Nonton Film di-Gang Vol. 6, Kolaborasi Antara Pertunjukkan Film dan Musik

Nonton Film di-Gang Vol. 6, Kolaborasi Antara Pertunjukkan Film dan Musik

Menjadi acara di setiap akhir bulan, Nonton Film di-Gang memasuki volume ke-enam. Acara yang digagas oleh Bandung Film Council ini selalu menampilkan film-film independen dan diselenggarakan di Kedai Cas, Jalan Kubang Selatan No. 2A Bandung. Sejak tahun 2016 lalu, beberapa film sudah menambah semarak acara Nonton Film di-Gang, dan kali ini mereka menyuguhkan konsep yang berbeda. Selain mempertontonkan film-film yang sudah dikaryakan beberapa pihak, ada suguhan musik dari Maladialum dan Jon Kastella.

Sejak sore hari, halaman Kedai CAS sudah ditata dengan panggung kecil, satu buah layar, satu alas duduk yang cukup besar, disertai kursi-kursi di sekelilingnya. Dekorasi berupa banner dan lampu-lampu gantung pun sudah rampung dihias. Nuansa dekat, nyaman dan intim sudah terasa bahkan sejak acara ini belum dimulai.

Sekitar pukul 19.00 WIB, Nonton Film di-Gang Vol. 6 dibuka oleh dua orang host perempuan. Meskipun ada di dalam satu gang dengan lebar lebih kurang satu buah motor, ternyata para penonton memadati tempat tersebut. Sepertinya, acara ini sudah memiliki kesan tersendiri, terutama bagi para penyuka film independen. Membuka acara malam itu, grup musik eksperimental yaitu Maladialum mulai menghibur para penonton. Terdengar beberapa penonton yang ikut bersahutan mengalunkan lagu demi lagu dari Maladialum. Musik eksperimental yang dikombinasikan dengan pola dan alat musik tradisional menjadi satu sajian yang sangat menarik dan unik. Empat buah lagu berhasil mereka bawakan, dan mereka tetap tampil menawan meski dengan sound seadanya.

Acara ini sebenarnya serupa pre-event dari showcase yang akan diselenggarakan Maladialum di Bulan Februari mendatang, selain memang Maladialum sendiri sudah berhubungan dengan teman-teman di Kedai CAS. “Ini pertama kalinya Maladialum manggung di acara yang juga screening film. Selain ajang promo, kami memang tertarik pada acara ini. Beberapa anak di dalam Maladialum juga memang berprofesi sebagai film maker. Terutama, ketika kami melihat antusiasme orang-orang yang datang, meski di dalam gang tapi acara ini bisa didatangi banyak orang dan mereka keren banget,” ujar Chandra selaku manajer dari Maladialum.

Maladialum

Sekilas tentang Maladialum, band yang terbentuk di Yogyakarta dan kemudian bertolak ke Jakarta ini menyuguhkan satu sajian musik yang lain dari biasanya. Briegel Bagenda sebagai vokalis dan gitaris dari Maladialum menceritakan bahwa inspirasi mayoritas lagu-lagu Maladialum datang ketika ia sedang di alam seorang diri. Ada yang tercipta di atas Pegunungan Alpen, bahkan ada pula yang berasal dari tengah Hutan Kalimantan. Musik yang Maladialum sajikan sendiri diakui Briegel terbentuk dari suatu proses yang natural. “Kami sebenarnya menganggap musik seperti cinta, seperti suatu proses yang natural. Kalau tercipta di kepalaku seperti apa, ya kami tumpahkan. Besok-besok kami menyuguhkan musik elektronik atau apapun, kami gak akan pernah tahu. Kalau menginterpretasikan cinta kan gak tebang pilih,” jelas Briegel Bagenda. Mereka akan segera mengadakan showcase bertajuk Experiment Experience yang nantinya akan memberikan pengalaman terbaru untuk para penonton yang hadir.

Lanjut pada acara Nonton Film di-Gang Vol. 6, acara dilanjutkan dengan pemutaran film pertama pada pukul 20.00 WIB. Sebuah film berjudul “Sihung” karya Esa Hak dari Kota Sinema dipertontonkan. Film ini memaparkan cerita tentang arena adu antara babi hutan dan anjing pitbull. Penggarapan film ini digarap lebih kurang selama satu tahun, dimulai dari berburu babi hutan hingga acara adu dilaksanakan. Film ini berdurasi lebih kurang 60 menit. Setelah film selesai, moderator membuka sesi diskusi terkait film “Sihung” bersama pembuat film ini.

Pemutaran Film Dokumenter "Sihung"

Selanjutnya, pukul setengah sepuluh film kedua dan ketiga ditampilkan secara maraton. Film kedua adalah karya Galih Mulya dari Embara Film yang menampilkan tiga video berdurasi lebih kurang lima menit dari masing-masing film. Tiga judul film yang ditampilkan adalah “Roma Eterna”, “Southwest Solitude”, dan “New York Resonance”. Ketiga film ini menampilkan sudut-sudut kota di dunia dengan sinematografi yang sangat baik.

Dilanjutkan pada film ketiga dengan format yang lain lagi. “Music Story Nadafiksi” karya Ace Raden dari Indie.Art.Project menjadi film penutup untuk sesi pemutaran film. Film ini memaparkan tentang perjalanan sebuah band folk bernama Nadafiksi, yang dikemas dengan genre fiksi dan menyisipkan arti-arti implisit. Berlatar tempat di kebun teh daerah Pangalengan, film berdurasi lebih kurang 30 menit ini menjadi satu tayangan film dokumenter yang sarat arti dengan permainan mood yang menghantarkan para penontonnya mengawang-ngawang dan menerka secara dalam.

Nonton Film di-Gang Vol. 6

Sekitar pukul 22.00 WIB, keseluruhan film sudah selesai ditayangkan. Seperti sebelumnya, sesi diskusi dibuka dan kali ini teman-teman dari Embara Film dan Indie.Art.Project menjadi narasumber untuk ditanyai pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman penonton yang sudah hadir.

Menurut Fira dari Bandung Film Council, acara ini memang acara yang diselenggarakan setiap akhir bulan dan ini adalah ke-enam kalinya Nonton Film di-Gang diselenggarakan. Fira yang juga pemilik dari Kedai CAS mengakui bahwa kali ini format acara dikemas berbeda, karena menyajikan sisipan grup musik. Biasanya, sesi diskusi diadakan di akhir acara, tetapi karena kali ini pengisi acara lebih padat, maka susunan acara pun ditata agar acara ini tidak terlalu malam. Akhirnya, acara ini ditutup dengan pertunjukkan dari Jon Kastella, yang juga berduet bersama Yudha dari Nadafiksi. Mereka mengakhiri acara ini dengan memberi kesan berbeda di penyelenggaraan acara Nonton Film di-Gang.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner