Tempat-Tempat Gigs Bersejarah di Kota Bandung (Part. 1)

Tempat-Tempat Gigs Bersejarah di Kota Bandung (Part. 1)

Bandung adalah salah satu sentral perkembangan musik independen yang paling berkembang di Indonesia. Sejak tahun ‘90an, gejolak pertumbuhan musik dari berbagai genre meletup-letup bahkan mencapai masa keemasannya. Adalah wajar dan sudah seharusnya jika para pelaku musik independen memiliki tempat-tempat tertentu yang akhirnya dicanangkan sebagai pusat energi dan semangat dapat disalurkan dengan optimal. Panggung demi panggung diadakan secara rutin, dan tempat-tempat di bawah ini adalah beberapa titik yang melengkapi sejarah perkembangan musik independen Kota Bandung.

 

Teater Tertutup Dago Tea House

Dago Tea  House adalah salah satu bangunan tua di Bandung yang terletak di sebelah utara Kota Bandung. Di masa kolonial, tmpat ini berfungsi sebagai tempat minum teh dan restauran pada umumnya. Akhirnya, tempat ini dialih fungsikan menjadi tempat pagelaran seni dan budaya oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemda Provinsi Jawa Barat. Sejak saat itu, Dago Tea House berubah nama menjadi Taman Budaya Provinsi Jawa Barat.

Di era tahun 90’an hingga awal tahun 2000, tempat ini menjadi salah satu tempat krusial untuk pertumbuhan musik independen tanah air. Teater Tertutup Dago Tea House menjadi salah satu venue musik dengan intensitas acara yang sangat padat. Tidak ada spesifikasi khusus untuk mereka yang ingin mengadakan acara disini, baik aliran musik metal hingga pop, acara komunitas atau sekolah, selama berhubungan dengan seni dan budaya, tempat ini menjadi fasilitas yang saat itu paling diminati. Tempat ini menjadi saksi bisu pergerakan musik independen, khususnya Kota Bandung.

Sekarang, tempat ini masih seringkali disinggahi musisi-musisi yang ingin menunjukkan karyanya. Tetapi, kali ini Dago Tea House lebih banyak diisi oleh band beraliran pelan atau pagelaran seni budaya lokal.

 

Gedung Asia Africa Cultural Center

Gedung Asia Africa Cultural Center (AACC) adalah salah satu gedung bersejarah di Kota Bandung. Gedung ini didirikan sekitar tahun 1920, dan berfungsi sebagai bioskop kala itu, dengan nama Concordia Bioscoop. Pada tahun 2002, gedung ini mulai direvitalisasi dan berganti nama menjadi AACC dan difungsikan sebagai tempat pagelaran seni dan budaya.

Tidak jarang acara-acara musik dari berbagai aliran memakai tempat ini untuk menunjukkan performanya. Termasuk musik underground, Gedung AACC dianggap tempat yang tepat untuk dijadikan sarana pemuas agresivitas anak muda kala itu, terutama di era tahun 2000an. Hampir setiap Sabtu malam, seputaran AACC dipenuhi gerombolan massa penggila musik yang menunggu acara dimulai.

Tetapi, terjadilah Tragedi AACC di tahun 2008. Saat itu, Gedung AACC dirasa tak lagi mampu menampung hasrat yang luar biasa dari para pecinta musik. Pasca kejadian duka tersebut, Gedung AACC tak lagi memiliki aktivitas yang intens, dikarenakan perijinan yang sulit.

Gor Saparua

“Band belum menjadi band sesungguhnya jika belum main di GOR Saparua”. Ungkapan tersebut menjadi satu ungkapan yang sangat sakral di era ‘90an. Pasalnya, pada saat itu GOR Saparua adalah tempat dimana massa penyuka musik terutama underground tumpah ruah dan berbagi energi dengan brutal.

Gelanggang Olahraga (GOR) Saparua sebenarnya berfungsi selayaknya GOR pada umumnya. GOR ini dilengkapi lapangan outdoor, trek lari dan lapangan indoor yang dikelola oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat. Letak GOR Saparua sangat strategis, di tengah-tengah Kota Bandung dan dikelilingi empat jalur besar, yaitu Jalan Ambon, Jalan Aceh, Jalan Banda, dan Jalan Saparua.

Bisa dibilang, titik puncak pergerakan musik underground adalah ketika GOR Saparua menjadi tempat tujuan utama untuk gigs dihelat. Setiap minggunya band-band cadas unjuk kemampuan di GOR Saparua, dan tempat ini menjadi sentral musik bawah tanah berkembang secara massive. Sayangnya, venue ini sudah tak lagi dipakai sebagai arena bermusik di hari ini, karena usia gedung yang sudah terlalu tua.

Pasca tragedi AACC di tahun 2008, sebuah acara yang melibatkan musik cadas dihelat untuk terakhir kalinya. Acara itu bertajuk “Baheula, Ayeuna, Salilana, Saparua” (Dulu, Sekarang, Selamanya, Saparua). Lebih dari 37 band ternama di Kota Bandung dan dari berbagai genre diundang di helatan ini, dengan dua buah panggung yang ditempatkan di dalam dan luar GOR Saparua. 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner