Mengobrak-Abrik Puisi Karya Sutardji Calzoum Bachri

Mengobrak-Abrik Puisi Karya Sutardji Calzoum Bachri

DJ Rencong menggubah puisi tahun '70an dalam balutan musik hip-hop yang kemudian menjadi soundtrack sebuah film dokumenter.

Pada tahun 1976, seorang sastrawan Indonesia bernama Sutardji Calzoum Bachri membuat beberapa karya puisi. Karya tersebut nyatanya menginspirasi musisi tanah air, sampai pada tahun 2013 karya puisi tersebut digubah dalam eksperimen musik hip-hop oleh seorang musisi asal Aceh bernama DJ Rencong. Selain itu, puisi ini pun dibuat menjadi sebuah film berkonsep dokumenter oleh Ari Rusyadi, dengan menggunakan judul "AMUK" yang juga dirilis pertama kali di tahun yang sama.

DJ Rencong sendiri merupakan seorang musisi sekaligus beatmaker yang sampai saat ini merupakan satu-satunya Disk Jockey dari Aceh dan cukup populer di ranah hip-hop underground tanah air. Peran dari pria yang bernama asli Muhammad Zaki ini nyatanya cukup penting dalam film "AMUK", terutama pada alunan beat ala boom bap yang diselingi oleh permainan scratch. Rima vokalnya disuarakan dengan lantang oleh MC Eloops, dengan lirik yang dilandaskan pada puisi Sutardji tadi. Menariknya lagi, DJ Rencong juga menggabungkan beberapa musik Indonesia dan dimasukkan ke dalam beat hip-hop. Karya dari DJ Rencong ini dikhususkan sebagai soundtrack utama yang dikemas dengan lebih eksperimental dalam film dokumenter "AMUK".

Mengenai filmnya dokumenter tersebut, "AMUK" telah diputarkan beberapa kali di beberapa festival film luar negeri. Tentu, hal ini menjadi prestasi bagi para pelaku yang terlibat di dalamnya. Memang, telah banyak penggarapan karya musik seperti yang dilakukan oleh punggawa proyek Danger Dope itu, tapi kebanyakan hal tersebut dilakukan oleh para musisi folk, bukan hip-hop. Hal ini lah yang membuat saya tertarik untuk menelaah karya DJ Rencong dan film "AMUK".

Di hari Minggu, 24 September 2017 lalu, "AMUK" kembali diputarkan di Keep Keep Musik, Jalan Kiputih Satu, Bandung. Selain adanya pemutaran film, helatan tersebut juga menghadirkan beberapa penampilan dari para pelaku hip-hop lokal seperti MC Eloops, Evilcutz feat Krowbar & Catapult. Acara ini pun sekaligus menjadi sarana pengumpulan donasi buku dari beberapa pihak yang menghadiri dan nantinya akan diserahkan ke Perpustakaan Jalanan Rancaekek dan Sakola Cikapundung. Kembali, karena ketertarikan, saya menyempatkan diri untuk datang dan berkesempatan untuk mewawancarai DJ Rencong. 

Bercerita tentang apa film "AMUK" ini?
Film itu konsep sebenarnya memakai arsip puisinya Bapak Sutardji Calzoum Bachri. Terus, gue gabung sama musik dan beat, karena gue seorang beatmake. Jadi, konsepnya itu kami memang bikin musikalisasi puisi. Karena, kita tahu kalau puisi itu biasanya lebih ke orang-orang tua, sedangkan kalau hip-hop atau beat lebih ke anak-anak muda dan kami coba menggabungkan itu. Maksudnya, orang tua punya sesuatu yang baru, dan anak muda melihat musikalisasi yang baru juga. Jadi match gitu lah.

Apa sih trigger yang sampai membuat loe mengambil puisi Bapak Sutardji?
Sebenarnya, ini adalah program "Hibah KARYA!". Jadi, Jaringan Arsip Budaya Nusantara (JABN) bikin kayak kompetisi gitu untuk seluruh Indonesia, untuk mengkurasi karya Bapak Sutardji ini sendiri. Nah, kebetulan gue sama teman-teman bikin kayak tadi yang gue ceritain, dan ternyata cuma kami yang terpilih. Jadi, kami mewakili seluruh Indonesia sebenarnya lewat karya film "AMUK" itu.

"...kami mewakili seluruh Indonesia sebenarnya lewat karya film "AMUK" itu.

Apa itu "Hibah KARYA!" dan bagaimana penyelenggaraan acaranya?
Nah
, itu adalah kompetisi di tahun 2012 yang mana setiap peserta termasuk kami dikasih bahan sama Badan Arsip Nasional. Kebetulan kami dapat puisinya Bapak Sutardji, terus kita bikin dummy-nya bagaimana. Lebih kurang seperti itu.

Siapa aja sih sosok di balik layar yang garap film "AMUK" selain loe dan MC Eloops?
Kalau untuk director-nya ada Ari Rusyadi, cuman kebetulan dia di pemutaran hari ini nggak bisa datang. Terus juga dibantu sama Shirley, sama The Gank dan banyak sih sebenarnya. Film ini bisa jadi itu kan karena ada proses syuting di Aceh, jadi ya udah kami jalan aja.

Prosesnya bikinnya berapa lama?
Itu sekitar sebulan pas. Gue coba gimana caranya dari segi musik bisa untuk nyambung, dan gue coba bikin ilustrasi beat hip-hop.

Ada hal sulit nggak pas proses penggarapan waktu itu?
Kalau ngomong hal sulit pasti ada, tapi kami coba cari solusi dan melakukan yang terbaik lah. Kalau untuk pengarsipannya, kita lumayan dibantu oleh Badan Arsip Nasional. Cuma, (kesulitannya ada di pembuatan) konsep agar bisa nyatu antara puisi dan hip-hop. Ya... Bisa dibilang sebuah karya yang lama, dirakit ulang gitu. Itu doang sih yang agak susahnya pas proses dulu.

Ini sempat dirilis dalam format fisik?
Iya. Dulu, kami sempat rilis versi kaset, ada sekitar 12 lagu kami masukin, jadi, totalnya ada 12 puisi berarti. Di versi kaset itu gue memang bikin khusus untuk "AMUK".

Elemen musik hip-hop seperti apa dalam kaset itu?
Kurang lebih sama sih, tapi ada variasi tentunya. Tergantung puisinya, misalkan puisinya agak kencang, musiknya juga kencang. Kalau puisinya lamban, musiknya pun kayak gitu.

Setelah menang dan film ini ditayangkan, respon apa yang kalian dapatkan dari pihak yang menonton film itu?
Alhamdulillah
, semua senang dan kami semua yang bikin juga puas. Film ini udah diputar di beberapa tempat dan di beberapa negara juga, karena film ini nggak dijual umum kan, cuma sering diputar di festival film. Kayak waktu itu, launching-nya di Goethe Institut, Jerman di Jakarta.

Memangnya, udah dimana aja film "AMUK" ini diputar?
Gue
lupa sih udah dimana aja. Kebetulan, waktu itu setelah launching tahun 2013, gue nikah dan balik ke Aceh. Terus, anak-anak yang lanjutin. Ada yang di Swedia, Gili Trawangan juga, dan tempat-tempat lain.

Di film "AMUK", gue lihat ada seorang bapak lagi pakai earphone. Itu siapa?
Itu Bapak Sutardjinya...

Gimana menurut beliau film "AMUK" ini?
Positif. Maksudnya, dia itu nggak tahu hip-hopnggak tahu beats. Yang kami tahu, dia pure sastra, dia kan salah satu Bapak Sastra Indonesia. Tapi, ketika gue coba kasih lihat apa yang udah gue bikin dari karya puisinya, respon dia positif. Kalau misalkan respon dia negatif, pasti film itu nggak akan jadi, karena tetap semua apa yang kami bikin tergantung sama persetujuan dia. Biarpun itu proses "Hibah KARYA!", tapi kalau dia bilang nggak, ya udah nggak. Tapi, syukurnya pas kita preview, dia akhirnya senang. Sesuatu yang baru nih, sehingga waktu proses penggarapan filmnya, dia juga ada.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner