Bedah Karya Taring di Pengadilan Musik Edisi Ke-9

Pengadilan Musik jilid sembilan kembali digelar. Terlihat meja hijau yang sudah disiapkan di Kantinnasion, Rumah The Panas Dalam, Jalan Ambon Nomor 8A, Bandung sejak sore hari. Antusiasme penonton pun sudah terlihat dari hadirnya banyak anak muda yang penasaran pada band yang akan diadili kali ini, bahkan sejak beberapa jam sebelum persidangan dimulai. Adalah hal yang wajar jika kali ini mereka ingin segera menempati tempat ternyaman untuk menonton persidangan. Pasalnya, kesempatan ini akan diisi oleh persidangan terhadap salah satu band hardcore yang sedang naik daun.

Siapa yang hari ini tidak tahu dengan band kenamaan dari Bandung yang bernama Taring? Band yang terbentuk sejak tahun 2013 ini menjadi salah satu ikon yang paling diminati dan digemari, setidaknya hingga hari ini. Sejak awal kali mereka memamerkan “taring”nya, respon positif atas karya-karya yang Taring ciptakan banyak diraih. Dua buah album sudah berhasil mereka telurkan sebagai bukti dari konsistensi, kepercayaan diri, dan pembuktian dari penyatuan otak yang dikemas secara garang dan mantap. Pengalaman dari masing-masing personil yang pernah menjajal beberapa band sebelumnya pun dianggap sebagai salah satu penunjang atas kemampuan Taring yang dianggap luar biasa. Namun, apakah materi-materi dari Taring dapat lulus uji di mata para perangkat sidang yang kritis ini? Maka dari itu, pertanggungjawaban terhadap karya dan album-album yang sudah dihasilkan oleh Taring akan menjadi kasus yang dibahas pada sidang dengan nomor perkara 1.9/DCDC/2016.

Lebih kurang pukul 19.30 WIB persidangan ini dimulai. Panitera Ronny Urban memulai jalannya sidang ini dengan diawali penjelasan singkat mengenai sang terdakwa, Taring. Lalu, secara bergiliran Jaksa Penuntut Umum, Hakim, dan Pembela masuk ke arena sidang. Kursi dan wewenang Jaksa Penuntut masih dikuasai oleh duo lelaki yang sangat mampu mengocok perut para penonton, siapa lagi kalau bukan Pidi Baiq dan Budi Dalton. Posisi Hakim pun masih dipegang oleh Man Jasad, selaku Hakim langganan. Yang berbeda adalah, kali ini para terdakwa akan dibela oleh Yoga PHB dan Iksan Skuter. Meski berperan sebagai Pembela, Yoga PHB masuk ke ruang sidang dengan mengenakan kaus bertuliskan “Tarling”, sebagai bentuk plesetan dari Taring yang sentak mengundang tawa.

Setelah perangkat sidang lengkap, akhirnya ketiga lelaki pemerkuat Taring masuk untuk duduk di kursi terdakwa. Angga (Gitar), Hardy (Vokal), dan Gebeg (Drum) secara berurutan duduk dan siap diadili malam itu. Persidangan kali ini dimulai dengan presentasi singkat dari Taring mengenai karya mereka. Hardy memaparkan bahwa Taring terbentuk sejak tahun 2013. Di tahun 2014, mereka berhasil merampungkan debut album mereka yang bertitel Nazar Palagan. Saat itu, Taring masih diperkuat oleh empat orang personil, dimana Ferry mengisi bagian Bass. Lalu, di tahun 2016 tepatnya pada Bulan Oktober, Taring kembali memberi amunisi terbaru dengan dirilisnya album bertajuk Orkestrasi Kontra Senyap, di mana kali ini mereka hanya tinggal tiga orang. Hardy memaparkan bahwa album Nazar Palagan didedikasikan untuk salah satu aktivis bernama Widji Thukul yang menghilang dan hingga hari ini tidak diketahui keberadaannya, sementara Orkestrasi Kontra Senyap didedikasikan untuk sang Ibu. Gebeg menambahkan bahwa kedua album milik Taring dirilis oleh Grimloc Records, dengan bantuan design dari Ucok (Morgue Vanguard) dan Anggarez. Album ini sudah habis terjual sebanyak seribu copy hanya dalam waktu satu bulan.

Setelah Taring selesai mendefinisikan cerita singkat mengenai mereka, akhirnya pertanyaan pertama dilontarkan oleh Jaksa Penuntut. “Mengapa terpikir memberi nama band kalian dengan sebutan Taring?”, ujar Budi Dalton. Tentu, pertanyaan itu tidak langsung dijawab dengan jawaban serius. Sangat sulit menahan keinginan untuk bercanda di tengah-tengah arena yang dipenuhi oleh orang-orang humoris dan saling kenal satu sama lain. Akhirnya, Hardy menjawab bahwa mereka mencari satu kata yang tegas, lugas, dan mudah diingat. Selain itu, binatang yang bertaring adalah binatang yang ditakuti, katanya.

Beranjak pada pembahasan ego dari masing-masing personil. Pidi Baiq menanyakan perihal cara dari Taring untuk menyatukan pola pikir mereka, terutama melihat formasi Taring yang bisa disebut dengan supergroup. Ketiga lelaki ini sepakat bahwa cara mereka untuk tetap menyatukan visi misi dan menghindari masalah adalah dengan komunikasi yang baik. Dengan intensitas bertemu yang lumayan sering, mereka memilih untuk membicarakan setiap masalah yang mereka hadapi. Taring adalah prioritas bagi Angga, Hardy, dan Gebeg. Tentu, hal tersebut akan mampu membuat mereka bertahan meski menghadapi perbedaan ide yang mereka anggap sebagai hal yang biasa. Iksan Skuter menegaskan bahwa dengan hadirnya album-album dari Taring, maka artinya mereka sudah mampu membuktikan konsistensi dalam menghasilkan ide-ide dan bersatu dalam satu buah tubuh.

Lalu, Taring dihadapkan dengan pertanyaan yang sangat dasar: “Apa definisi hardcore untuk kalian?”. Jawaban dari ketiga orang ini bernada sama. Mereka menjawab bahwa hardcore bukan sekedar genre. Hardcore adalah prinsip hidup, di mana mereka berusaha untuk melawan kehidupan yang “parah”, mereka bertahan, tidak banyak mengeluh, dan mereka menyuarakan filosofi hidup tersebut menjadi karya.

Kembali pada album Taring, Orkestrasi Kontra Senyap diproduseri oleh gitaris ternama dari band metal asal Bandung bernama Burgerkill, yaitu Agung “Hellfrog”. Budi Dalton ingin tahu, mengapa Taring memilih Agung sebagai produser dan apa yang berbeda setelah disentuh tangan dari sang gitaris handal tersebut. Taring menjawab bahwa Agung menjadi satu wadah yang menampung berbagai ide dari para personil Taring. Ia pun membuat sound dan konsep menjadi lebih variatif dan berwarna.

Mengenai ketertarikan Taring pada tema sosial-politik, Taring memaparkan bahwa tujuan mereka bukan karena ingin terlihat keren. Taring merasa bahwa kita harus sensitif terhadap apa yang terjadi di sekitar kita. Secara mengalir, mereka menuangkan pola pikir dalam sebuah karya. Tetapi, album kedua tak sepenuhnya tentang isu sosial-politik. Orkestrasi Kontra Senyap dirasa lebih personal, terutama dengan adanya sebuah lagu berjudul “Ibu”, yang dibuat oleh sang vokalis. Selama pembuatan album kedua, Ibu dari Hardy sedang dalam kondisi yang kurang baik. Hardy harus bolak-balik ke rumah sakit setelah proses rekaman per harinya. Hingga di suatu hari, sang Ibu meninggal dunia. Sebagai sosok yang paling berharga untuk Hardy, ia mendedikasikan lagu tersebut untuk ibunya dan secara persuasif ia pun ingin mengajak tiap pendengarnya untuk lebih menghargai sosok ibu. Penjelasan ini menjadi penutup segmen pertama dari sidang, di mana sekitar pukul 20.45 WIB, sidang diskors oleh sang Hakim Man Jasad.

Setelah sepuluh menit sidang diberhentikan sementara, para perangkat sidang akhirnya kembali masuk ke arena sidang. Kali ini, pembahasan tentang New-York Hardcore yang banyak menginspirasi Taring menjadi pertanyaan yang dilontarkan. Tetapi, Taring menampik jika mereka hanya berkiblat pada perkembangan musik hardcore di Amerika. Banyak band lokal yang menjadi inspirator untuk Taring, sebut saja Burgerkill, Savor of Filth, dan Balcony.

Persidangan kali ini tidak hanya dipenuhi oleh pertanyaan dari Jaksa Penuntut. Audiens juga diberi kesempatan untuk memberi pertanyaan kepada Taring melalui media sosial Instagram dari DCDC (@dcdc.official). Beragam pertanyaan, baik yang berbau serius maupun candaan dilontarkan oleh tiga orang yang terpilih untuk dibacakan pertanyaannya. Ada yang menanyakan tentang perkembangan hardcore menurut Taring, fenomena kungfu kids di tengah-tengah area moshpit, inspirasi nama Taring yang mengacu pada salah satu album dari Seringai, bahkan pengaruh naiknya harga Bahan Bakar Minyak dan Sembako pada produktivitas Taring. Mereka menjawab bahwa perkembangan hardcore sangat bagus. Grafik dari hardcore ini terus naik, dilihat dari banyaknya grup musik hardcore yang mengeluarkan album. Mengenai fenomena kungfu kids, mereka menganggap bahwa itu adalah hal yang wajar untuk seseorang mengekspresikan semangat yang tangguh di tengah area moshpit. Sementara untuk nama Taring sendiri, Hardy mengakui bahwa ia adalah salah satu penggemar dari Seringai. Taring adalah salah satu album favoritnya, oleh karena itu Hardy memilih untuk mengangkat nama yang sama. Mengenai naiknya BBM dan Sembako? Tak perlu ditanya, jawaban tersebut sukses dieksekusi oleh Gebeg yang pasti mengundang tawa.

Secara bergantian, Budi Dalton dan Pidi Baiq menguji kematangan Taring dalam mempertanggungjawabkan karyanya. Iksan Skuter dan Yoga PHB pun tak kalah buas membela sang terdakwa dengan jawaban-jawaban yang berkualitas. Bahkan, Angga sempat ditantang untuk membuktikan bahwa ia memang seorang gitaris dalam karya-karya Taring. Akhirnya, Angga memainkan gitar akustik dengan ditemani rap nyeleneh dari Gebeg.

Ada beberapa poin yang akhirnya disenggol oleh Taring setelah pertanyaan yang bertubi-tubi. Pertama, membentuk sebuah band adalah salah satu ajang pembelajaran, terlepas dari pengalaman yang sudah mereka alami sebelumnya. Mereka tidak punya niat untuk terlihat hebat atau menjadi rockstar. Mereka ingin dinilai berdasarkan karyanya, bukan secara subjektif. Kedua, Taring tidak pernah menganggap para penyuka Taring sebagai fans, tapi sebagai teman. Ketiga, apa yang mereka hasilkan selalu disesuaikan dengan masalah yang mereka angkat. Misalnya, mereka ingin menyuarakan ketidakpuasan tentang sesuatu, maka mereka mengemas sebuah karya dengan lebih menggigit, dan Orkestrasi Kontra Senyap adalah sebuah album yang mereka bentuk untuk melawan suatu fenomena kesenyapan terhadap sesuatu yang seharusnya menyita perhatian dan menuntut solusi.

Hakim memutuskan skors kedua di tengah-tengah panasnya ruang sidang. Sembari menunggu pembacaan hasil, Taring dipersilahkan untuk menampilkan sesuatu pada penonton yang setia menonton Pengadilan Musik sejak awal. Lagu “Ibu”, dibawakan oleh Taring. Hanya saja, mereka mengubah lagu ini dengan pola pembawaan serupa sajak, dengan petikan gitar dan cajon pelan yang membuat “Ibu” menjadi semakin menyentuh.

Akhirnya, Hakim kembali masuk dan siap membacakan hasil persidangan. Hakim menyatakan bahwa karya yang dibuat oleh Taring layak dan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Tapi, Hakim menyertakan persyaratan bahwaTaring harus segera menyelenggarkaan konser untuk para penyukanya. Sidang ditutup dengan penyerahan plakat pada Taring sekitar pukul 22.00 WIB. Dengan ditutupnya sidang ini, maka sudah tidak ada lagi pernyataan dan rasa penasaran terhadap karya-karya Taring. Secara sah, mereka patut untuk didengar dan disimak oleh khalayak ramai. Selamat kepada Taring!

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner