Siapa Berani Menandingi Duo Kribo?

Siapa Berani Menandingi Duo Kribo?

Cokelat History : Indonesian Cult Oldschool-ProgRock

Pernahkah kita merasakan pengalaman inderawi yang begitu dahsyat tatkala mendengar lagu rock oldschool tanah air? Pengertian dahsyat di sini tak hanya sebatas soal musikalisasi, tapi juga keberanian secara lirik, melampaui batas kewajaran, dan aksi panggung yang berbeda dengan grup musik seangkatannya. Semua punya persepsi berbeda, namun jangan coba sompral kalau belum mendengar Duo Kribo; duo yang benar-benar kribo, digalaki oleh Ahcmad Albar dan Ucok Harahap pada tahun 1977. Andaikan Ucok saat itu tak pecah dengan Apotik Kali Asin (AKA), bandnya terdahulu, dan Achmad tak sepi order manggung bersama God Bless, mungkin gema metal lahiriyah kolaborasi ini takkan pernah terjadi.

Sekira 6 tahun lalu, saya meminjam materi musik milik orang tua seorang teman, dengan modus terheran-heran melihat wajah dua pria—yang satu keras nan sangar, lainnya tampan namun ‘tengil’ bagai playboy—dengan rambut kribonya di cover kaset tersebut. Ketika mendengar lagunya, seolah mulut tak bisa berucap apa-apa lagi. Yang biasanya mudah berkata kasar, bahkan sampai bisa melontarkan kalimat Subhanallah saat lagu berjudul “Neraka Jahanam” nyaring membisingi kamar.

Sekali lagi, Subhanallah.......

Adrenalin pada diri saya yang saat itu masih berumur 15 tahun, seolah membara. Bukan karena lagunya yang terkesan melawan makhluk terlaknat Tuhan yakni setan, namun bagi saya, inilah yang namanya rock. Keras, tajam, pecah, bajingan, dan semua bendahara kata lainnya dalam ‘KBBI’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia-RED) yang bisa mewakili betapa berbahayanya band satu ini.

Ternyata lagu dari grup band Seringai berjudul “Berhenti di 15” benar adanya. Mereka berbicara tentang kekonsistenan seseorang dalam musik selepas umur 15 tahun. Jika harus berbicara soal diri sendiri, maka Duo Kribo saya nobatkan sebagai perubah hidup.

Memang Duo Kribo ini adalah proyek sampingan, memang detik ini mereka seolah memudar dalam distorsi zaman; tertutupi musisi lainnya macam Koes Plus, Fariz RM, bahkan God Bless yang notabenenya prioritas utama Achmad Albar sendiri sebagai vokalis. Namun soal kegarangan, tak usah disandingkan dengan yang lain. Musik mana, pada saat itu, yang berani berteriak keras “tercium baunya aroma asap narkotika dan ganja”, dan saya kira, tak ada yang berani menantang setan layaknya nada-nada minor dari “Neraka Jahanam”. Pun tak heran, bila lagu berbau erotis macam “Penari Jalang” dan “Pelacur Tua” sempat menimbulkan kontroversi dalam spot iklan di TVRI, kanal televisi Indonesia satu-satunya pada saat itu.

Satu lagi yang dirasa unik, band keras mana yang pada saat itu, dekade akhir 70-an, bermain film? Kurang lebih tak ada, kecuali Duo Kribo.

Duet Achmad dan Ucok ini, semula tak diperhitungkan. Sekalinya diperhitungkan, tak sampai berbicara masalah seberapa besar side project ini laku. Namun setelah terjual 100.000 kaset hasil ciptanya, semua layak untuk terbelalak. Prestasi yang bisa dibilang fantastis pada masa itu, dan ampuh buat para kritikus tersentak heboh. Suksesnya pun tak hanya di belantika musik Indonesia, namun merambah ke persekutuan Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia dan Singapura.

Bukan soal perjalanan yang ingin saya tekankan di sini, namun esensi sebuah grup musik yang berani keluar zona nyaman pada masanya. Coba lihat saat ini, saat dimana manusia penyuka seni masih bermain musik dalam batas yang wajar-wajar saja. Silahkan bawa embel “neraka”, “setan”, “siksaan”, dan kegelapan-kegelapan satir lainnya, namun tetap saja hanya Duo Kribo yang berani menghadirkan kekejian secara gamblang serta ekslusif tanpa takut dikucilkan dari skena musik yang sedang ngehits.

Seperti judul artikel ini, adakah dari Anda yang berani menandingi musikalisasi Duo Kribo? Tak ikut-ikutan jadi cadas tak masalah, yang penting berani keluar zona nyaman masa kini.

Jika tak ada, maka sesuai dengan lirik salah satu nomor Duo Kribo favorit saya “Penari Jalang”, mari kita semua teriak: telanjang!

*Sebuah tulisan bersifat views dari sudut pandang penulis, terka dan desah tulisan ini. Tabik!

Oleh: Bobby Agung Prasetyo

Foto: Istimewa

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner