagai titik awal era musik rock atau kemudian dikenal di Indonesia dengan nama musik cadas.

Berbagai upaya dilakukan untuk menyiasati apa yang dilarang pemerintah, dan juga untuk meraih perhatian publik. Malah ada beberapa yang akhirnya melupakan elemen pentingnya yaitu faktor musikalitas. Nama-nama seperti AKA, Terncem, Rawa Rontek, Bentoel Band, Rollies, Godbless, Giant Step, Freedom Of Rhapsodia, The BRIMS dan banyak lagi mulai berkompetisi (dalam arti yang sebenarnya) sejalan dengan mulai terbukanya pintu informasi di awal 70an. Jika jenis musik Rock n Roll (Indo Rock) yang dipelopori oleh The Tielman Brothers dan The Beatles banyak menginspirasi dan mengilhami musisi-musisi rock Indonesia tahun 60an,  pada tahun 70an ini ada dua band cikal bakal musik rock beraliran lebih kearah Heavy Metal untuk dijadikan panutan para pemusik rock di Indonesia: Led Zeppelin (Inggris) dan Deep Purple  (Amerika). Keduanya menjadi salah satu kiblat musik rock saat itu. Selain musisi rock tahun 70an juga banyak yang mendalami jenis musik progressif rock (Art Rock) dengan mengambil pengaruh dari band-band seperti YES, Genesis, Pink Floyd dan lain-lain.

Satu hal penting yang terjadi di masa itu, era 70an hingga sekitar 80an awal adalah suasana persaingan diantara para musisi yang sarana untuk merebut perhatian publik. Perseteruan panas dan bahkan permusuhan yang terkadang membuat bingung apakah memang benar-benar terjadi ataukah hannya sekedar usaha mencari dan mendongkrak popularitas belaka. Ketika terjadi perselisihan kecil antara band Cockpit yang dimotori oleh alm. Freddy Tamaela dengan Bharata band, yang hanya karena alas an yang mungkin menurut kita-kita di masa sekarang adalah sangat sepele, yaitu masalah selera musik. Cockpit yang memang saat itu di sebut sebagai “Genesis”-nya Indonesia, merasa tersinggung ketika harus tampil sepanggung dengan Bharata, yang saat itu adalah “The Beatles”-nya Indonesia, dan ternyata penonton yang jumlahnya ribuan lebih memilih Bharata sebagai idola mereka, yang memang kalau berdasarkan fakta saat itu, The Beatles memang jauh lebih popular dibanding Genesis.

Masih banyak juga perseteruan-perseturuan lain yang terjadi di dunia musik rock Indonesia di tahun 70-80an. Semua berlomba menjadi yang terbaik, terpopuler, ter-fenomenal bahkan ter-kontroversial, dan yang pasti terkaya. Tetapi, terlepas dari itu, di tahun 70-80an ini juga banyak menghasilkan musisi-musisi hebat, berbakat, yang menjadi pelopor berkembangnya musik rock di Indonesia. Ahmad Albar, Alm.Gito Rollies, Alm.Deddy Stanzah, Fariz RM, Benny Soebardja, Keenan Nasution, Jockie Soerjoprajogo, Alm.Chrisye dan masih sangat banyak lagi. Mereka banyak memberikan pengaruh terhadap perkembangan musik, terutama rock, di masa sekarang, yang sayangnnya, banyak yang disadari oleh para pelaku musik di masa sekarang.

Sumber photo : google & Aktuil The Legend (ATL)

Bassist of:
Pure Saturday
D'Ubz Bandung
A4/Akustun Band

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner