White Shoes and The Couples Company: “Album Cuma Ambience dan Itu Kemungkinan yang Bisa Terjadi”

White Shoes and The Couples Company: “Album Cuma Ambience dan Itu Kemungkinan yang Bisa Terjadi”

Film dokumenter White Shoes and The Couples Company (WSATCC) sendiri, sebenarnya merupakan dokumentasi dari konser mereka yang berlokasi di Cikini. Lalu film dokumentasi tersebut di expand oleh Henry “Batman” Foundation melalui ide-ide nya. Sudut pandang dalam film dokumenternya sendiri banyak menampilkan sesi wawancara dari tiap personil WSATCC sendiri. 

Selepas meluncurkan film dokumenter, Aprilia Apsari ‘Sari’ (vokal) mendapat tawaran dari Indra Perkasa untuk menyanyikan kembali lagu soundtrack film Tiga Dara karya Usmar Ismail. Beberapa waktu lalu juga WSATCC sempat mengaransemen ulang salah satu lagu yang terdapat di album pertamanya berjudul “Senja”. Aransemen ulang lagu Senja tersebut dikerjakan oleh Indra Perkasa. WSATCC melakukan sesi rekaman di luar negeri, tepatnya di Budapest, Hungaria. Proses rekamannya via Skype antara Indonesia dan Hungaria, selama kurang dari 15 menit lagu “Senja” pun rampung.

Dalam sesi wawancara yang dilakukan pada band beraliran swing pop bergaya retro ini, salah satu personilnya menjelaskan perihal materi yang tengah dipersiapkan, yaitu berupa musik ambience. Hal tersebut didasari berdasarkan lagu “Senja” yang dianggap sudah sangat “liar”. Materi tersebut belum ada kejelasan pasti dari WSATCC apakah akan menjadi sebuah album atau lainnya.

“Sebenarnya kami cenderung yang cepat bosen, dan kami harus menyiasati, bagaimana kami tidak memproduksi musik yang seperti itu aja, sebenarnya mungkin nanti kami cuma ambience,” ungkap Saleh “Ale” Husein selaku gitaris WSATCC, (5/10) di kantor MNC Production, Jakarta.

Apasih tujuan WSATCC membuat film dokumenter berjudul White Shoes and The Couples Company di Cikini?
Tujuan utamanya waktu itu WSATCC main konser di Cikini. Awalnya itu cuma dokumentasi konser, lalu di-expand ide-ide ceritanya sama sutradaranya sekaligus videomaker Henry Foundation a.k.a Batman yang juga merupakan personil Goodnight Electric. Akhirnya terlihat seperti dokumenter tentang Cikini melalui tampilan WSATCC pada saat itu. Kayak dia bertanya pada kami tentang Cikini pada saat itu dan bagaimana Cikini itu sendiri secara personal menurut kami. Pasti berbeda kan persepsinya. Kami besar dan cukup lama di Cikini. Jadi, kami punya sudut masing-masing tentang Cikini itu sendiri, dan hal itu yang diangkat oleh sang sutradara. Inti film tersebut bukan cuma dokumentasi kami di Cikini kemarin. Tapi balik lagi pada tahap persiapan bagaimana awal terbentuknya band WSATCC sendiri, terus bagaimana tanggapan publik, atau hubungan kami dengan Cikini.

Proses penggarapan film ini sendiri memakan waktu berapa lama dan mengambil sudut pandang seperti apa sih ?
Sebenarnya ini persiapan konsernya sendiri satu minggu sebelum wawancara. Sudut pandangnya di mulai dari latihan, tampil, terus abis itu, pas konser. Setelah konser ada sesi wawancara satu per satu dan disesuaikan dengan jadwal misalkan Sari (vokalis) bisa hari apa, dan kami janjian di sini, kayak gitu sih. Penggarapannya mungkin dimulai setelah tiga minggu, setelah konsernya sendiri, dan selama tiga minggu itu udah rampung juga sih materinya. Terus sisanya mengambil stock shot yang diperlukan, yang dikerjain sama si sutradaranya dari mulai subtitle. Terus masuk fase post-production misalkan kaya editing, ngisi suara, dan colouring,

Tapi ngambil arsip-arsip kalian dari awal terbentuk hingga sekarang?
Ada sih, cuma lebih ke foto sebenarnya dan nggak ada remake sebenarnya. Mungkin kalau sudah nonton mungkin bisa melihat lagi soal dokumentasinya kami tuh lebih ke konser. Terus dari situ si sutradara bertanya pada kami mengenai Cikini, dan sebenarnya sih se-simple itu. Kalaupun ada angle arsip sih sebenarnya itu arsip foto. Kalau melihat dokumentasinya kami dari tahun 2002 atau 2003, itu nggak kami keluarkan sih. Itu dokumentasi yang dari awal banget belum kami keluarkan lah, dan rencananya akan kami bikin juga dan belum tahu bisa terlaksananya kapan. Itu baru ide dasar aja sih, dan belum tahu siapa yang akan bekerjasama sama kami.

Terus siapa saja sih pihak yang terlibat dalam film dan kenapa memilih pihak tersebut?
Sebenarnya mereka adalah teman-teman kami. Banyak yang membantu, ada beberapa yang diwawancara kaya Jimi Multhazam (The Upstairs dan Morfem), karena dia mungkin yang tahu mengenai WSATCC dari awal. Kalau dalam lagu kami ada “Windu dan Devina", kami pilih Windu-nya untuk diwawancara. Terus ada dosen seni rupa kami Mas Aji. Terus ada sudut pandang dari orang-orang dekat dan juga wawancara penonton yang datang ke konser itu. Jadi lebih ke dokumenter konser sih yah. Intinya itu sebenarnya. Tapi bukan menampilkan, misalnya penjabaran satu buah lagu, tapi apa sih maksud dari lagu ini dan bikinnya tuh kayak gimana gitu. Lagunya mungkin cuma setengah terus sisanya wawancara.

Bagaimana proses keterlibatan Sari dalam soundtrack film Tiga Dara?
Awalnya dihubungi oleh rekan kami yang bernama, Indra Perkasa. Beliau disuruh untuk mengaransemen semua lagu-lagu film Tiga Dara. Tapi saya nyanyi nggak sendiri. Saya dipertemukan dengan Aimee Saras dan Bonita dan menyanyikan satu buah lagu yang menjadi theme song lagu tersebut. Jadi, karena kami itu rekamannya berupa restorasi, jadi direkam ulang karena (lagu) aslinya tidak ditemukan.  Itu kenapa dibikin aransemen ulangnya, karena tidak bisa ditemukan master-nya.

Proses kreatif apa aja yang dilakukan Sari dalam soundtrack Tiga Dara?
Kalau proses kreatifnya pertama kami dipertemukan dulu, karena saya pribadi belum pernah menyanyikan trio. Lalu Indra Perkasa bikin aransemen lagunya. Jadi nadanya itu kayak dibagi menjadi suara 1, suara 2, suara 3 dan itu tidak mudah. Aimee Saras yang mungkin lebih berpengalaman di bidang musikal, dan Bonita yang sering duet juga bersama rekan-rekan musisinya, mungkin sudah lebih terbiasa harmonisasi vokal. Tapi saya sendiri di WSATCC tidak banyak menggunakan harmonisasi vokal yang detil. Jadi kami bertiga mesti latihan, dan pelatihnya adalah Indra Aziz. Jadi Indra perkasa merekrut Indra Aziz sebagai pelatih. Jadi itu sebagai teknik kreatifnya dan kami lebih mengolah ke teknik vokalnya, akhirnya yah berlanjut sampai rekaman dan alhamdulillah sih lancar.

Menurut Sari apakah film Tiga Dara ini mampu membuat lebih dikenal oleh publik luas melalui soundtrack ini?
Kalau lebih dikenal masyarakat, sebelum soundtracknya keluar teman-teman saya pribadi sudah antusias untuk menyaksikan restorasi filmnya tersebut. Yang hitam putih filmnya. Karena silih waktu berganti memang mungkin karena ada komunitas film juga yang sering mengadakan temu wicara, screening, atau diskusi. Mungkin lebih banyak dari situ, jadi dan banyak ditulis yah, oleh para komunitas-komunitas film independen, untuk film-film nasional Indonesia. Itu memiliki kadar estetis yang tinggi gitu ya. Sutradaranya apalagi Usmar Ismail. Sebenarnya ini juga salah satu sutradara besar yang dimiliki di Indonesia. Jadi film ini juga sejarah Indonesia juga. Jadi orang-orang penasaran melihat setting-nya yang ngeliatin Jakarta belum macet itu kayak apa sih gitu. Jadi orang-orang tuh penasaran lebih ke arah sana dan terus dari segi fashionnya juga, mungkin dari segi remaja-remaja atau teman-teman kami yang masih kuliah, itu bisa jadi inspirasinya mereka untuk ke fashion dan style Indonesia berbusana kayak gimana sih. Dan ternyata sampe sekarang lagunya masih enak didengerin walaupun itu lagu lama. Tapi karena yang menulis juga Saiful Bahri dan ada satu lagu yang nulis Ismail Marzuki. Itu semua komposer besar dan sampai sekarang masih bisa kami nikmati gitu. Ibaratnya masih related sama jaman sekarang gitu, dan nggak kuno. Liriknya juga ditulis begitu bagus orang nggak nganggep itu sesuatu yang mentah tapi, lebih ke karya besar, dan matang banget.

Dalam waktu dekat ini, apa sih yang akan kalian lakukan apakah bikin album baru atau bikin konser tunggal ?
Sebenarnya jika melihat dari apa yang sudah kami lakukan, yaitu salah satunya bikin film dokumenter. Tapi sampai sekarang masih berjalan prosesnya. Terus di luar itu mungkin kami akan bekerja sama dengan beberapa film. Cuma kami belum tahu dan belum fix juga. Sejauh ini kami masih ngumpulin materi aja sih sebenarnya, dan masih belum tahu akan diangkat jadi album atau single, mini album, atau menjadi sesuatu yang lain seperti tas misalnya. Yang paling dekat sih kami akan merilis piringan hitam, tapi nggak dirilis di Indonesia tapi di Korea. Itu re-issue dari album Vakansi atau Skenario Masa Muda.

Dalam materi baru tetap mengusung struktur musik yang lama atau ada pembaruan ?
Sebelumnya itu masih belum dibicarakan yah, tentang penambahan atau enggak. Tapi dilihat dari lagu kami dari album pertama, EP, menyanyikan lagu daerah, semakin lama WSATCC, jadi liar sebenarnya. Di luar vokalnya Sari yang bisa dinikmati orang banyak, cuma kami berpikir ini musiknya mungkin tidak perlu semanis itu lagi, atau dia akan ada distraksi lain mengenai moodnya gitu. Sama aja kayak melukislah, kalau lukisan kan gitu, kalau misalkan kami tambahin cat sebenarnya ada penambahan baru atau mendistraksi dari hal sebelumnya, dan tidak monoton. Misalkan, si Sari nyanyi terus satu album cuma ambience aja, dan itu kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi di WSATCC. Karena ada potensi untuk eksperimen, jadi kami bereksperimen terus dan kami bukan produksi musik yang pop. Pop yang seperti pada umumnya aja yang terstruktur gitu, dan ambience pun mungkin bisa di bikin struktur dan akhirnya jadi pop ambience gitu.

Bagaimana proses kreatifnya awal hingga selesai single "Senja"?
Mengenai “Senja” kebetulan waktu itu kami mau melaksanakan konser di cikini, dan kami bekerjasama dengan komposer "Indra Perkasa" yang merupakan sahabat kami. Dia yang menawarkan diri bagaimana kalau misalnya aransemen satu lagu, ditanya cocoknya lagu apa. Oh lagu ini aja lagu “Senja”. Dia langsung dengar dan habis itu waktu bikinnya cuma 3 hari. Terus menawarkan bagaimana kalau rekamannya di Hungaria. Cuma satu lagu doang, lagunya berdurasi sekitar 1 menit sekian. Aslinya pada lagu itu cuma vokal Sari dan gitar saja, dan sangat gampang ya lagu ballad. Jadi Indra bikin vokal dengan orkestra, jadi waktu itu dia bisa menawarkan kalau bisa orkestra bisa aja kami pakai 40 orang. Jauh lebih cepat dan murah ketimbang kami rekaman di Indonesia, dan rekamannya secara live yang dilakukan via Skype. Dan itu kira-kira kami lakukan setelah konser di Cikini tahun lalu. Pokoknya habis konser di Cikini kami tuh liburan, dan itu kira-kira sebelum tahun baru. Terus kami rekaman live, saya dan Indra mengamati via skype, dan itu cuma satu arah mereka ngomong audio dan kami cuma bisa ngetik, mereka nggak boleh ada suara gitar jadi kami ngetik. Jadi cuma ulang 2-3 kali, dari depan sampai habis. Terus udah koreksi bagian ini dan itu, terus udah beres mereka langsung ngirim filenya ke kami. Sebenarnya rekaman itu cuma 15 menit, nggak nyampai sehari udah beres, dan Indra masih rekamin yang lainnya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner