Musikimia 'Bebas Tuduhan' Di Pengadilan Musik

Musikimia 'Bebas Tuduhan' Di Pengadilan Musik

Hujan yang cukup menyebalkan tak kunjung reda petang itu di kawasan Jalan Ambon, Bandung dan sekitarnya. Saya sedang berada di sebuah kafetaria bernama Kantinnasion The Panas Dalam dan tengah menanti sebuah pergelaran unik yang diusung oleh DCDC (www.djarumcoklat.com). Sembari menghisap rokok dan menyeruput teh hangat bercitarasa manis agar suhu tubuh stabil, akhirnya gelaran yang diberi ngaran Pengadilan Musik bergulir. Jujur saja, ketika itu posisi duduk tidak mau berubah maupun beranjak ke bibir panggung. Alasannya untuk menghindari cipratan air hujan yang malah semakin deras. Bukannya manja tak ingin bergerak, namun posisi itulah sangatlah strategis untuk menikmati keriaan malam itu. Jarak panggung yang di-set layaknya persidangan terlihat cukup unik. 

Untuk Pengadilan Musik kali ini, DCDC menghadirkan entitas asal Jakarta-Surabaya, Musikimia. Sebuah eksponen musik dari kuartet Andi Fadly Arifuddin (vokal), Rindra Risyanto Noor (bas), Surendro Prasetyo (drum), dan Stephan Santoso (gitar) yang memainkan warna musik dari berbagai genre, tetapi dalam satu benang merah yakni pop/rock. Tiga nama awal mungkin terdengar sangat familiar, lebih tepatnya yakni Fadly, Yoyo, dan Rindra. Ya mereka bertiga dulu tergabung dalam grup musik papan atas Tanah Air yang telah banyak mencetak banyak hits romansa anti cengeng, Padi. Sedangkan seorang Stephan sudah dikenal sebagai musisi maupun penata suara kelas wahid di negeri ini. Memang sedari tiba di lokasi, iringan lagu dari Musikimia kerap terdengar di telinga sebelum acara dimulai. Intinya mereka siap 'diadili' malam itu.

Tokoh-tokoh tenar siap 'mengadili' hingga 'membela' Musikimia antara lain Man Jasad, Budi Dalton, Pidi Baiq, Ebenz Burgerkill, dan Alga The Panas Dalam. Tentu saja sesuai dengan tujuan perhelatan ini, persidangan akan menguji bagaimana kapasitas musikalitas si terdakwa "apakah layak didengar dan disebar kepada masyarakat luas nantuinya?". Apalagi khusus untuk Ebenz sendiri, dialah sosok cukup penting dibalik layar album Musikimia, Intersisi. Pria bernama asli Aries Tanto itu bertindak menjadi salah satu assisten produser dalam isian yang terdapat dalam Intersisi. Selain empat nama lainnya, Gugun (Gugun & Blues Shelter), Bondan Prakoso, Nikita Dompas (Andien & Potret), dan Stevi Item (Deadsquad & Andra and the Backbone) 

Man, frontman komplotan brutal slamming death paling dipuja, Jasad bertindak sebagai seorang hakim dengan tampilan khas sehari-harinya. Rambut gondrong diapit iket Sunda, kumis tebal, jaket parasit camouflage, begitupun dengan celananya yang berwarna serupa. Duet Budi Dalton dan Pidi Baiq yang didaulat sebagai jaksa penuntut umum tampil cukup kasual hari itu. Budi, sang El Presidente Bikers Of Brotherhood terlihat memakai kerah polo hitam dengan emblem merah puth di lengan kanannya dan celana jeans. Begitupun dengan si Ayah Pidi yang santai memakai flannel marun, celana sontok dan topi. 

Di pihak pembela diwakilkan dengan Alga dari The Panas Dalam dan pemain gitar monster metal Burgerkill, Ebenz. Seorang Alga memakai kemeja hitam berlengan panjang dengan tampilan rambutnya yang cukup necis, mohican spikey, Mungkin hanya Ebenz yang sangat berpenampilan santai. Topi trucker, kaos hitam, celana sontok, dan sneaker. Setelah elemen penting persidangan hadir di bloknya masing-masing, Musikimia sang terdaka dipersilakan menuju satu blok yang berlatarkan logo Muskimia itu sendiri dan ilustarsi album perdana mereka, Intersisi.

Persidangan diawali oleh Man yang menanyakan terkait makna nama dari Musikimia kepada duet jaksa penuntut umum, Budi dan Pidi. Gelak tawa penonton yang merapat malam sudah muncul, dengan dalil dari keduanya yang tak karuan cenderung absurd. Musikimia yang diwakili oleh Alga dan Eben mendapat pembelaan yang sama ngaconya. Baru saja bergulir 10 menit tepai Pengadilan Musik sudah menjadi ruang lawak namun tetap memunculkan edukasi penting. Fadly dan kawan-kawan menjelaskan, "Makna band yang berasal dari dua kata 'musik' dan 'kimia' mengartikan bahwa kami memiliki zat endorfin yang menyenagkan bagi pendengar kami". 

Selain nama band yang digunjing, logo band yang dimana huruf 'M'-nya menyerupai earphone, sampul album Intersisi, sampai isian lagu dari album tersebut juga menjadi bumbu dalam Pengadilan musik edisi kedua. Edisi perdana lalu yang terjadi Oktober 2015 lalu, gelaran ini menghadirkan nama musisi folk protes asal Malang, Iksan Skuter. Selain itu hadirnya seorang Kimung yang berperilaku sebagai saksi bisu yang memang sengaja bersuara (maaf) gagu membuat ruang persidangan terlihat begitu berwarna. Kimung yang kini berkumis sekaligus berjenggot tebal menyatakan dengan irama gagunya, bahwa musikalitas yang dihasilkan Musikimia memang jempolan dan layak mendapat apresiasi lebih.

Akhirnya pihak jaksa penuntut umum menyatakan bahwa musikalitas dan segala tetek bengek dari gerombolan Musikimia layak diperdengarkan dan disebar secara luas kepada khlayak. Hal tersebut membuat seorang Man tak segan-segan mengetuk palu yang artinya Musikimia serta karya penuh perdana, Intersisi ditetapkan 'tak bersalah'. Musikimia bebas atas 'tuduhan' macam-macam dan mereka siap kembali lagi untuk mengarungi lautan indutri musik Indonesia yang semakin kesini mengalami penurunan. Hail Musikimia!

Foto: Harsh Kimo (DCDC Official)

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner