Reportase Everloud: Kesangaran dan Keriuhan Pesta Musik Metal Pada Tengah Pekan

Reportase Everloud: Kesangaran dan Keriuhan Pesta Musik Metal Pada Tengah Pekan

Ketika gigs metal diselenggarakan tengah pekan dan menghadirkan lima band death metal untuk merusak malam menjadi lebih liar

Acara-acara musik seringkali diadakan sebagai salah satu cara melepas kepenatan dari rutinitas sehari-hari. Tak terkecuali acara Everloud yang diselenggarakan di Borneo Beerhouse, yang bertempat di daerah Kemang Jakarta Selatan. Ada pasukan death metal yang tidak sembarangan tampil di atas panggung Everloud. Uniknya, acara ini diselenggarakan bukan pada akhir minggu, melainkan pada hari Selasa,20 Desember 2016. Penasaran, saya akhirnya menjajal perjalanan dari Bandung untuk menyaksikan Everloud yang menurut rundown akan dimulai pukul 18.30 WIB.

Saya sedikit terlambat ketika berangkat, tak ayal saya harus terjebak di kemacetan ibukota. Perjalanan menuju Jakarta Selatan harus dihadapkan ke beberapa titik macet, ditambah dengan waktu yang bertepatan dengan bubaran kantor. Akhirnya, pukul delapan malam saya baru sampai ke acara tujuan saya. Dari luar, saya tidak melihat begitu banyak gerombolan berbaju hitam. Pada awalnya, saya sempat curiga bahwa acara ini tidak akan seramai acara yang diselenggarakan di akhir minggu.

Ada lima band death metal yang bermain pada acara Everloud. Mereka adalah Masticator, Aestees, Djin, Revenge, dan DeadSquad. Menurut teman-teman yang saya temui disana, acara ini memang tidak tepat pukul 18.30 WIB dimulai. Sayang sekali, saya melewatkan penampilan dari Masticator, grup musik pengusung progressive death metal dari Pamulang, Jawa Barat. Sekitar pukul 19.30 WIB Masticator mulai menggeber kerumunan anak muda disana, dan membawakan sekitar tujuh buah lagu.

Perkiraan saya mengenai penonton yang tidak akan banyak ternyata salah. Borneo Beerhouse yang memang tidak begitu luas sudah disesaki penonton sejak awal saya masuk. Sebuah stage pendek tanpa batas antara musisi dan penonton membuat suasana malam itu terasa sangat hangat dan intim. Ketika saya sampai, Aestees sudah mulai mempertunjukan lagu ketiga mereka. Para penonton secara antusias merespon Aestees yang menggeber musik-musik death metal malam itu. Memang, belum ada aktivitas pogo atau moshing saat itu, tapi mereka tetap head-banging dan berteriak bersama Aestees. Sekitar pukul 20.30 WIB, Aestees selesai menunjukan performa mereka dengan membawakan enam sampai tujuh buah lagu, ditutup oleh lagu “Black Plague”.

Setelah Aestees memperpanas situasi di Borneo Beerhouse, kali ini giliran band death metal asal Medan bernama Djin yang bertugas untuk membuat keadaan semakin liar. Setelah prepare, sekitar pukul 20.40 WIB Djin memulai lagu pertama mereka. Lagu mereka sungguh intens. Pola vokal yang menggelegar, blasting drum yang mati-matian, riff dan melodi gitar yang mengerikan, ditambah dentuman bass bersenar enam sukses menghipnosis penonton yang datang untuk semakin semangat menganggukan kepala mengikuti tempo. Terdengar celetukan penonton yang menganggap personil Djin ini melakukan lipsync, mungkin karena permainan musik mereka yang di luar nalar. Djin membawakan tujuh buah lagu, sekaligus perkenalan terhadap gitaris terbaru mereka. Lebih kurang pukul sembilan malam, Djin sudah mulai membuat para penonton semakin berkeringat.

Band keempat yang siap menggempur panggung malam itu adalah Revenge. Sajian yang dipertontonkan oleh Revenge adalah satu paduan technical-progressive death metal yang terbilang rumit. Penonton yang didominasi lelaki—meskipun ada segelintir perempuan—di acara itu terlihat kagum ketika Revenge mulai unjuk kebolehan dan meraungkan lagu demi lagu. Kehangatan antara personil dan para penonton pun sangat terasa. Mereka saling lempar candaan tiap kali Revenge memberi sambutan. Sekitar enam buah lagu berhasil Revenge eksekusi dengan sangat memukau. Permainan mereka sangat unik dan tidak biasa, setidaknya bagi saya. Ada satu buah lagu yang berdurasi sangat panjang tapi tetap bisa dinikmati. Akhirnya, mereka selesai membakar panggung pada pukul sepuluh malam.

Everloud ditutup oleh band death metal asal ibukota yang sudah ditunggu-tunggu sejak awal. Lima orang lelaki sangar terlihat turun dari lantai tiga, menuju lantai dua tempat dari stage Borneo Beerhouse. Sentak para penonton menyambut mereka dengan riuh teriakan dan tepuk tangan. Hanya saja malam itu tidak terlihat kemunculan grim reaper dan kostum berdarah-darah seperti yang sempat ditampilkan oleh DeadSquad pada acara JakCloth beberapa waktu lalu.

Sekitar pukul 22.15 WIB, DeadSquad mulai menggeber panggung Everloud, dan dibuka oleh lagu dari album Tyranation, berjudul “Lahir Mata Satir”. Kali ini, penonton tidak segan-segan meluapkan ekspresi dan antusiasme mereka. Segera, mereka pogo, moshing, bahkan crowd surfing di tengah-tengah area penonton. Ada satu hal yang saya kagumi ketika menonton para penggila musik keras ini. Saya kira awalnya akan ada kericuhan yang terjadi, mengingat acara ini diselenggarakan di dalam bangunan yang tidak begitu luas dan disesaki penonton yang secara brutal berdansa liar. Ternyata, mereka terbilang tertib. Maksudnya, tak ada satupun penonton yang berkelahi seperti di kebanyakan acara musik cadas, dan mereka tetap mengekspresikan semangat mereka di area yang sudah disediakan. Penonton yang memilih untuk berdiam diri di sisi panggung terbilang tidak terganggu dengan penonton lain yang ugal-ugalan. Mereka tetap bisa menikmati suatu pertunjukan dengan cara mereka sendiri, tanpa harus mengganggu penonton yang lain.

Kembali pada permainan DeadSquad. Rasanya, sudah tidak mungkin dipungkiri bahwa kuintet lelaki ini memang memiliki kemampuan bermusik yang luar biasa. Penonton sangat buas malam itu. Terutama ketika DeadSquad membawakan lagu “Pasukan Mati”. Penonton yang hadir ikut bernyanyi bersama, sambil terus meluapkan energi yang tak ada habisnya. Secara bergantian, DeadSquad membawakan lagu-lagu dari album terdahulu mereka, sampai ke album teranyar Tyranation. Mereka pun sempat membawakan satu lagu cover dan para penonton membalas kegarangan DeadSquad dengan membentuk circle pit di tengah arena moshpit. DeadSquad menutup penampilan mereka dengan lagu “Manufaktur Replika Baptis” dan Daniel ikut terjun ke penonton. Bertelanjang dada, ia menyeruak melakukan stage diving dan segera disambut oleh penonton. Sebuah penampilan yang sangat memuaskan dan penuh energi.

Akhirnya, acara selesai lebih kurang pukul 23.00 WIB. Secara bergantian para penonton dan personil berfoto, mengabadikan momen yang menyenangkan tersebut. Everloud benar-benar sukses dan membuktikan bahwa acara musik tidak harus diselenggarakan di akhir pekan.

Foto: Kimo Sakajepret

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner