DCDC Substereo : Alunan Folk Bernada Mistis Dari Rubah Di Selatan

DCDC Substereo : Alunan Folk Bernada Mistis Dari Rubah Di Selatan

Sangat jarang ditemukan band Folk saat ini, bermain musik seperti Rubah Di Selatan.

Acara Substereo yang merupakan salah satu program radio dari DCDC, kembali hadir. Acara yang kerap dilaksanakan di radio OZ 103.1 Fm itu, di episode kali ini, tampaknya berbeda karena mereka mendatangkan grup Folk dari kota yang khas dengan panganan tradisional Gudeg bernama Rubah Di Selatan. Tak lepas dari kedatangan Rubah Di Selatan waktu itu di Bandung, dua hari sebelumnya mereka tampil dalam acara bertaraf World Music Festival bernama Matasora, dan tak ingin melewatkan momen pihak radio OZ 103.1 FM Bandung pun sengaja mendatangkan mereka sebagai band Shout Out! yang memeriahkan acara DCDC Substereo pada tanggal 24 Juli 2017 kemarin.

Tepat dihari performanya mengisi tajuk DCDC Substereo, empat personil Rubah Di Selatan yang salah satunya beranggotakan vokalis wanita itu, membawa beberapa rekan mereka lainnya – yang tinggal di Kota Bandung – termasuk Ridwan salah satu personil Folk bernama Ka Awang-Awang. Diawal kedatangan para personil Rubah Di Selatan, yang membuat saya terpukau adalah pakaian yang dikenakana oleh salah satu personilnya, hampir serupa dengan pakaian adat milik suku Dayak daerah Kalimantan. Sebelum acara dimulai kedatangan rombongan dari Rubah Di Selatan bersama rekannya itu diawali oleh bincang-bincang hangat di ruang tunggu radio OZ 103.1 FM Bandung, lambat laun selama perbincangan berlangsung, waktu pun telah menunjukan bahwa acara harus segera dimulai, kurang lebih 10:25 WIB. Begitu acara dimulai, empat personil Rubah Di Selatan pun langsung bergabung di ruang siaran untuk berbincang bersama Ekky Dharmawan dan Denny Hsu, yang menarik dalam perbincangan itu adalah kedatangan Andre (Jeruji) dengan banyolan sundanya semakin menghangatkan acara DCDC Substereo kala itu. Di awal perbincangan, penyiar radio OZ 103.1 FM Bandung menanyakan perihal awal terbentuknya grup asal Yogyakarta itu, dan pertanyaan tersebut pun di ungkapkan oleh perwakilan dari personil Rubah Di Selatan bahwa di awali dari ruang lingkup pertemanan di kampus sampai akhirnya beberapa personil lain masuk dan menghasilkan Rubah Di Selatan. Usai perbincangan itu yang berlangsung cukup hangat, terutama keberadaan Andre (Jeruji), Rubah Di Selatan di persilahkan untuk menampilkan performanya di ruangan studio dengan membawakan satu lagu pertama berjudul “Selaba”.

Perkiaraan saya ketika Rubah Di Selatan hendak melakukan performanya, bernaggapan biasa saja dan pasti sama dengan band-band Folk lokal lainnya. Di awal performanya, saya masih memegang teguh pernyataan saya itu, sampai pada akhirnya menuju tengah lagu, tiba-tiba bulu kuduk terasa berdiri dan seakan ada hawa misitis yang jarang ditemukan pada band-band lainnya, apalagi Folk. Jika di ingat-ingat, Yogyakarta memang kerap menghadirkan beberapa grup musik seperti ini, seperti diantaranya yang telah bubar Dark Folk dari Rabu, lalu eksperimentalnya Zoo, dan solois bernada musik ala Balerina Frau, hingga mistisnya Rubah Di Selatan yang kental dengan unsur tradisionalnya. Selain itu, yang menjadi keunikan dalam penampilan mereka saat itu adalah, instrument yang mereka gunakan saat itu adalah synthesizer. Bukan Synth yang digunakan oleh Radiohead, tapi lebih ke Keyboard Synth mungkin, dan berpadu dengan suara yang dihasilkan dari instrument tradisional. Hal ini lah yang membuat musik mereka seakan terdengar mistis, di beberapa tempo musiknya pun bervariasi, dari lambat menuju sedang dan berujung dengan agresif. Yang lebih mengagetkan saya waktu itu adalah nuansa mistis yang mereka hasilkan kala itu, mampu bersanding dengan alunan dari vokalis wanitanya dan membuat musik mereka memiliki ciri khas tersendiri, walau terbilang sebagai band baru sekalipun.

Memasuki segmen kedua, perbincangan pun kembali dilakukan di ruangan siaran. Di segmen keduanya pun, Andre (Jeruji) sepertinya masih betah menemani penyiar radio OZ 103.1 FM Bandung kala itu, dan ia pun tak henti-hentinya mengocok perut para personil Rubah Di Selatan lewat banyolannya. Perbincangan di segmen kedua (jika tak salah) membahas mengenai penampilan Rubah Di Selatan saat mengisi acara di Matasora kemarin, dan tentunya kehadiran mereka pertama kali di Bandung. Dan Rubah Di Selatan pun mengungkapkan perasaan positif saat mereka tampil di Matasora dan Bandung untuk pertama kali di hadapan penyiar radio OZ 103.1 FM Bandung. Tak lama setelah itu, Rubah Di Selatan kembali di persilahkan untuk tampil di ruangan studio musik dengan membawakan dua lagu berjudul “Water” dan “Lil Fox”.

Tak jauh berbeda dibandingkan dengan performa mereka di segmen awal, Rubah Di Selatan masih mengeluarkan hawa mistis di permainan musiknya. Dan bulu kuduk pun kembali beridir saat penampilan kedua mereka ini, terlebih saat instrument tradisional berbentuk layaknya terompet panjang berukiran ornament itu di mainkan. Seperti yang saya katakan, jarang memang menemukan performa band seperti ini, karena biasanya instrument tradisional ini digunakan untuk kebutuhan pengiring perform art atau eksplorasi di sound art dalam seni rupa, namun Rubah Di Selatan menggunakan instrument tersebut dimasukan kedalam musiknya. Yang menjadi pertanyaan bagaimana mereka bisa mendapatkan ide untuk membuat musik Folk bernada mistis seperti ini ?, ternyata setelah ditelisik pemain gitar dan instrument tradisional Rubah Di Selatan memang berasal dari pemuda yang kerap berkegiatan di Seni Rupa baik Perform art dan lainnya. Jadi tak salah jika mereka dapat membuat musik seperti ini.

 

Tanpa terasa, sampailah pada segmen ketiga sekaligus menandakan acara DCDC Substereo akan segera berakhir. Di segmen ini, personil Rubah Di Selatan kembali di persilahkan untuk kembali berbincang dengan penyiar, pembahasan disegmen terakhir ini terkait karya musik yang telah di hasilkan oleh Rubah Di Selatan. Rubah Di Selatan pun mengungkapkan bahwa mereka belum merilis EP atau pun album, hanya beberapa single saja. Tapia da yang menarik dari single yang telah mereka telurkan itu terkait pada prosesnya. Seperti “Merapi Tak Pernah Ingkar Janji” yang melakukan riset etnografi di Gunung Merapi Yogyakarta, dan “Mata Air Mata” yang dijadikan OST ‘Potret Kanal Yoshiro’. Melihat perkembangan ini saja, dapat dipastikan Rubah Di Selatan akan mendapat banyak apresiasi jika mereka telah merilis EP atau Album nanti. Di ujung perbincangannya, Ekky Dharmawan, Denny Hsu, bersama penyiar tamu Andre (Jeruji) undur diri dan menutup acara DCDC Substereo, penutupan itu pun di akhiri oleh performa terakhir dari Rubah Di Selatan dengan membawa lagu “Merapi Tak Pernah Ingkar Janji” dan “Leaving Anthera” (hidden track). Dengan demikian acara DCDC Substereo episode Rubah Di Selatan telah berakhir. Sampai berjumpa di acara DCDC Substereo selanjutnya. 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner