Dialog Dini Hari: “Kami Sering Mengemas Karya Puisi Menjadi Karya Musik”

Dialog Dini Hari: “Kami Sering Mengemas Karya Puisi Menjadi Karya Musik”

Musik folk telah membawa nama Dialog Dini Hari menelurkan empat album penuh sejak awal karirnya di tahun 2008 silam. Sebut saja Berada Taman Hati (2009), S/t EP (2010), Lengkung Langit EP (2012), dan terakhir Tentang Rumahku (2014). Tak hanya bermodalkan album semata, Dialog Dini Hari beberapa waktu juga sempat membentuk sebuah kolaborasi bersama Endah & Resha dengan nama DDHEAR yang juga sempat menelurkan mini album bertajuk Parahita. Musik sendu akan kesederhanaan menjadi tolak ukur penting dalam musikalitas Dialog Dini hari sebagai trio folk blues ini. Dalam beberapa karya musiknya, Dialog Dini Hari telah banyak mengemas beberapa karya puisi salah satunya Wiiji Thukul yang diberi judul “Ucapkan Kata-Katamu”. Selain disebarluaskan secara gratis, lagu tersebut juga merupakan salah satu bentuk apresiasi dari Dialog Dini Hari terhadap karya milik Wiji Thukul.

                        

Nama band kalian sudah sangat dikenal oleh penikmat musik lokal. Lantas seperti apa proses kreatif yang kalian lakukan dalam bermusik?

Sebenarnya semua materi yang kami buat itu sangat berkesan bagi kami. Mungkin yang paling fresh bisa dibilang lagu yang ada di album Tentang Rumahku ya, karena sulit juga memainkan lagu dalam album tersebut. Jadi pada dasarnya album Tentang Rumahku ini merangkum tentang kediaman sebenarnya, dan bisa dikatakan gampang banget cuma bagaimana pengemasannya menjadi sebuah nyanyian dari kata yang melodius dan itu yang menjadi PR banget bagi kami. Dalam album ini, kami memainkan tiga instrument yang kerap digunakan saja oleh kami. Jadi tugas kami adalah bagaimana membuat vibe tentang kesederhanaan rumah, lewat musik yang kami mainkan hingga sampai di kuping pendengar.

 

Kalian kan memainkan musik beraliran folk. Jika dari segi pandang kalian genre folk itu seperti apa sih ?

Ya kami besar dengan musik folk sebenarnya. Jadi kalau membahas tentang sejarah musik secara internasional, folk itu meledak kembali di internasional pada era 60’an seperti Bob Dylan dan lainnya. Nah, di Indonesia ini kan juga banyak sebenarnya kalau jaman dulu itu ada namanya Gordon Tobing, terus berlanjut ke Ebiet G. Ade, Iwan Fals, hingga era sekarang ada Dialog Dini Hari (kami), Payung Teduh dan lain sebagainya.

 

Dialog Dini Hari telah menelurkan 4 album sejak awal kemunculannya hingga saat ini. Lalu pesan apa saja yang ada di album tersebut ?

Kalau ngomongin pesan, tiap album beda-beda ya. Misalkan aja kayak yang terakhir kita rilis itu album Tentang Rumahku itu, pesannya tentang bersyukur aja tentang hal sederhana yang orang sering lupa. Seperti rumah, beberapa orang anggapnya itu sepele dan kita juga baru tahu bahwa rumah ini menjadi pegangan dan pondasi. Nah hal sederhana seperti ini, terkadang sering dilupain sama orang-orang dan kita cuma mencoba mengemas ulang kembali. Sebenarnya tema yang kita angkat di album Tentang Rumahku ini sudah sering diangkat oleh musisi lain, tapi karena kita nyaman yaudah kita mainin aja.

 

Jika memutar beberapa waktu kebelakang, kalian berkolaborasi dengan nama DDHEAR. Bagaimana ceritanya bisa terbentuk kolaborasi itu ?

Itu sebenarnya kolaborasi kita sama Endah & Resha ya, namanya DDHEAR. Sebenarnya awal terbentuknya itu hanya sebuah wacana aja, dan sebelum terbentuk proyek itu Dialog Dini Hari sempat manggung di salah satu Festival besar di Bali bareng bersama mereka. Ketika itu, salah satu penyelenggara acara request pada kita untuk bisa berkolaborasi satu lagu bersama Endah & Resha. Sebelum kita berkolaborasi kita janjian dulu sama Endah & Resha, terus setelah acara ternyata dokumentasinya kurang memuaskan menurut fotografer kami. Sebenarnya yang mencetus ingin diadakan kolaborasi ini lagi itu fotografer kami, karena itu tadi dokumentasinya menurut dia kurang bagus. Terus udah aja terbentuk lagi kolaborasi itu.

 

 

Pada proyek musik kalian dengan DDHEAR sempat merilis mini album Parahita. Konsep musiknya seperti apa sih dalam mini album itu ?

Dalam mini album itu ada empat lagu, yang dua lagu didalamnya itu hasil kolaborasi dan sisanya saling crossover masing-masing. Ya awalnya cuma bikin satu lagu aja, terus akhirnya ya udah aja bikin mini album namanya Parahita.

 

Selain kolaborasi kalian juga sempat membuat sebuah musikalisasi karya puisi Wiji Thukul. Apa alasan kalian membuat musikalisasi dari karya beliau tersebut ?

Kalau masalah musikalisasi kami sudah sering melakukannya dalam proyek musik Dialog Dini Hari tapi lebih ke live. Dalam lagu karya puisi Wiji Thukul ini judulnya “Ucapkan Kata-Katamu”. Sebenarnya niat kami membuat musikalisasi dari karya puisi milik Wiji Thukul itu sederhana, jaman dulu Wiji Thukul tidak tertanam di era millenia ini jadi banyak yang tidak paham dan tahu sosok beliau. Jadi dalam lagu ini, niat kami adalah menyebarkan bahwa ada seorang aktivis, penyair, dan sastrawan yang “berbahaya” pernah hidup di Indonesia. Intinya niat kami hanya ingin memberi info aja pada pendengar itu pun kami bagikan secara gratis, serta sekaligus kami mengapresiasi dari karya puisinya milik Wiji Thukul. 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner