R.I.P.: 5 Band yang Harusnya Tidak Bubar

R.I.P.: 5 Band yang Harusnya Tidak Bubar

Meninggalkan berbagai karya menarik dalam sepanjang perjalanannya

 

Cerita klasik yang dibahas di artikel ini mengenai tutup usianya sebuah grup musik. Bubarnya sebuah band memang hal yang sangat wajar. Namun, sekali lagi,saya menyayangkan dengan bubarnya grup-grup musik ini karena mereka memiliki musik yang keren dan berkualitas. Berbagai problema diantara para personilnya hingga peristiwa pilu seperti tutup usia telah menjadi cerita tersendiri. Satu yang pasti karya-karya mereka membekaskan kenangan yang menarik bagi para penikmat musiknya. Yang mungkin dari awal pembentukan hingga mungkin detik ini karya mereka masih lantang didendangkan.

 

Ghaust (2005-2016)

Menaruh riff cadas yang dikemas secara musikalitas, Ghaust yang bersal dari kota Jakarta , juga harus tutup usia dalam perjalanannya. Ghaust yang diprakarsai oleh dua orang pemuda bernamakan Uri Putra dan Margino Edward (Edo), mengusung musik post-metal yang banyak berunsur atmospheric metal dan post-rock dengan ketukan berbau experimental hardcore dalam tiap liuk partisi musiknya. Semua hal tersebut reangkum dalam diskografinya seperti Ghaust s/t (2008), Vestiges/Ghaust LP (2011), Ghaust/Blckwvs EP (2010), Ghaust/Pazahora (2010), Ghaust vs Iblis Kotor (2010), Ghaust/Aseethe (2011), Ghaust/Kelelawar Malam (2011), Untitled (2014), dan Burning All The Gold (2016). Ghaust “terpaksa” membubarkan diri pasca meninggal sang drummernya, Edo. Namun musikalitas Ghaust tetap dikenang hingga saat ini lewat riff-riff cadasnya.

 

Semakbelukar (2009 – 2013)

Palembang telah menjadi saksi bisu terbentuknya sebuah grup musik folk bernama Semakbelukar. Proyek yang merupakan hasil gagasan dari David Hersya, Ricky Zulman, Mahesa Agung, Angger Nugroho, serta Ariansyah Long. Dalam musikalitasnya, Semakbelukar banyak bercerita mengenai sudut pandang mereka terhadap kritik sosial yang terurai dalam diskografi mereka Semoga Kita Mati Dalam Iman (2009)Mekar Mewangi (2009), singel “Sayang Selayak” (2012)  versi ubahan dari lagi daerah Sumatra Selatan, Drohaka (2012) dan Semak Belukar (2013) yang dirilis oleh Elevation RecordsBand yang banyak meraih pujian berkat musiknya yang otentik ini lantang membubarkan diri mereka pada acara launching albumnya di kota Bandung, dan menghancurkan seluruh instrument alat musiknya. Hingga kini dapat dikatakan, belum ada yang mampu menyerupai musikalitas Semakbelukar secara keseluruhan, baik dari segi lirik maupun unsur musiknya dikalangan musisi-musisi pada era ini, inilah salah satu point utama Semakbelukar yang sangat disayangkan akan kebubarannya. Nasib band ini memang tidaklah terlalu lama. Serupa dengan band sekota mereka, ((Auman)), yang juga memiliki usia pendek namun meninggalkan karya berarti bagi para penikmat musiknya

 

((Auman)) (2010-2015)

Salah satu proyek dari seorang pemuda bernama Farid Amriansyah atau yang kerap disapa dengan ‘Rian Pelor’. Membentuk grup musik ((Auman)), yang lahir di kota Palembang, Sumatra Selatan, bersama teman-temannya yang terdiri dari Zarbin Sulaiman, Aulia Effendy, Erwin Wijaya, Ahmad Ruliansyah yang berkutat pada jalur musik heavy metal. Band yang menaruh identitas pada hewan Harimau Sumatra ini hanya dapat meliar selama 5 tahun dalam perjalanan karirnya. Berdiri tegak lewat bendera Rimauman Music, ((Auman)) pada tahun 2012 meluncurkan sebuah album ‘Suar Marabahaya’. Dan berita tentang bubarnya ((Auman)) telah disepakati antar tiap personil untuk tutup usia yang disebabkan oleh faktor internal. Berbagai perencanaan yang telah di agendakan oleh ((Auman)) nyatanya sirnalah sudah. Hanya Suar Marabahaya yang meninggalkan kenangan.

 

Banda Neira (2012 – 2016)

Lantunan indah yang sejuk dari suara vokal Rara Sekar dan petikan gitar akustik dari Ananda Badudu lewat duo folk, Banda Neira. Akhirnya mereka juga memutuskan tutup usia dalam perjalanan karirnya yang dikabari lewat kanal resmi mereka beberapa hari menjelang akhir 2016. Banda Neira yang berasal dari kota Bandung, telah melahirkan 2 album penuh yang bertajuk I (2013) dan Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti (2016). Lantunan indah dari Banda Neira yang sederhana, namun penuh makna mengisak tangis bagi para penikmat musiknya. Karena kita kehilangan grup musik yang memiliki musik serta lirik yang sama-sama indah.

 

Seaside (2012 – 2016)

Belakangan ini, ranah musik tanah air dibanjiri dengan beberap grup musik yang berkutat keras pada jalur musik pop alternative yang dikemas dengan beberapa riff shoegaze/dream pop, salah satunya adalah Seaside. Band yang merupakan rooster dari Anoa Records ini, akhirnya memilih bubar. Padahal band yang hanya merilis sebuah album yang bertajuk Undone (2013) dapat dikatakan sangat jarang menampakan diri mereka dalam beberapa acara musik. Namun musikalitas mereka yang menyerupai seperti Kubik, Cherry Bombshell, Jelly Belly, dan The Milo ini sangat disayangkan akan bubarnya mereka dalam ranah musik dream pop Tanah Air. Semoga setelah kehilangan Seaside, akan ada penerusnya dalam menciptakan karya musik di tanah air ini.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner