Stevie Item: “Deadsquad itu Gitarnya Sangat Tidak Death-Metal”

Stevie Item: “Deadsquad itu Gitarnya Sangat Tidak Death-Metal”

Para Pasukan Mati (sebutan penggemar Deadsquad) tampaknya harus bersabar beberapa saat menunggu album ketiga band death-metal asal Jakarta, Deadsquad, untuk rilis dan dinikmati bersama. Keluarnya sang gitaris, Coki Bellmeyer, tentu berpengaruh. Tapi musik Deadsquad tetap cepat dan menyalak. Padahal single “Pragmatis Sintetis” yang diambil dari album terbaru mereka Tyranation sudah dikumandangkan di tiap aksi Deadsquad – terakhir mereka merampungkan tur Jawa bersama Seringai bertajuk Hellnoise Tour 2016 awal September lalu.  

Sang gitaris sekaligus personil paling lama band ini, Stevie Item, berbicara banyak mengenai proses kreatif dari album terbaru Deadsquad ini. Album ketiga mereka yang  dinamakan Tyranation menghadirkan sebuah konsep album yang terinspirasi dari alter ego semacam “Pink” (Pink Floyd, The Wall) atau “Ziggy Stardust” (David Bowie, The Rise and Fall of Ziggy Stardust and the Spiders From Mars). Konsep album yang banyak bercerita realitas sosial dari sudut pandang sang penulis lirik.

“Iya Daniel (vokal) lebih ingin bercerita. Dia punya beberapa alur. Album itu baik pada lirik maupun artworknya bercerita dan berkesinambungan tentang negara tirani itu,” ujar Stevie yang saya temui sehabis Pengadilan Musik #7 beberapa waktu lalu, Jum’at (30/9), di Kafe Kantinasion, Jalan Ambon No 8A Bandung.  

Tak elok rasanya berbicara panjang lebar mengenai proses kreatif bermusik Deadsquad tapi tidak menginterogasi aspek gitar dari musik Deadsquad. Banyak kejutan tentu saja yang akan hadir pada album barunya nanti yang melibatkan gitar. Terutama kolaborasi bersama para gitaris papan atas Indonesia dan opininya soal gitar Deadsquad.

Bisa diceritakan terlebih dahulu, kalau yang saya tahu seharusnya album Tyranation itu harusnya rilis awal  tahun ini, tertundanya kira-kira karena alasan apa?

Oke, banyak faktor sih sebenarnya. Karena kan deadlinenya sendiri kami yang menentukan. Jadi yah terserah kami (tertawa). Tapi yang paling menentukan adalah kami kan kerjasama, membuat album ini kan masih membutuhkan yang lain gitu. Ada sound engineer di situ. Yang megang peranan, terutama untuk mixing dan mastering. Jadi, kebetulan pada saat itu, mestinya kan keluarnya Maret (album Tyranation), ternyata sound engineer yang kami ingin kolaborasi itu waktunya enggak memungkinkan. Dia juga sedang tur waktu itu. Terus ketika dia pulang tur, keburu break bulan Ramadhan. Baru mulai ngerjain bulan Agustus kemarin. Baru kelar belakangan ini.

Dari bulan yang tertunda kemarin itu apakah ada tambahan dan eksplorasi musikal lainnya?

Paling sedikit sih, lebih kepada ada beberapa detil-detil yang biasa ketika didengarkan kayak masih terus ada yang kurang. Baiknya gini, dikurangin ini. Yah kayak gitu-gitu sih, enggak terlalu signifikan karena lagu udah beres semua. Dari Maret juga lagu sih udah beres semua.

Keluarnya Coki apakah berpengaruh pada tertundanya proses rekaman ini?

Sebenarnya kan proses kreatifnya ini pas bikin workshop memang Coki pas mau keluar. Jadi memang ada pengaruh terutama dalam song-writing juga. Tapi kami juga dibantu dengan Karis jadi Karis meski masih menjadi additional player tapi dia berkontribusi juga pada proses album ini. Karena dia gabungnya juga pada masa-masa itu. Kalau telat banget sih emang bukan gara-gara Coki keluar, tetapi kami tadinya memutuskan untuk rilis Maret, cuma faktor yang paling berpengaruh tuh karena sound engineer-nya itu.

Bagaimana ceritanya bisa melibatkan tiga gitaris ternama yaitu Andra Ramadhan (Dewa dan Andra and The Backbone), Dewa Budjana (GIGI), dan Stephan Santoso (Musikimia) yang memiliki karakter musik berbeda dari kalian, seperti apa kontribusi mereka?

Jadi kalau kami kan enggak sengaja menyiapkan lagunya untuk mereka khusus. Enggak seperti itu. Kami lagunya udah jadi, terus kami pikir-pikir rasanya cocok dimasukin aransemen dengan style gitar solo-nya Budjana, terus style gitar-nya Mas Andra, satu lagi sebenarnya masih ada Coki. Walaupun Coki sudah resmi mengundurkan diri, tapi dia masih bersedia untuk ngasih kontribusi di satu lagu. Nanti di album ada satu solo gitarnya dia.

Secara proses kreatif apakah ada masalah berkolaborasi dengan musisi yang musiknya menyimpang jauh dari musik kalian? Apakah tiba-tiba nanti di tengah gempuran musik death-metal akan ada world music dari Budjana, misalnya?   

Kami sih enggak terlalu jauh mengeksplorasi seperti itu. Jadi kami benang merahnya masih di musik death-metal. Kalau nanti sampai ada unsur lain, di luar dari itu. Paling enggak, bukan mendadak kami yang menjadi etnik karena mengikuti gayanya Budjana. Mendadak jadi world music. Enggak kayak gitu. Yang kami kombinasikan itu palingan dari unsur jazznya.

Tapi diantara ketiga gitaris tadi ada yang penggemar atau mendengarkan musik death-metal?

Kalau dari death-metal sih rasanya enggak ada. Bahkan kalau ngomongin death-metal di Deadsquad itu gitar-gitarnya sangat tidak death-metal. Yang mendefinisikan musik Deadsquad itu menjadi death-metal adalah drumnya dan mungkin vokalnya. Kalau mau dipilah-pilah satu per satu, gitarnya kalau menurutku tidak death-metal. Serius. Kalau dengerin musik Deadsquad di rekaman, terus tutup drumnya dengerin gitarnya, itu sangat tidak death-metal sebenarnya. Karena saya sendiri berangkatnya dari thrash-metal. Dari model kayak Megadeth, Sepultura, Anthrax, kalau saya pribadi senangnya musik seperti itu. Jadi disiplinnya beda. Sementara Andyan (drummer), memulai dari musik-musik seperti Suffocation. Jadi yang lebih ekstrim mendefinisikan musik kami death-metal itu adalah drumnya.

Tapi secara proses kreatif adaptasi ketiga gitaris tamu itu tidak terlalu sulit yah karena secara gitar tidak terlalu ekstrim pada death-metal?

Ya mungkin karena kami juga memilih lagu mana yang cocok untuk dipadupadankan dengan style ketiga gitaris tamu tadi. Untuk Mas Andra dia main di solo lagu “Menyangkal Sangkakala”, kalau Budjana pada lagu “Apocalyps For Sale”, terus kalau Coki ngisi pada lagu “Tyranation”.

Katanya ada satu lagu yang memiliki hitungan beat per minutes (BPM) paling cepat?

Itu sebenarnya celetukan dari bassis kami yang kebetulan lagu pada workshop itu kan bareng semua, yah dia nggak senagaja pas di metronome, kalau biasanya kan bikin part-part lagu kan kami rekam dulu. Kelihatan kan BPM-nya seperti apa. Terus dia nyeletuk kayaknya itu paling cepat deh di lagu ini. Kami enggak mengklaim bahwa nanti ada satu lagu yang super-cepat, Cuma itu hanya celetukan saja.

Bisa diceritakan proses nanti kalian tur ke Jepang ini seperti apa?

Awalnya kami bertemu dengan seorang booking agent yang dia itu suka keliling Asia. Dia sendiri dari Jepang. Dia datang untuk melihat band-band yang potensial untuk diajak. Waktu itu kami sedang tampil dengan Seringai bikin satu perhelatan bernama “Cadas Cult”. Itu kami bikin, terus tour agent itu datang ke acara itu. Dia nonton semuanya, dari semua band, dan dia tertarik sama Deadsquad. Akhirnya dia ke belakang panggung, mendekati dan ngomong langsung sama Daniel (vokalis), dan dari peristiwa itu mulai bertukar komunikasi. Baru setahun (atau dua tahun) kemudian dia berencana untuk mengajak Deadsquad tur ke Jepang ini. Memang memasang kami agar tampil di Asakusa Deathfest. Dan sisanya tampil di empat titik (atau tiga titik), saya nggak hafal sekarang (tertawa) karena kami yang pastinya akan maennya di live house gitu. Festival satu, sisanya live house.

Apakah ada persiapan khusus untuk mengantisipasi tur ke Jepang ini seperti kejutan-kejutan memperkenalkan musik kalian kepada publik di Jepang sana?

Saya ngertinya sih kalau bicara metal di Asia saya rasa Indonesia masih paling besar. Pertama, dari jumlah penduduknya. Dan kami main kalau acara metal baik itu festival ataupun sekedar launching atau acara-acara gigs, selalu ramai. Jadi saya berani bilang musik metal di Indonesia itu memang segmented tapi masif. Coba bikin acara metal deh, datangnya tuh banyak, sekamir ribuan. Kalau di Jepang mungkin nggak sampai se-masif di Indonesia, seperti yang dibikin di Bulungan atau bikin di Saparua. Atau mungkin di Cimahi yang datang bisa mencapai ribuan orang. Menurut saya, metal masih paling besar dan itu suatu keistimewaan. Harusnya bisa di-apresiasi lebih baiknya dari pemerintah. Ini tur pertama kami keluar negeri, jadi apa yang harus dipersiapkan, yah kami mempersiapkan semaksimal mungkin sih. 

View Comments (2)

Comments (2)

  • andriandg
    andriandg
    6 Oct 2016
  • kikirizkytrisna
    kikirizkytrisna
    20 Oct 2016
You must be logged in to comment.
Load More

spinner