Interview: Ternyata, Outermost adalah Melodisasi tentang Kematian dan Keputusasaan

Interview: Ternyata, Outermost adalah Melodisasi tentang Kematian dan Keputusasaan

Eksplorasi kalian kemana aja sampai bisa ke fase ini? Karena, ini kan baru materi EP, belum lagi album penuh pertama nanti?
Ya, itu juga udah kita pikirin untuk di full album. Sekarang mulai kami garap materinya, baik dari riffing dan segala macamnya, Kami juga merasa ada penambahan dari isu. Kami menambah kompleksitas di riffing-nya, kami nambahin beat tempo dan kawan-kawan dari hal yang lebih teknis. Kita pingin di rilisan selanjutnya, kami garap nggak terlalu lama lagi, dan itu ingin lebih kompleks, tidak terdengar sama, tapi masih satu haluan rasa. Itu rencana kami untuk album penuh yang akan kami keluarkan nanti.

Itu untuk album. Kalau fase dari Lizzienya?
Kalau untuk itu, saya juga bingung, soalnya semua personil punya treatment sendiri-sendiri. Econ dan Ican punya gaya main dan saya ngulik juga. Ican dengar apa dan Econ dengar apa. Semua punya taste dan eksplorasi yang berbeda. Saya sendiri sekarang rigging, dari Queens of Stone Age album yang baru (Villains), terus High On Fire. Sampai chill beat sekecil apapun saya dengar. Semuanya saya ambil, dan ada sweet spot dari beberapa lagu referensi saya itu, kayak "wah, ini keren banget!". Macam lagu Kyuss, bass line-nya banyak sweet spot. Econ sendiri dengerin musik Guruh Soekarno Putra, dia juga aktif di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) dan bareng beberapa temannya ada di ruang semacam movement. Kalau Ican itu lebih smooth. Dia dengarnya memang musik yang smooth, jadinya touch dari Ican juga begitu. Sedangkan saya ada rage. Semuanya punya kesinambungan sampai akhirnya jadi materi baru.

Berarti lebih banyak dari band gitu ya, nggak kayak performance art atau lainnya?
Iya, lebih banyak ke band. Untuk bagian performance art itu nggak kami masukin ke musik, tapi hasrat itu kami lampiaskan ke dalam isu. Kayak kemarin sempat ada demo LBH, dan yang melawan itu saya anggap sebagai performance art-nya. Itu jadi hal yang saya undur. Rigging-nya nggak di satu scene yang sama, tapi sampai ke politik, kriminal, dan itu masih kami angkat juga buat materi selanjutnya.

Bagi Izma sendiri, seberapa yakin musik seperti Lizzie ini akan bertahan di Indonesia?
Saya sendiri percaya pendengar di Indonesia itu masih lebih memilih konten. Mereka nggak memandang fisik dan lain sebagainya. Kalau dia punya konten yang bagus, itu bakal maju, seenggaknya bakalan terdengar terus. Musik kami terbilang menampilkan warna yang beragam, ada yang riffing juga, ada yang heavy dan memang stoner, juga ada yang sludge, tapi heavy-nya kami masih jarang ada di beberapa band. Jadi, bisalah untuk bertahan.

Untuk format fisik terutama CD, kok nggak ada liriknya? Terus tolong jelasin dong mengapa pakai artwork foto untuk musik rock sekeras Lizzie ini ?
Sebenarnya sengaja saya nggak masukin lirik dan cuma ada foto. Tujuannya, agar si pendengar menerka dulu apa yang mereka dengar, karena istilahnya konten kami tertuju dengan membicarakan hal ini dan itu. Jika hal seperti ini kami eksplisitkan dengan lirik, jatuhnya malah si pendengar dididik untuk seperti apa, dan kami nggak mau ngasih hal seperti itu. Mereka harus menerka dulu, kalau sudah beres, kami bakal direct lirik itu ke website-nya Lizzie nanti. Mereka nanti bisa baca di sana.
Untuk artwork, yang mengerjakannya itu Nara Pratama. Dia itu sosok fotografer yang luar biasa. Kenapa kami ambil itu, kami lihat sebagai representasi dari apa yang ada di dalam Outermost itu sendiri. Ada similiaritas wajah, itu merupakan subjek mereka sebagai orang yang ada di dalam sana. Warnanya pun rasanya sedikit kayak cover album-nya Suede. Gloomy, tapi tetap ada kontras, dan saya suka permainan warnanya. Moodnya nggak diset happy atau sad. Itu tergantung implementasi orang yang lihat seperti apa. Di dalam itu pun ruangnya cukup banyak sekali, ada marah dan lain sebagainya.

Terakhir, ada pesan apa dari Izma selaku personil Lizzie terkait EP Outermost?
Yang pertama, pasti kami berdoa ini bisa diterima. Nggak hanya diterima sebagai karya yang selewat, tapi diterima sebagai yang menginspirasi dan punya vibe positif di para pendengarnya. Senggaknya saat mereka tahu lagu, mereka mendengar dan mereka moshing saat live. Soalnya, berkat moshing itu mereka bisa menghancurkan benteng malu saat kami manggung. Sekarang kami sudah mulai besar benteng malunya (tertawa). Semoga apa yang kami keluarkan jadi hal yang baik buat kami juga, baik secara materil atau apapun sebenarnya. Ketika apa yang kami hasilkan dapat diterima oleh orang di luaran sana, dan itu berarti banyak untuk saya pribadi.
Kami berniat di tahun depan bisa mengeluarkan lagi album, khususnya album penuh pertama, dan yang membuat kail untuk para listener buat dengar album pertama kami nanti di materi selanjutnya, kami bakal mainin riffing yang nggak bakal ketebak. Jauh banget dari yang sekarang ini. Disebut kompleks sih nggak, cuma musiknya lebih nakal.

Sumber Foto: Official Facebook Fanpage Lizzie

BACA JUGA - EP Review: Kumpulan Materi Beringas dalam Outermost

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner