Bungkusan yang disegel ‘Fetish Art’

Bungkusan yang disegel ‘Fetish Art’

Words by Angkuy

Sore itu saya menelusuri salah satu jalanan di Kota Bandung, hampir sepanjang 50 meter, jalanan dekat Mesjid Agung itu memajang menu-menu menarik, ribuan majalah luar biasa dengan bonus debu dan bau khas dari majalah bekas. Tapi tidak sedikit saya menemukan ratusan buku bahkan majalah kondisi baru. Berhasil ‘menyelam’ dengan panorama tema yang indah ditumpukkan majalah-majalah tersebut, saya menemukan istilah ‘Fetish Art’ dengan kerutan di dahi dan senyuman penasaran, bergegas saya membungkus beberapa buku dan majalah sambil tidak sabar untuk melihat ‘daleman’ Fetish Art.

Ditemani teh hangat dan Willamette album Always in Postscript untuk membuka bungkusan pertama ‘Fetish Art’, bahwa Fetish Art merupakan bagian dari creative works yang menggambarkan manusia dalam keadaan fetishistic seperti bondage, BDSM, transvestism, domination atau kombinasi di antaranya, tapi bisa juga untuk arena kondisi lainnya (yang tentu saja dengan karakter yang serupa). Banyak sekali karya-karya klasik tahun 1940-an, 50-an dan 60-an yang bagi beberapa media disebut juga sebagai era fetish, di mana ada istilah ‘Fetish Artist’ seperti Eric Stanton dan Gene Bilbrew yang pernah bekerja di sebuah perusahaan film dan photography milik Irving Klaw yang mungkin mereka adalah salah satu orang yang menjadi referensi dari istilah ‘Fetish Art’. Saya mencoba menelusuri perusahaan itu dan saya menemukan nama “Movie Star News” dan “Nutrix” milik Irving Klaw.

Bagaimana pun, Irving Klaw sudah dikenal sebagai seseorang yang menjalankan bisnis penjualan foto dan film dengan sistem mail-order sejak tahun 1940-60-an, dan tentu saja perempuan adalah objeknya, dalam artian model (yang kadang-kadang) bondage. Dari sinilah lahir istilah ‘Fetish Photographer’ and one of his models, Bettie Page menjadi bondage model pertama di dunia yang sangat terkenal. Dalam buku Edward Shorter (2005) yang berjudul Written in The Flesh: a History of Desire menuliskan beberapa majalah fetish yang mulai bermunculan, tahun 1954, John Coutts atau sering dikenal dengan nama John Willie adalah salah seorang yang berjasa di “Bizarre Magazine” yang kemudian lahirlah term ‘Fetish Magazines’ selain itu ada John Sutcliffe dari “Atomage Magazine”. Pasar dari karakter majalah dengan sajian fetish ini semakin besar, tahun 1970 dan 1980, fetish artist lainnya, Robert Bishop merilis bondage magazine bahkan ada sebuah awarding khusus untuk sebuah creative works di arena fetish art, yaitu SIGNY Award.

Karakter dan struktur seni di arena fetish ini kembali menyebar tidak hanya di film dan fotografi, Joseph W. Slade dalam bukunya yang berjudul Pornography and Sexual Representation: a Reference Guide tahun 2001 menjelaskan tentang creative works industry untuk fetish ini mulai berkembang di media bacaan comic. Beberapa perempuan dengan anggun plus fetish outfits di beberapa bagian comic ternyata mampu menjadi trigger untuk penjualan yang massive, khususnya teenage male comics. Tahun 1950-an, comic di Amerika mulai dijual dengan karakter fetish di bagian cover dan (tentu saja) kontennya, comics tersebut mulai terpajang ‘menarik’ di etalase-etalase toko.

Di tahun yang sama, fetish artist yang mulai terinspirasi dengan karakter fetish kartun, George Petty dan Alberto mulai memasukkan unsur-unsur kartun tersebut sebagai ilustrasi di beberapa majalah seperti “Playboy” dan “Esquire”, sampai akhirnya lahirlah sebuah ‘penampakkan’ yang tampak ‘biasa’ hasil dari perkawinan fetish art dengan creative works cartoon, yaitu Catwoman. Lengkap dengan catsuit-wearing, latex dan whip-wielding-nya, Catwoman dianggap sebagai “an icon of fetish art” seperti yang tersirat dalam buku Modern Amazons: Warrior Women on Screen (2006).

Dalam buku Soaked!: A Watersports Handbook for Men tahun 2004 menjelaskan tentang beberapa hal dalam arena fetish yang ditumpahkan ke dalam ranah seni mulai disajikan dengan eksplisit sebagai bagian dari biologis dan sosiologis masyarakat. Tom Finland, Matt and The Hun adalah beberapa orang (yang tentu saja fetish artist) yang pernah menciptakan karya fetish berupa ‘urine fetishism’ atau istilahnya ‘watersports’. Dari sini saya kembali membuka bungkusan pertama tentang ‘Fetish Art’ dimana di sana ada istilah ‘fetishistic’ sebuah istilah yang menunjuk jelas terhadap ‘wajah’ sexual fetish. ‘Fetish Art’ kembali mendapat pilihan baru yang sudah bukan hanya menampilkan objek dengan fetish clothing seperti undergarments, stockings, high heels, corsets atau boots, tetapi sudah secara ekplisit menampilkan objek dengan karakter dominatrix. Wow, apa itu dominatrix? Ternyata ini adalah kondisi atau adegan dimana perempuan memiliki dominan yang tinggi terhadap aktivitas fetish.

Membaca literatur tentang Fetish Art ini saya dipertemukan dengan banyak arena baru, seperti ‘Erotic Art’ dan mulai penasaran dengan arena pornography dan atau nude-art. Tetapi fetish art lebih memiliki proximity psikologis dengan adrenalin yang menarik, karena batasannya jelas secara psikologis, dan batasannya jelas secara literatur yang tersirat dan tersurat. Saya berpikir, mungkin karena faktor ini juga ketika mainstream fine artist seperti Allen Jones selalu memasukkan unsur fetish di dalam karyanya. Bahkan artist seperti Hajime Sorayama yang mampu menembus dan menyentuh koleksian di “MOMA” dan “Smithsonian Institute”, sama halnya dengan koleksian ‘Fetish Arts’ di private “WEAM Museum”.

Membuka bungkusan pertama tentang ‘Fetish Art’ mengingatkan teman saya di Manila yang memiliki spesialisasi karya fotonya di Fetish Art, dia membuka arena bermain saya untuk kembali membuka bungkusan lain di Fetish Art, yaitu Fetish Photography, dan siapa saja Fetish Photographer di Indonesia yang saya tinggalkan. Saya kembali menyeduh teh hangat dan kembali menyusun waktu untuk membuka bungkusan Fetish Photography di Indonesia. Setelah mengumpulkan banyak jurnal dan daftaran beberapa fetish artist, ada kata ‘pornografi’ menyerupai kabut yang mengganggu pembelajaran tentang ini, ada pergerakkan dan serangan dangkal yang masih terjadi di sini, di mana (entah karena faktor apa) masih selalu menyudutkan porno dan seolah ada term nude-art yang lahir secara instant. Sudah terlalu malas untuk membedakan dan membatasinya, setelah menikmati ‘Fetish Art’ dari film, fotografi, ilustrasi rasanya akan pas jika menutup literatur ini dengan menikmati Video of Rockbitch Performace.

Photos Collage Credit :

 en.wikipedia.org

fethistory.blogspot.com

www.amazon.com

www.flickr.com

cakeheadlovesevil.wordpress.com

www.comicvine.com

www.my-miami-beach.de

mydigitalphotographyblog.com

www.hypocritedesign.com

Writer

New Media Artist

Song Writer

Traveller

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner