Review Grausig - Di Belakang Garis Musuh (2016)
Tegap Dengan Death Metal Masa Lampau.
Sebuah getaran pembuka dengan judul layaknya tengah berperang "Di Belakang Garis Musuh" langsung menghantam telinga tanpa ampun. Grausig, si dedengkot death metal berusia seperempat abad itu tak segan-segan meluluhlantahkan gempuran musik ekstrim terutama di album keempatnya kini, “Dibelakang Garis Musuh”. Teokrasi Bisu adalah nomor berpartitur ganjil disertai blastbeat dari drum yang sungguh brutal. Setelahnya sampailah kita di sebuah liturgi pembangkangan akan lembar kemunafikan dalam Pralaya Hipokrit yang ditimpali riff-riff teknikal ala Cryptopsy.
Kuartet Phuput (vokal), Alan (gitar, vokal latar), Ewin (bas, vokal Latar), dan Denny (drum) tetap mampu memberikan keganasan meskipun dengan style oldschool death metal. Karena itu juga mereka tetap disegani sebagai legenda death metal kelas wahid di Jakarta maupun Tanah Air. Secara produksi, album Di Belakang Garis Musuh layak mendapat sanjungan namun juga tetap saja masih ada nuansa datar dalam beberapa nomor berbahasa Inggris, seperti Prelude One dan Doomsday.
Tetapi istimewanya dalam lagu Gods Replicated yang mereka daulat sebagai single utama, menampilkan lick-lick thrash metal yang garang layaknya Hate Eternal. Disitulah nilai lebih dalam album ini. Bila kalian penyuka sound-sound brutal klasik yang berasal dari kota Tampa, Florida, Amerika Serikat, “Di Belakang Garis Musuh” adalah pilihat tepat. Album yang mempunyai selisih 17 tahun dengan album ketiganya, “Abandon, Forgotten and Rotting Alone” (1999) ini, juga mengingatkan kengerian metal lokal ekstrim macam Rotten Corpse ataupun Disinfected. Oldskool fukkin rules!
Foto: Grausig Docs.
Comments (0)