Two Decades of Aggression - Sukabumi, Kota dengan Nyali dan Mentalitas yang Luar Biasa!

Two Decades of Aggression - Sukabumi, Kota dengan Nyali dan Mentalitas yang Luar Biasa!

Tur “Beside – Two Decades of Aggression” berlanjut ke kota ketiga, yaitu Sukabumi, kota dengan penduduk yang ramah di permukaan, dan agresivitas yang liar di bawah tanah. Kafe Walk of Fame, yang ada di kawasan Dago menjadi tempat dimana Beside bisa bertemu langsung dengan metalheads Sukabumi dan berbagi energi. Beside pun akan berbagi panggung dengan salah satu perwakilan dari Sukabumi, sekaligus salah satu dari 30 besar kandidat Wacken Metal Battle Indonesia 2017 (WMBI 2017), yaitu Angel of Death.

Sebelum acara dimulai, Walk of Fame sudah dipadati oleh penonton, baik perempuan (meski masih saja segelintir) maupun lelaki. Sejak awal, Sukabumi memang menunjukkan antusiasme yang lebih dari kota-kota lain. Usut punya usut, acara dengan sistem booking invitation ini sudah mencapai full booked bahkan dari beberapa hari sebelum rangkaian ini menginjakkan kaki ke Sukabumi. Catatan pertama: metalheads Sukabumi memang memiliki semangat yang besar, catatan kedua: mereka mengedukasi diri dengan regulasi dan sistem yang berlaku, dan catatan ketiga: mereka semua menghargai itu.

 

Talkshow Bersama Beside, Kimung (Karinding Attack), dan Man (Jasad)

Acara dimulai pukul tujuh malam. Jika biasanya Addy Gembel (Host) mengundang Kimung (Karinding Attack) terlebih dahulu ke atas panggung, kali ini ia “menodong” Beside untuk lebih dahulu bercerita. Addy Gembel mempersilahkan Beside untuk memaparkan hal-hal apa saja yang mereka persiapkan dan akan mereka tunjukkan ketika di Jerman nanti.

“Kami mempersiapkan diri dengan semaksimal mungkin. Sebelum rangkaian tur ini dimulai, kami latihan setiap hari dan menyisipkan waktu-waktu untuk berolahraga. Hal ini kami lakukan demi menjaga kesehatan dan kestabilan kondisi tubuh, karena menjadi perwakilan dari Indonesia memang membutuhkan kesiapan yang jauh lebih matang,” ujar Bebi. Lalu, mereka menambahkan bahwa sebenarnya Beside tidak hanya merepresentasikan Indonesia, tapi juga Benua Asia, karena di tahun ini Indonesia lah satu-satunya negara dari Asia yang akan bertarung di panggung Metal Battle, Jerman. Bukan hal yang mudah, tapi kita patut menyimpan keyakinan dan harapan pada band yang sudah bergerak selama dua puluh tahun ini.

Dinamika yang dialami Beside sedikit banyak memang mematri kesiapan dan keteguhan diri mereka untuk terus berkecimpung di ranah musik bawah tanah. Perginya Beside ke Jerman pada Agustus mendatang bukan hanya hasil dari kemampuan fisik dan skill bermusik, tapi juga mental yang tahan banting, pembentukan attitude, dan tentunya totalitas. Beside tidak hanya menjadi aset dari Indonesia, tapi keluarga besar dari ranah musik yang tumbuh, terus hidup, dan menguat hingga hari ini.

Selanjutnya, Kimung diundang ke atas panggung. Addy Gembel membuka sesi diskusi bersama Kimung dengan membahas hal-hal yang mereka soroti sebelumnya di Kota Sukabumi. Banyak hal yang potensial di kota ini, dengan banyaknya band-band keras yang muncul, acara musik yang mengatasnamakan kotanya sendiri, fasilitas musik yang memadai, dan komunitas yang hidup dan saling sokong. Tetapi, Kimung melihat ada dialektika yang terjadi disini.

Perbedaan visi dan misi dari beberapa kalangan lah yang menyulut hal tersebut. Sebenarnya tidak ada yang salah, tapi ketika dua hal yang berbeda menyentuh prinsip dasar dan idealisme, maka bentrok itu sulit untuk dihindari dan disatukan. Pada akhirnya, hal tersebut berdampak pada  pergerakan dari band-band yang ada, dan bagi mereka yang tidak siap dengan hal tersebut, maka mereka padam dengan sendirinya.

Tidak adil jika kita menyebut bahwa kejadian tersebut hanya terjadi di Kota Sukabumi. Selalu ada potensi dan ancaman, di kota manapun tanpa terkecuali. Addy Gembel pun sadar bahwa kemajuan di ranah musik tertentu tidak mutlak terjadi selamanya. Menurutnya, ada siklus per-sepuluh tahun yang berulang, dimana ranah-ranah musik tertentu berkembang dengan lebih pesat dibandingkan ranah yang lain, membuat pihak-pihak tertentu tergiur dalam rangka bisnis, tetapi ketika suatu saat ranah ini sudah mencapai titik puncak dan mengalami penurunan, mereka meninggalkan dan mencari ranah potensial yang lain. “Hal yang perlu dipupuk adalah bargaining power yang kuat, sehingga bagaimanapun kondisi yang terjadi di depan, ranah ini akan selalu memiliki kekuatan dan kembali pada roots-nya”, jelas Kimung.

Satu hal penting lainnya yang disinggung oleh Kimung adalah Sukabumi harus punya kebanggaan atas potensi lokalnya yang luar biasa kuat. Meski acara-acara kolektif masih banyak terselenggara, tapi tetap saja muncul pertanyaan: bagaimana caranya agar band-band Sukabumi bisa terdengar dan diperhatikan jika acara-acara yang ada hanya mengajak mereka (dari luar Sukabumi) untuk tampil atas nama rasa aman di penjualan tiket dan massa? Di satu sisi, acara-acara dengan line-up yang memang menjanjikan adalah perlu, demi memupuk atensi dan antusiasme, tapi kita tidak bisa menutup mata dan telinga jika sebenarnya wilayah tempat kita berdiri memiliki kekuatan yang tak kalah solid dan butuh ruang untuk menunjukkan hal tersebut.

Ketika rasa bangga atas hal lokal tersebut sudah terpupuk, maka ranah tersebut akan memiliki pondasi yang tidak rawan runtuh, dan go international sudah menjadi keharusan, bukan lagi menjadi target. Mengapa? Karena sudah ada yang bisa dibawa dan ditunjukkan ke dunia, tidak hanya atas nama grup musik itu sendiri tapi juga kebanggaan atas lokasi tempat mereka tumbuh.

Setelah Kimung, Man naik ke atas panggung. Ia bicara hal yang serupa, rasa bangga atas lokalisme memang adalah poin utama yang harus terus diperkuat. Hal tersebut pun menjawab alasan mengapa Jasad mengangkat budaya Sunda di musik-musiknya. “Ini tempat saya lahir, tumbuh, beraktivitas, dan melakukan segalanya. Saya bangga dan harus memperkenalkan itu pada semua orang. Ketika orang Skandinavia bangga akan Viking-nya, saya pun bangga atas Kasundaan saya,” terang Man.

Man pun nantinya akan bicara atas nama Indonesia, bahkan Asia. Ia ditunjuk menjadi perwakilan juri di Metal Battle, Jerman. Itu adalah salah satu bukti lainnya bahwa dunia sudah mulai melihat bahwa Indonesia memang seharusnya lebih diperhatikan. Negara ini berbahaya. Negara ini harus diwaspadai. Bergerak di ruang lingkup yang terbatas, apalagi jago kandang bukan cara yang baik dalam mengembangkan kemampuan. Bicara tentang kemajuan artinya bicara tentang ranah permainan yang juga lebih luas.

 

Jamming Session - Angel of Death with Beside

Usai Man selesai berbagi bersama metalheads Sukabumi, band yang berumur 18 tahun bernama Angel of Death diundang ke atas panggung. Mereka adalah satu-satunya perwakilan dari Sukabumi yang tembus ke 30 Besar WMBI 2017. Angel of Death merupakan salah satu band yang tak hanya bermusik, tapi juga bergerak secara nyata dalam perkembangan ranah musik keras di Sukabumi.

Mereka membawakan tiga buah lagu, dan salah satu dari lagu tersebut dilakukan dengan cara jamming bersama personil Beside. Di titik ini, Agrog dan Izal menjadi perwakilan untuk menggeber panggung bersama Angel of Death. Masih membawakan nomor andalan Sepultura, suasana malam itu panas dan beringas. Lahan Walk of Fame habis dengan energi liar para penonton yang hadir. Dari lagu pertama, jamming session, hingga lagu terakhir, mereka tak berhenti moshing dan stage diving bergantian. Agrog pun sempat diangkat dan oleh para penonton.

Penampilan Angel of Death malam itu luar biasa. Mereka pun terlihat sangat menyatu dengan semangat penonton yang menyaksikan dan mengelu-elukan nama mereka. Komunitas Sukabumi ini terlihat kuat dan erat. Mereka saling mendukung satu sama lain dan membuktikan tak hanya dengan bicara. Jika dalam suatu arena moshing seringkali terjadi ricuh, hal tersebut sama sekali tak terjadi disini. Mereka memang chaos dan brutal, tapi mereka menikmati acara dan menjadi penonton yang sportif.

 

Live Performance Beside

Usai Angel of Death selesai menampilkan penampilan terbaiknya, giliran Beside yang menggeber panggung di Walk of Fame. Panggung tanpa barikade ini mengingatkan kita pada era-era banyaknya gigs kecil yang sangat intim dan tak berjarak antara sang musisi dengan penonton. Itu pula yang terjadi malam itu. Membawakan enam lagu dari gabungan antara album Eleven Heroes dan Against Ourselves, mereka berbagi energi dan meluapkan ekspresi yang tumpah ruah di tengah area moshing.

Satu per satu personil Beside diangkat oleh para penonton, kecuali Bebi (tentu saja). Menyenangkan sekali melihat keintiman antara musisi dan penonton di Sukabumi. Mereka benar-benar tahu bagaimana caranya bersenang-senang di arena moshing. Catatan-catatan yang ada di atas benar-benar dibuktikan dengan semangat dan sportivitas yang menggebu-gebu. Tanpa ada batasan, tanpa ada keributan, tanpa ada masalah, karena memang seharusnya moshpit adalah tempat pemersatu energi dengan melakukan violent dance, dan hanya mereka yang memiliki nyali dan attitude tahan banting bisa kuat dan menyatukan energinya.

Sukabumi adalah daerah yang luas dan bisa menjadi sumber tenaga yang tidak akan berhenti untuk ranah musik bawah tanah, terutama di Jawa Barat. Dengan segala potensi, kapabilitas, mentalitas, dan usaha yang mereka bangun, suatu saat nanti Sukabumi akan mengacak-acak poros stigma tentang perkembangan musik yang hanya terjadi di kota-kota tertentu. Tidak ada yang salah dengan demografi, yang salah adalah ketika ada pengkotak-kotakan yang sebenarnya tidak perlu. Sukabumi akan menjadi sumbu yang meledak suatu hari nanti. Sukabumi adalah amunisi yang siap menghajar negeri ini, bahkan dunia!

 

A post shared by DCDC (@dcdc.official) on

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner