BUAS: Sepasang Suami Istri yang “Main-Main” dengan Musik

BUAS: Sepasang Suami Istri yang “Main-Main” dengan Musik

Saya tidak pernah tahu ada band bernama Buas. Nonton mereka pun rasanya tidak pernah. Saya tahu kiprah band ini ketika sang seniman bango Amenkcoy meminta saya untuk menulis liner notes yang sedang kalian baca ini. Saya baru tahu jika band ini dikomandoi oleh sepasang suami istri, Gandhi dan Fieka. Sosok Gandhi sendiri saya kenal sebagai seorang seniman-cum-komikus yang banyak wara-wiri di dunia gambar-menggambar. Namun, tak disangka duo ini ternyata juga pernah merilis sebuah album yang mengutip istilah Amenkcoy sendiri, “cutting edge blevotan”.

Terdiri 6 (enam) lagu yang “belepotan”. Notasi tak tentu arah. Bising yang teu puguh. Teriakan vokal yang meracau. Ketukan seperti tak ada metronome. Derau. Disonan. Atonal. Mungkin inilah representasi local terhadap gerakan musik no-wave semacam DNA yang berkembang di New York pada awal 1980-an. Sebuah gerakan bermusik yang kemudian menjadi cikal bakal musik noise. Tak aneh jika album ini diberi judul We Don’t Need No Music Education. Sebuah pernyataan yang jelas kalau album ini bukan untuk Anda yang bersekolah musik di Yamaha Music School atau Purwacaraka.

Band ini lahir dari  proyek seni merespons karya Amenkcoy, “Hello Project #01” pada 2013. Mungkin sepasang suami istri ini tidak menyajikan musik-musik romantis seperti band pasangan suami istri lainnya semacam Indie Art Wedding atau Endah & Rhesa. Ah, terlalu jauh kalau Anda akan membayangkan seperti itu. Mana romantisnya dari lagu-lagu berjudul mbeling semacam “Dianggap Atheist”, “Nyok Kita Relax”, atau “Ayah Melarang Melukis”. Kini, lewat kaset yang dirilis oleh Sleborz Records ini, Buas tak menawarkan apa-apa. Bahwa musik hanyalah perihal “main-main”. Jangan terlalu anggap serius.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner