Fenomena Rilisan Piringan Hitam Indonesia

Fenomena Rilisan Piringan Hitam Indonesia

Beberapa tahun terakhir ini berhembus angin segar di dunia musik Indonesia, pada saat semua musisi dan kalangan industri musik mengeluh dengan penjualan rilisan fisik (kaset dan cd) mengalami penurunan drastis, pembajakan lagu merajalela dan bahkan penggratisan download lagu-lagu baru pun tidak menarik lagi bagi pendengar luas.

Terjadilah fenomena menarik dimana band-band independent mulai merilis produk berupa piringan hitam yang akrab disebut plat atau vinyls.

Hampir semua band independent legendaris dari kota Bandung, Bali dan Jakarta merilis ulang albumnya dalam bentuk piringan hitam ini, ada juga dalam bentuk piringan berwarna-warni atau pun piringan bergambar yang biasa disebut picture-disc. Seperti yg dirilis oleh band Deadsquad, Superman is Dead merilis kompilasi lagu-lagu 'rarities' nya juga dalam bentuk vinyl, tidak hanya rilisan piringan hitamnya yang istimewa, kemasan kover dan packagingnya juga sangat spesial dan mewah.

Hal ini menandakan semakin tingginya tingkat keseriusan musisi dan seniman untuk memproduksi karya seninya dalam bentuk rilisan fisik.

Coklatfriends mungkin bisa googling sendiri band-band seperti Mocca, The Upstairs, The Sigit, White Shoes, dan masih banyak nama besar lainnya untuk melihat produk - produk piringan hitam dan rilisan fisik mereka. Salah satu yang paling mewah kemasannya adalah rilisan vinyl dari band metal bernama Suri, kabarnya hanya diproduksi sangat terbatas dan sekarang sudah sangat sulit untuk mendapatkannya pula.

Fenomena ini cukup spektakular untuk saya bahas, karena selama ini penjualan rilisan fisik berupa cd / kaset / vinyls dan merchandise (t-shirts, jaket, topi, tas ransel dsbnya) hanya didominasi oleh band - band dengan musik bernuansa heavy-metal. Atau band - band lokal yang musiknya keras, berdistorsi dan katagori 'susah jual' yang memang sejak awal mendapatkan fans militan dengan berjualan atau trading barang - barang rilisan fisik bandnya sendiri.

Dari gossip dan berita yang saya dengar bahkan penjualan vinyls The Upstairs dan Mocca habis dalam waktu beberapa jam saja, hal ini sangatlah super spekttaaa!!! karena jaman sekarang buat jualan baso yang super enak dan super murah pun belum tentu bisa ludes dalam waktu sekian jam...taapipaaak...apakah hal tersebut benar-benar terjadi atau mungkin juga taktik dagang dari band dan label rekamannya saya tidak tahu.

Sejak 20 tahun yang lalu saya berjual - beli vinyls dan segala macam tetek bengeknya baru sekarang ada fenomena jualan rilisan fisik sampe habis keakarakarnya, sulit dipercaya tapi nyata atau semoga fenomena ini nyata, karena sangat disayangkan bila cuman ngaku - ngaku barang sold - out tapi ternyata masih banyak tersimpan di gudang doang. Saya cukup yakin dengan penjualan piringan hitam ini karena saya sendiri bila telat mendapatkan info tentang rilisan vinyls band-band lokal tersebut akan cukup sulit mencarinya di kemudian hari.

Fenomena berikutnya yang terjadi adalah mahalnya harga vinyls band-band indonesia, hampir semua band yang merilis vinyl harganya berkisar dari 200 ribu – 500 ribu rupiah, harga tersebut bisa dijadikan standar harga album piringan hitam yang berisi 1 atau 2 piringan. Harga ini juga standar rata - rata harga album-album musisi internasional. Dan yang sangat menakjubkan adalah di saat vinyl tersebut habis di saat peluncurannya harganya semakin melambung tinggi, di lapak - lapak dagang acara “Record Store Day” kita bisa mendapatkan albumnya band Pandai Besi seharga di atas 5 juta rupiah.

Apakah hal tersebut hanya gossip? Tentunya tidak, karena saya kenal dengan pembelinya. Mengapa bisa terjadi? Mengapa mau - maunya membeli dengan harga semahal itu? Saya sendiri tidak tahu, yang saya tahu pasti adalah dari beberapa plat nya Pandai Besi untuk album yang sama hasilnya. Suaranya terdengar ngegulung seperti pita kaset yang kusut, bahkan pada turntable dengan jarum yang spesifik album tersebut tidak bisa diputar karena jarumnya tergelincir terus tidak bisa membaca piringannya.

Cacat produksi dari piringan seperti di atas kemungkinan terjadi karena ( biasanya ) penggandaaan piringan hitam yang murah yang biasanya dilakukan di tempat-tempat produksi Eropa bagian timur, tapi tentunya hal ini tidak berdampak mengurangi minat pembeli album tersebut. Atau setidaknya belum berdampak ke arah sana, setidaknya saya sendiri tetap berminat membeli rilisan vinyls lokal berapapun harganya selama saya suka.

Harga yang tinggi bukan saja didominasi oleh musisi yang telah saya sebutkan tadi, harga fantastika ini juga berlaku bagi piringan-piringan hitam lokal masa lalu. Album-album abadi dari musisi mainstream Indonesia juga mengalami peningkatan harga yang cukup signifikan, dibandingkan harga piringan hitam lokal jaman sekitaran tahun 90-an atau awal 2000-an saya biasa membeli album lokal dengan harga di bawah 20 ribu. Bahkan jaman dulu saya pernah beli 3 lemari penuh album-album Indonesia ternama hanya dengan uang 10 juta rupiah, kalo dihitung mungkin satu albumnya enggak sampai 5000 rupiah.

Sekarang album apapun dari musisi Indonesia siapapun harga pasarannya di atas 200 ribu rupiah itupun dengan kover yang lecek dan piringan yang gak bisa dibilang mulus, untuk album yang kondisinya cukup manis harganya bisa 600 ribu, sedangkan untuk kondisi 'mint' atau mulus pedagang bisa minta di atas 2 juta rupiah.
Harga segitu apakah ada yang beli?

ADA!!!

Para penikmat vinyls ini juga yang membuat perdagangan menjadi ramai, mereka memamerkan foto - foto album apa saja yang mereka dengar setiap harinya lewat instagram, facebook dan platform sosial media lainnya. Banyak  juga bloggers dan penulis yang membedah musik khusus dari pandangan fanatik penikmat media analog ini, tidak lupa juga almarhum mas Denny Sakrie yang sejak entah tahun berapa selalu membahas musik dan piringan hitam Indonesia.

Apakah sedemikian bagusnyakah kualitas suara sebuah piringan hitam dibandingkan kaset cd atau MP3?

Tidak selalu.

Khususnya untuk vinyls lokal hampir semuanya belum bisa dibilang kualitasnya berkelas. Bila soundsistem yang pembaca miliki terbilang pas - pasan maka saat mendengarkan piringan hitam dari band-band lokal ini akan terasa lebih bagus dari sekedar mendengarkannya dari cd ataupun MP3 karena pengaruh eksotika dan citarasa keren dari vinyls tersebut sangat mempengaruhi selera yang terbentuk oleh otak pendengar.

Taapiippaakk... bila kita mendengarkannya di habitat soundsistem yang mewah atau profesional, hampir semua rilisan vinyls Indonesia ini bisa dibilang tidak ada dimensinya, suaranya datar, terutama karena sistem rekaman dan mastering yang belum tertata dengan baik. Apalagi untuk suara-suara yang mengandung overdrive dan distorsi bisa dibilang semua gitaris terjebak dengan keinginan untuk hasil suara yang 'najong' atau punchy atau 'in your face' yang mana membuat lagu - lagunya yang enak didengarkan di area digital, menjadi terdengar berantakan saat saya dengarkan di environment sound sistem analog yang mewah ini.

Sehiinggaaa...paling aman mendengarkan vinyls lokal adalah musik-musik dari band masa kini yang di dalam lagunya tidak mengandung komposisi overdriven atau distorted gitar / bass / vokal. Semuanya balik lagi ke selera masing-masing.

Pada akhirnya kualitas suara dan kualitas musik ataupun artworks dari sebuah rilisan fisik berupa piringan hitam ini akan menjadi idealisme masing-masing musisi dan tentunya pencinta musik itu sendiri, yang berani membayar angka yang spektakular untuk produk kecintaannya.

Mungkin banyak omongan mencibir yang menyebut pencinta vinyls ini dengan kata hipster atau newbie, mengolok - ngolok ikutan trend atau sok - sok keren dengerin sistem analog, cuekin aja yes, saya sendiri udah 30 tahun jadi hipster dan sok - sok keren dan banyak juga sahabat saya oom oom tua bangka yang udah 60 tahun jadi hipster dan tetep akan menjadi hipster sampai selama - lamanyaaa...

AMIN

Sumber Foto :

Otong Koil Docs.

 

Julius Aryo Verdijantoro aka Otong KOIL aka Midiahn

Vokalis / gitaris / lyricist dari band industrial KOIL dari Bandung, yang terbentuk sejak 1993.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner