Hanyaterra: “Fungsi Seni Bagi Sosial Adalah untuk Membangun Karakter Masyarakat”

Hanyaterra: “Fungsi Seni Bagi Sosial Adalah untuk Membangun Karakter Masyarakat”

Band Folk Hanyaterra merupakan band yang cukup aktif menjadikan musik sebagai medium perubahan sosial di Jatiwangi melalui musik yang inovatif

 

Band folk Hanyaterra merupakan salah satu band yang mumpuni dalam mengeksplorasi kekayaan budaya lokal secara inovatif. Langkah yang mereka tempuh dengan menjadikan musik sebagai “alat” untuk bereksperimen melalui pembuatan swadaya alat musik menggunakan bahan keramik dan tanah liat yang tumbuh subur di Jatiwangi – tempat para personil Hanyaterra tumbuh. Inovasi yang mereka ciptakan melalui musik berupaya untuk memecahkan persoalan sosial yang ada di sekitar mereka menggunakan medium musik  Band yang digawangi oleh Tedi Nurmanto (gitar, okarina, dan vokal), Andzar Agung Fauzan (bass), dan Ahmad Thian Vultan (perkusi) mengambil nama Hanyaterra dari gabungan bahasa Indonesia dan Yunani – Terra memiliki arti “tanah” sehingga diartikan “Hanya Tanah”. Pada tahun 2015 mereka merilis mini album Janji Tanah Berani yang bercerita banyak tentang budaya tanah di Jatiwangi. Hanyaterra merupakan salah satu grup musik yang membuktikan kekayaan lokal dapat menjadi ide segar untuk bereksplorasi sedemikian jauh.  

 

Boleh diceritakan terlebih dahulu ide awal pengembangan musik genteng ini?

Kehidupan bermusik secara secara otodidak lahir di tengah daerah industri, di mana kami tinggal dan bekerja yaitu Jatiwangi. Jatiwangi adalah wilayah rural yang sangat homogen di mana masyarakatnya setiap hari bekerja sebagai buruh genteng atau tanah yang biasa dipakai untuk atap rumah sejak tahun 1905. Bahkan Jatiwangi menjadi daerah penghasil genteng terbesar se-Asia Tenggara. Dari penghidupan masyarakat yang sangat bergantung pada tanah baik secara agraris maupun industrialis, kami terdorong untuk mencari kemungkinan lain agar masyarakat dapat mengolah tanah lebih arif dan kreatif. Tanah yang terus menerus tereksploitasi suatu saat akan menemui masa kritisnya. Selain untuk menahan eksploitasi tanah secara kreatif, mungkin juga dapat menciptakan difersifikasi mata pencaharian dengan bermusik dan menciptakan alat musik dari tanah.

 

Bisa diceritakan fenomena seperti apa yang sekarang terjadi di Jatiwangi dan apakah kemudian musik Hanyaterra merekam fenomena itu semua? 

Saat ini Jatiwangi adalah kawasan yang berkembang, dimulai dari adanya jalan tol, mall, dan bandara internasional, sehingga kawasan ini sangat memicu roda bisnis yang sangat cepat melalui pembangunan pabrik-pabrik. Banyak sekali pabrik genteng yang menyerah dan beralih fungsi menjadi pabrik garment, mall, dan bangunan modern lainnya. Dengan adanya ini, menyebabkan daerah Jatiwangi dan keadaan masyarakatnya berubah  mulai dari ekonomi, sosial dan budaya.

Keberadaan Hanyaterra tak bisa dilepaskan dari keberadaan masyarakat Jatiwangi dan terutama ruang alternatif Jatiwangi Art Factory (JAF), apakah menurut kalian seni (terutama musik) dapat menjadi medium perubahan sosial?

Salah satu fungsi seni bagi sosial adalah untuk membangun karakter masyarakat Jatiwangi salah satu upayanya adalah melalui musik keramik yang menggunakan tanah yang sangat akrab dengan kehidupan keseharian warga di Jatiwangi. Kemudian kami membuat festival musik keramik, Festival Musik Keramik yang digelar 3 tahun sekali, yang mungkin merupakan menjadi niatan dan cita-cita Jatiwangi untuk menyelamatkan masa depan tanah. Dengan pembacaan Ikrar Warga Jatiwangi dan Mars Jatiwangi yang diucapkan bersama-sama, maka identitas khas dan karakter itu tergambar jelas. Juga strategi untuk mencapai cita-cita Jatiwangi yang mandiri secara ekonomi dan berdaulat atas tanah. Untuk mencapainya, kami memulai dengan berbagi pengetahuan soal tanah kepada anak-anak. Dengan harapan, ketika anak-anak ini dewasa mereka telah menyadari bahwa tanah Jatiwangi adalah bagian hidup mereka.

 

Salah satu untuk memperkenalkan dan menyebarkan pengetahuan mengenai budaya di Jatiwangi melalui EP Janji Tanah Berani. Boleh diceritakan juga proses kreatif pembuatan EP Janji Tanah Berani? Berapa lama proses pembuatannya?

Pembuatan EP Janji Tanah Berani sekitar 1 tahun, 2014 hingga 2015, prosesnya tidak terlepas dari seluruh warga Jatiwangi atau pun dari kepala desa dan pak camat kami, karena kami sering meminjam kaca mata mereka atas apa yang mereka lihat dalam keseharian masyarakat di Jatiwangi. dan ada satu lagu hidden sound kami membuat peristiwa hoax di Jatiwangi, bahwa di temukan artefak berupa alat musik kemarik dari ratusan tahun yang lalu, ini sebagai cara kita untuk menumbuhkan kepercayaan diri pada tanah bagi masyarakat Jatiwangi.

 

Siapakah musisi/band yang menjadi pengaruh kalian?

musisi yang menjadi pengaruh buat kami ialah Mukti-Mukti dan Jeff Buckley

 

Instrumen musik apa saja yang kemudian diolah dari genteng?

Sebagai pengewantahannya, kami membuat berbagai alat musik berbahan tanah liat mulai alat musik petik, alat tiup, alat gesek, alat pukul, hingga gamelan tanah.

 

Kalau dari musik yang saya dengarkan, ada ciri khas pada suara gitar yang lebih clean dan minim distorsi, mungkin ada sedikit pop dan ada juga beberapa nuansa etnik. Kalian mendefinisikan musik kalian sendiri seperti apa?

Kami mendefinisikannya sebagai musik keramik, hehehe

 

Apakah dengan adanya instrumen musik genteng berpengaruh juga dengan pembuatan musiknya sehingga kalian harus menyelaraskan dengan komposisi genteng tersebut yang mungkin berbeda dibandingkan instrumen musik biasa?

Ya, tentu saja, karena media tanah mempunyai karakter suara yang berbeda dengan media lainya, tapi tidak terlalu dipusingkan oleh ini, walaupun sering terjadi tarik menarik antara kami mengikuti tanah dan tanah mengikuti keinginan kami.

 

Boleh diceritakan maksud dari lirik-lirik dari “Hulu Hilir”, “Hanya Tanah”, “Hari Berjari”, dan ‘Haleuang Taneuh”? Apa pesan yang ingin kalian sampaikan dalam musik kalian?

Janji Tanah Berani merangkul pengalaman dan harapan para pemuda Jatiwangi, dibuka dengan narasi sejarah alternatif Jatiwangi dan musik keramik. “Hulu Hilir” menuntun kita untuk menjalani hidup dengan berani di lingkungan yang sudah makin tidak nyaman. “Hanya Tanah” mempertegas tanah bukan soal kepemilikan tetapi kebersamaan. “Hari Berjari” adalah harapan warga Jatiwangi untuk bisa terus berdaya di tengah deru laju pembangunan. “Haleuang Taneuh” menuntun lamunan atas tanah yang kita pijak, tanah yang menghidupi kita. Janji Tanah Berani ditutup oleh alunan musik keramik, mengukuhkan janji untuk berani berkarya di atas tanah ini.

 

Kalian juga beberapa kali tur ke luar negeri? Sudah kemana saja? Bagaimana proses terbangunnya jaringan tur ke luar negeri tersebut?

yup, kami pernah beberapa melakukan tur belakangan ini diantaranya : Polandia, Denmark, dan yang terakhir salah satu anggota kami melakukan residensi musik di Swiss dan Amerika. Ini tidak terlepas dari jejaring dari komunitas Jatiwangi Art Factory.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner