Two Decades of Aggression - Subang Menjadi Kota Penutup Tur dengan Gempuran Energi yang Tanpa Ampun

Two Decades of Aggression - Subang Menjadi Kota Penutup Tur dengan Gempuran Energi yang Tanpa Ampun

Rangkaian tur “Beside – Two Decades of Aggression” akhirnya mencapai titik terakhir. Tur yang diselenggarakan sebagai bagian dari DCDC Dreamworld 4 Indonesia ini menghampiri Kota Subang untuk menjadi penutup dari keseluruhan rangkaian yang totalnya mendatangi enam kota di Jawa Barat. Acara ini dilangsungkan di Old Skull Garage, sebuah bar yang berseberangan langsung dengan sawah yang sangat luas. Pemandangan yang jarang ditemui, dan baru ditemui di titik ini setelah lebih kurang satu minggu menjajal kota demi kota.

Banyak sekali hal spesial yang akan dilaksanakan di titik terakhir ini. Selain melibatkan personil dari Little Kid Hardcore, yaitu Ivan dalam melakukan jamming session, band thrash metal asal Bandung yang juga merupakan kandidat dari Wacken Metal Battle Indonesia 2017 (WMBI 2017) yaitu Annabelle diundang secara khusus untuk menjajal panggung ini. Mengapa Annabelle? Karena, personil Annabelle didominasi oleh perempuan. Hal ini adalah hal yang menarik untuk disoroti, karena perempuan yang merupakan kaum minoritas dalam ranah musik bawah tanah mulai berani untuk unjuk gigi, dan adalah penting untuk juga mendukung dan memberi mereka peluang.

Seperti biasa, Addy Gembel membuka sesi diskusi terlebih dahulu dengan para penggiat komunitas di Subang. Saat itu, Ivan dan Rian (Little Kid Hardcore) menjadi perwakilan yang menceritakan tentang perkembangan ranah musik ekstrim di Kota Subang. Kimung (Karinding Attack) pun hadir kembali untuk juga membahas potensi Kota Subang. Karena venue ada di seberang sawah dan banyak saung-saung di sekitaran daerah tersebut, diskusi ini dilaksanakan di salah satu saung dekat sawah. Maklum, Addy Gembel dan Kimung adalah orang yang terlalu antusias dengan alam. Melihat adanya “bungalow” (begitu Kimung menyebut saung di tengah sawah) yang nyaman untuk dijadikan tempat bercerita, mereka tidak mungkin tidak untuk melakukan pembicaraan santai tersebut di antara angin-angin dan padi yang siap menguning.

Pada dasarnya, kota ini memiliki pergerakan yang aktif. Semangat dan kebanggaan terhadap kotanya dapat terlihat dari acara-acara yang terselenggara dan mengutamakan band dari Subang untuk mengisi line-up. Tetapi, yang seringkali menjadi kendala adalah adanya kubu-kubu di beberapa wilayah yang sedikit banyak mengarah pada segregasi, baik atas dasar teritori ataupun status (senioritas). Selain itu, beberapa kendala pun ada di bagian birokrasi, karena banyak pihak yang akhirnya turun untuk ikut terlibat dalam perijinan di beberapa acara. Sebenarnya, masalah-masalah ini lumrah dan banyak ditemui di kota-kota lain, tapi pada akhirnya memang butuh inisiatif dan keberanian untuk mengatasi dan membuat masalah ini pada akhirnya tidak menjadi racun yang menyebar dan malah mematikan perkembangan ranah yang potensial ini.

Setelah menghimpun banyak cerita dari Ivan dan Rian, Addy Gembel bersama Kimung pun berusaha untuk memberi masukan-masukan demi perkembangan komunitas itu sendiri. Satu hal yang selalu ditekankan oleh Kimung adalah jangan menganggap masalah sebagai kendala, tapi sebagai potensi. Lihat dari sisi positif, dan sebenarnya ketika semua itu dapat dilirik dari sisi yang lebih terang, maka kesempatan untuk membuat ranah itu semakin kuat akan terbangun.

Usai berbagi cerita bersama teman-teman dari Subang, Addy Gembel bersiap dan kembali ke venue. Terlihat aktivitas di daerah panggung dimana Beside dan Annabelle sedang melakukan sound check untuk mendukung performa mereka malam hari nanti.

Lalu, semua melebur dengan sendirinya. Di panggung, di bar, bahkan beberapa kembali menyusuri pematang sawah dan mencari spot terbaik untuk menikmati sore hari yang cerah di Kota Subang.

 

Talkshow with Kimung and Ebenz

Pukul tujuh malam, acara “Beside – Two Decades of Aggression” dimulai. Addy Gembel naik ke atas panggung dan menyapa metalheads Subang yang sudah memenuhi Old Skull Garage. Tak lama setelah itu, Addy Gembel mempersilahkan Kimung untuk naik ke atas panggung dan berbagi bersama mereka yang sudah hadir. Dua penggiat ranah musik bawah tanah Kota Bandung ini menjadi sentral perhatian malam itu.

Berdasarkan cerita dari kawan-kawan Subang, potensi dan kendala yang ada di Kota Subang diwakili untuk dibahas oleh Addy Gembel dan Kimung. Mereka melihat ada poin-poin positif maupun negatif yang digarisbawahi dan perlu diatasi. Selain isu-isu yang sudah disinggung di atas, Addy Gembel kembali terhenyak ketika bicara tentang WMBI 2017. Di Kota Subang sendiri, hanya ada satu band yang berani mendaftarkan diri, yaitu Today After Tomorrow. Dari sekian banyak band yang bermunculan dari kota ini, mengapa hanya satu yang berani menerobos WMBI 2017? Ketika bicara tentang ketidakpercayaan diri, maka sebenarnya tidak ada yang bisa menolong band kamu sendiri jika kamu tidak berusaha untuk membuktikan melalui karya. Hari ini, keberanian menjadi satu unsur penting dan wajib, bukan lagi sebagai hal yang direkomendasikan.

Kimung menyoroti fenomena-fenomena yang ada di Subang dan berusaha membesarkan hati para metalheads Subang. Di kota manapun, kendala adalah hal yang wajar. Yang tidak wajar adalah ketika kita sudah tahu di bagian mana kita perlu membangun dan memperbaiki sesuatu tapi tidak dilakukan. Sekali lagi, demografi tidak bisa dijadikan alasan. Justru, seharusnya ada yang berani menerobos dan merubah sudut pandang pemikiran, dari “bagaimana mungkin band daerah dapat bersaing dengan band dari kota besar”, menjadi “kami, band daerah yang bisa menumbangkan dominasi band-band dari kota besar!”

Selain itu, Addy Gembel dan Kimung pun membahas tentang peran perempuan yang krusial di ranah musik bawah tanah. Kehadiran Annabelle adalah sebuah bukti bahwa sudah tidak adalagi batasan antara perempuan dan laki-laki di ranah ini. Perempuan dapat melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh laki-laki, lalu jika perempuan itu tidak bergerak sebagai musisi, ia bisa menjadi tokoh yang bergerak di komunitas dan mengorganisir banyak hal. Hadirnya perempuan adalah salah satu indicator dari perkembangan suatu ruang lingkup yang didominasi oleh lelaki.

Usai Kimung berdiskusi bersama Addy Gembel dan kawan-kawan Subang, Ebenz diundang ke atas panggung. Disini, ia fokus pada hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh kawan-kawan Subang dalam rangka memajukan band dan ranah musik bawah tanah secara keseluruhan. Ia menegaskan bahwa hari ini fasilitas sudah sangat lengkap dan mempermudah dalam hal apapun, terutama jika dibandingkan dengan kondisi di tahun ‘90an. Seharusnya, dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang sudah berantakan ada dimana-mana, band ataupun komunitas dari daerah manapun dapat memanfaatkan dengan maksimal dan optimal.

Ebenz pun membahas tentang kondisi ranah musik bawah tanah Indonesia yang sudah mulai disoroti oleh mereka yang ada di luar negeri. Adalah tugas semua penggiat ranah musik di Indonesia untuk terus membangun citra positif tentang negeri ini, dan terus berkembang secara progresif, produktif, dan tentunya kondusif. Musisi, komunitas, dan penikmat musik adalah satu paket lengkap yang tidak bisa dipisahkan. Semua harus saling sokong dan membuat ranah ini semakin berbahaya.

Sesi talkshow pun selesai, dan penonton di Subang terlihat memperhatikan jalannya sesi ini dengan serius. Penting untuk mengedukasi diri, dan mereka yang ada di Subang sadar akan hal itu.

 

Jamming Session – Annabelle, Beside, Little Kid Hardcore, and the-one-and-only Addy Gembel

Annabelle akhirnya dipersilahkan untuk naik ke atas panggung. Band yang beranggotakan tiga wanita tangguh yaitu Diar (Vokal), Deana (Bass), dan Ibey (Gitar) bersiap untuk membakar Subang malam itu. Di panggung ini, Annabelle ditemani satu lelaki yang menjadi additional player di lini drum.

Lagu pertama dibawakan. Mereka langsung mengundang atensi dan semangat metalheads Subang untuk melakukan moshing di hadapan Annabelle. Tanpa tedeng aling-aling, musik khas thrash metal yang kasar dan cepat dibawakan dan Diar berteriak lantang di hadapan para penggila musik cadas Kota Subang. Annabelle membuka panggung malam itu dengan sangat menakjubkan.

Selanjutnya, Annabelle dipersilahkan untuk melakukan jamming bersama Ivan dari Little Kid Hardcore dan Izal dari Beside. Membawakan nomor andalan dari Sepultura, “Refuse / Resist” dari album Chaos A.D. digeber malam itu. Dengan dua vokalis dan dua bassist, Max dan Igor Cavalera sendiri pun mungkin akan tersenyum manis melihat jamming malam itu.

Selanjutnya, hal spesial kembali terjadi. Jika biasanya jamming session hanya dilakukan satu kali, malam ini Annabelle dipersilahkan untuk kembali berbagi panggung. Membawakan lagu yang populer di era tahun ‘70an, “Smoke On The Water” dari Deep Purple digeber malam itu bersama Bokir dari Beside dan… Addy Gembel! Untuk pertama kalinya dari rangkaian tur, Addy Gembel memegang microphone bukan sebagai host, tapi sebagai Addy Gembel yang kita kenal, the real microphone burner, the real microphone breaker!

Bergantian, Diar dan Addy Gembel mengambil alih bagian Ian Gillan di hadapan metalheads Subang yang juga ikut bernyanyi bersama. Sementara Bokir menjadi lead guitar untuk melodi di tengah-tengah lagu yang menjadi andalan dalam album Machine Head.

Usai berkolaborasi dengan Ivan, Izal, Bokir, dan Addy Gembel, Annabelle membawakan lagu terakhir mereka dan mengundang tepuk tangan tanda puas, apresiasi, dan penghargaan pada para wanita luar biasa ini.

 

Meet & Greet and Live Performance – Beside

Kini, giliran Beside yang menaiki panggung terakhir dari rangkaian tur yang diadakan oleh DCDC sebelum mereka berangkat ke Jerman. Sebelum mengguncang panggung, seperti biasa Addy Gembel mengajak mereka berdiskusi singkat dan bicara tentang pengalaman yang belum tentu semua band dapat mengalaminya. Seperti yang kita ketahui, Beside adalah salah satu band yang memiliki sejarah dan merubah banyak hal di ranah musik.

Secara garis besar, apa yang terjadi dan terkorelasi dengan Beside selama 20 tahun terakhir ini pada akhirnya menghantarkan warna baru dan banyak pelajaran yang membuat standarisasi musik bawah tanah menjadi meningkat. Tetapi, masih banyak pihak yang hanya memandang hal-hal tersebut dari sisi negatif. Sudut pandang tersebut tentunya harus diubah. Bukan karena pembenaran, tetapi lebih kepada pelajaran yang dapat diambil dan dampak positif yang dibentuk hari ini.

Berbicara tentang Beside sebenarnya hampir selaras dengan Ujungberung pada umumnya. Mereka besar dan tumbuh di daerah yang sampai hari ini masih menjadi sentral musik bawah tanah Indonesia. Beside memberi pengaruh besar pada perkembangan ranah ini, dan mereka adalah salah satu pionir yang menjadi inspirasi banyak band bawah tanah hari ini.

Waktu bercerita sudah selesai. Kali ini, giliran Beside untuk kembali memanaskan suasana dan menggeber panggung dari rangkaian tur untuk terakhir kalinya. Sembari mereka bersiap, Addy Gembel kembali bicara, menutup acara secara resmi, dan memberi dukungan serta doa untuk keberhasilan dan kelancaran Beside di ajang Metal Battle, Jerman.

Beside sudah siap untuk memicu adrenalin kawanan metalheads Subang. Secara berurutan, “Spirit In Black”, “Dosa Adalah Sahabat”, “Ambisi Arogansi”, “Eleven Heroes”, “Dead of War”, dan “Aku Adalah Tuhan” dibawakan dan memicu arena moshpit semakin liar dan berkeringat. Teriakan Exterminator malam itu kentara terdengar, bahkan hingga jarak beberapa ratus meter dari Old Skull Garage. Semangat dari gerombolan anak muda penuh nyali ini jelas memberi aura positif untuk Beside sendiri, yang secara tidak langsung membuat mereka semakin yakin bahwa banyak pihak di Indonesia yang jelas-jelas akan mendukung sepenuhnya akan keberangkatan mereka.

Apapun hasilnya, Beside akan dan selalu menjadi kebanggaan Indonesia!

 

Subang, terima kasih banyak untuk menjadi kota penutup yang luar biasa! Rangkaian tur ini tidak akan berjalan dengan semenyenangkan ini tanpa partisipasi aktif dari kawan-kawan yang ada di Subang. Kalian adalah salah satu motor penggerak untuk kemajuan ranah ini, dan kalian patut berbangga hati menjadi bagian dari ranah musik yang selalu menjadi sorotan. Subang akan menjadi salah satu pusat musik ekstrim yang kuat!

Satu kutipan dari Dom Lawson, “semua orang yang ada di ranah musik bawah tanah Indonesia harus sadar bahwa mereka tidak hanya bagian dari komunitas Indonesia, tapi juga komunitas bawah tanah dunia. Dunia ini milik kalian juga!”

Kepada Beside, selamat bertarung! Kalian sudah melihat langsung seberapa besar harapan dan dukungan yang diberikan oleh semua pihak yang ada di Indonesia. Selamanya, kalian akan menjadi tubuh yang kami banggakan, dan kami berharap Beside akan terus mengibarkan bendera Indonesia, kapanpun, dan dimanapun! Clenched fist!

 

A post shared by DCDC (@dcdc.official) on

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner