Coklat History -Stigmatisasi yang Salah Tentang Lagu Genjer-Genjer-

Coklat History -Stigmatisasi yang Salah Tentang Lagu Genjer-Genjer-

Foto Muhammad Arief dan Teks lagu "Gendjer-Gendjer

Di tahun 60-an, mungkin tepatnya sebelum memasuki medio 1965, atau sebelum meletusnya gerakan pemberontakan yang disinyalir dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), yang hingga hari ini dikenal dengan sebutan pemberontakan G30S-PKI. Lagu “Genjer-Genjer” seakan menjadi primadona bagi bangsa Indonesia di saat itu, karena di tahun 60-an sebelum meletusnya peristiwa G30S lagu ini sering diperdendangkan di radio dan televisi nasional, bahkan menjadi hits. Namun, selepas tahun 1965 atau ketika memasuki era orde baru, nasib lagu ini seakan mengalami penurunan yang drastis. Lagu ini menjadi ‘haram’ untuk diperdendangkan seiring dengan pelarangan paham Marxisme-Leninisme di Indonesia. Dengan alasan bahwa lagu yang dipopulerkan oleh Lislis Suryani dan Bing Slamet ini adalah lagu yang identik dengan PKI.

Benar atau tidak, ini seakan menjadi mata rantai pertanyaan yang seakan tak pernah putus, sama halnya dengan pertanyaan tentang siapa dalang di balik tragedi 30 September 1965. Menilik dari sejarahnya, lagu Genjer-Genjer ini diciptakan oleh seniman asal Banyuwangi bernama Muhammad Arief. Awal terciptanya lagu ini adalah saat masa kependudukan Jepang di Indonesia. Saat itu kondisi masyarakat Indonesia umumnya, dan Banyuwangi khususnya sangatlah memperihatinkan. Banyuwangi yang sedari jaman kerajaan Majapahit terkenal sebagai salah satu lumbung pangan di pulau Jawa ini nyaris tak pernah mengalmai paceklik dalam sektor pertanian. Namun kondisi berbalik, ketika Jepang masuk ke Indonesia.

Tanaman Genjer

Saat itu banyak warga Banyuwangi yang sedang memasuki usia produktif ditangkap dan dijadikan sebagai perkeja paksa (romusha). Keadaan ini mengakibatkan lahan pertanian di Banyuwangi terbengkalai dan tak terurus. Hasil panen yang melimpah turun drastis, hal ini membuat banyak warga menderita kelaparan, bahkan sampai meninggal dunia. Hal inilah yang membuat Muhammad Arief terinspirasi untuk menciptakan lagu ini. Lagu ini sebenarnya dijadikan M. Arief sebagai sindiran untuk tentara Jepang yang bersikap begitu arogan, sehingga sangat menyengsarakan pribumi pada saat itu.

Tak ada alasan yang jelas memang mengapa lagu “Genjer-Genjer” bisa di cap sebagai lagu PKI. Mungkin hal ini dipicu ketika Njoto salah satu petinggi PKI dan LEKRA (Lembaga Kesenian Rakyat) yang tak lain adalah organisasi sayap PKI, mampir ke Bayunwangi di tahun 1962, dan di Banyuwangi Njoto disambut oleh seniman Banyuwangi yang tampil membawakan lagu ini. Dari sanalah Njoto yang memang memiliki naluri seni yang baik mencium gelagat bahwa lagu “Genjer-genjer” ini akan menjadi tren. Dan benar saja lagu ini pun menjadi lagu wajib TVRI dan RRI di masa itu. Selepas itu Njoto pun meminta M Arief untuk menciptkan beberapa lagu bertemakan PKI. Selain itu M Arief pun diberi penghargaan untuk duduk di kursi parlemen daerah sebagai wakil dari PKI. Mungkin karena hal inilah kenapa lagu “Genjer-Genjer” dianggap sebagai lagu PKI.

Bahkan lebih parahnya, lagu ini dijadikan soundtrack dalam film pengkhianatan G30S-PKI versi orde baru, “Genjer-Genjer” dijadikan soundtrack saat para jenderal disiksa di Lubang Buaya. Sejak saat itu lagu ini menjadi tabu untuk dinyanyikan. Nasib lagu ini pun menjadi kelam, sekelam penciptanya yang menjadi korban revolusi, yang hingga sekarang entah dimana keberadaan dan nasibnya.

Sinar Syamsi dan foto Ayahnya Muhammad Arief

Jika menilik dari sejarah penciptaan lagu ini, tak ada satu pun penguat yang bisa dijadikan pembenaran bahwa lagu ini adalah lagu PKI. Melihat dari liriknya tak ada satupun bait yang menceritakan tentang PKI. Belum lagi sang pencipta sendiri baru bergabung bersama LEKRA dan PKI saat tahun 60-an. Sementara lagu “Genjer-Genjer” sendiri telah ada saat penjajahan Jepang, yaitu di tahun 1940-an.

Bagaimanapun juga lagu ini tidaklah bersalah dan tidak memiliki kaitan apapun dengan PKI. Lagu ini hanyalah sebuah karya seni yang diciptakan melalui proses perenungan, terhadap reprsentasi yang terjadi pada rakyat negeri ini, yang saat itu mengalami kesengsaraan akibat arogansi kolonial Jepang. Lagu ini hanyalah sebagai salah satu bentuk perlawanan yang dilakukan anak bangsa ini untuk mendapatkan kemerdekaannya. Jika tentara melawan dengan senapan, Wartawan melawan dengan penanya. Sama halnya dengan seniman, yang melawan dengan karya seni yang dihasilkannya.

Teks Lagu Gendjer-Gendjer Ciptaan Muhammad Arief

Karya Seni adalah sebuah hal yang harus dihargai. Tak ada satu pun pembenaran yang menyebutkan bahwa sebuah karya seni itu boleh di diskriminatifkan. Biar bagaimanapun sebuah karya seni haruslah dihargai dan tidak untuk dihakimi.

Sinar Syamsi dan Foto Ayahnya, Muhammad Arief

Sumber: Berbagai Sumber

(Septian Nugraha)

Foto : Foto : sejarah.kompasiana.com, www.kangandre.web.id , ikaningtyas.blogspot.com, id.wikipedia.org, palembang.tribunnews.com

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner