Bin Idris : “Menurut Saya Lebih Mudah Bikin Karya Buat Bin Idris Daripada Sigmun”

Bin Idris : “Menurut Saya Lebih Mudah Bikin Karya Buat Bin Idris Daripada Sigmun”

Proyek solo personil Sigmun ini bercerita panjang lebar soal proses kreatifnya.  

Bin Idris yang merupakan proyek solo dari personil band Sigmun cum seniman sound art bernamakan Mohammad Haikal Azizi. Baginya, membentuk Bin Idris adalah wadah untuk eksplorasi dalam berkarya. Pada proyek solonya kali ini, dia memasukan berbagai konsep kreatif. Seperti salah satu lagu berjudul “Dalam Wangi” yang juga menjadi single Bin Idris yang dirilis beberapa waktu lalu. Lagu itu terinspirasi dari sebuah daerah tempat dirinya bernaung dan lagu itu tercipta kala perjalanannya dari tempat bekerja hingga menuju rumah.

Beberapa waktu lalu Bin Idris juga sempat berkolaborasi dengan salah seorang seniman sound art Duto Hardono. Karya kolaborasinya merupakan bentuk eksplorasinya dalam berkarya yang terangkum padat dalam kemasan fisik kaset pita. Lewat proyek Bin Idris ini Haikal bisa lebih gegabah dalam menulis lirik dan membuat lagu dibandingkan dengan Sigmun yang pada satu sisi memiliki empat kepala sehingga bukan tidak mungkin sangat membutuhkan proses panjang dalam menyatukan pendapat. Menjelang perilisan album perdananya, Bin Idris yang diwakili oleh Haikal sendiri, bercerita banyak mengenai perihal proyek solonya tersebut hingga ia mampu memikat selera penikmat musik di tanah air walau tanpa Sigmun.   

Apa yang membuat Haikal akhirnya membentuk proyek solo Bin Idris?
Karena saya merasa masih punya gairah musikal yang belum bisa keluarin mungkin di Sigmun. Jadi apa ya, alternatif lah untuk berkarya saya di bidang musik. Akhirnya gitu karena walaupun di band Sigmun mayoritas lagunya saya yang nulis tapi tetap ada proses diskusinya lah. Nah di Bin Idris ini saya superegois apa-apa dikerjain sendiri gitu sih, dan membuat saya bisa berbuat sesuka hati.

Apa yang membedakan Bin Idris dengan Sigmun di luar musiknya yah?
Kalau disuruh milih nggak bisa juga ya, karena dua-duanya menurut saya ada poin lebihnya masing-masing gitu. Sederhananya itu kalau buat manggung saya pribadi lebih menikmati sebagai Sigmun karena energinya lebih okelah dan bisa lebih banyak unleash di situ. Cuma kalau untuk nulis lagu saya lebih nyaman di Bin Idris karena saya bisa lebih bebas sendirian dan tapi kalau untuk rekaman lebih enak di Sigmun juga karena segala kekurangan teknikal banyak yang bisa bantuin. Kayak kemarin saat ngerjain album kerasa banget itu akhirnya banyak persoalan yang nggak bisa saya pecahin sendiri. Akhirnya bisa dipecahin bareng-bareng, yah, kalau di Bin Idris harus dikerjain sendiri kan kayak gitu aja sih.

Di Bin Idris ini, Haikal memasukan eksplorasi sound art nggak sih?
Sangat terbuka sekali sih untuk itu dan si Bin Idris udah beberapa kali, kayak tahun kemarin ke Jepang pas acara Asian Meeting Festival. Yah karena saya pribadi nggak ingin membatasi bahwa Bin Idris harus gini dan itu. Saya nggak matokin kayak gitu sih dan pastinya bocor-bocor kemana aja akhirnya orang bilang nggak fokus.  Tapi buat saya itu setiap eksplorasi yang saya lakukan entah ke arah experimental, pop, atau apa yah pada akhirnya pasti memperkaya kekaryaan saya juga sih, jadi saya eksplor terus sih. Di Sigmun juga sebenarnya sama. Kalau di Bin Idris kan saya bisa sangat gegabah sekali di situ dan saya bisa ngerekam sesuatu yang mungkin kalo di Sigmun, karena disitu ada empat kepala, jadi belum tentukan semuanya bisa setuju dengan ide saya. Misalkan, mau ngerekam suara tepuk tangan doang gitu, nah kayak gitu di Sigmun nggak bakalan lolos karena udah ada empat kepala tadi itu pemikirannya beda-beda dan butuh proses panjang untuk sampai kesitu.

Sebelumnya sempat ngerasa jenuh nggak sih untuk lanjutin proyek solo karena padatnya jadwal Sigmun?  
Justru sebenarnya lebih sering keluar single Bin Idris daripada Sigmun. Karena si Bin Idris itu kayak yang saya bilang sebelumnya, nggak ada yang jagain saya dan lepas sendiri. Cuma mungkin orang susah nemuin benang merah di musik Bin Idris itu karena ada sok-sok bikin apa lah nah saya lebih menikmati proses itu. Lebih menikmati eksplorasi. Di situ jadi saya nggak pernah merasa proyek ini nggak lanjut sih. Karena otaknya cuma satu dan saya bisa rekaman di kamar jadi menurut saya lebih mudah buat bikin karya sih daripada Sigmun.

Untuk aliran musiknya lebih mengarah ke jenis musik seperti apa Bin Idris?
Mungkin lebih gampang kalau dikaitkan dengan album sekarang gitu ya. Kalau album ini mungkin karena saya masih gitar base dan vokal base mungkin orang lebih bakal mengkategorikannya folk sih. Tapi saya pribadi intensinya cari musik yang pop justru malah atau sesuatu yang mudahlah dibanding Sigmun. Kemaren kan saya udah ngulik kompleksitas dan sekarang pengen lebih sederhana itu aja.

Materi Bin Idris udah sempat ngeluarin apa aja?
Selain rilisan lepas di streaming, sebenarnya Bin Idris sempat merilis kaset dua kali bersama Hasana Records. Cuma memang publik nggak semuanya aware juga sama rilisannya dan bingung juga sih itu mau nyebutnya apa. Mungkin mini album kali yah. Itu rilisan yang sangat nyantai banget serta sangat terbatas cuma sekitar 30 keping kalau nggak salah. Kalau yang pertama itu ada lima lagu, buat saya pribadi sih isinya kayak lagu-lagu sketch gitu. Jadi pemilik si Hasana Records ini Duto Hardono. Dia bilang, “Kirimin aja lagu kamu yang oke”. Terus saya kirimin lagu-lagu pilihan saya dan dia juga langsung mengiyakan, ya udah akhirnya jadi kaset itu. Sedangkan yang kedua, itu split album sama si Duto ini, itu improve sih jadi saya mampir kerumahnya Duto dan dia siapin perekam, “Yah udah kamu main terserah kamu mau kayak gimana” dan emang nggak bisa dibilang full length atau album juga sih karena sifatnya lebih experimental disitu.

Bisa diceritain nggak kenapa memilih judul “Laylat Al Qadr” di salah satu lagu Bin Idris, dan apa yang unik di lagu itu?
Nggak gimana-gimana sih, jadi itu salah satu lagu yang cukup ajaib menurut saya. Jadi prosesnya saya nemuin inspirasi buat nulis lagu itu dan lagu itu harus selesai malam itu. Lagu itu masih jadi salah satu lagu favorit saya di Bin Idris. Karena tadi itu sih, prosesnya bisa mengalir aja langsung selesai dan saya akhirnya memutuskan untuk memberinya judul “Laylat Al Qadr”. Itu nggak gimana-gimana sih dan justru datangnya belakangan. Kalau nggak salah itu bulan Ramadhan deh seinget saya dan ini lagu ajaib banget kata saya. Kira-kira judulnya apa yah dan karena kebetulan lagi bulan Ramadhan yaudah akhirnya dipilihlah judul “Laylat Al Qadr”.

Tapi maksudnya dari judul lagu itu kan sangat erat kaitannya dengan agama Islam, sempat ada omongan nggak sih dari orang lain dengan lagu tersebut?
Saya sih nggak pernah mikirin orang-orang ngomong seperti itu dan menurut saya nggak ada salah juga karena tidak pernah merasa menjadikan representasi buruk terhadap fenomena laylatul qadr sih. Itu adalah interpretasi saya terhadap Laylatul Qadr itu dalam bentuk musik. Sesederhana itu dan sama sekali nggak ada intensi buat sok-sok bikin versi ini, nggak ada kayak gitu sih. Menurut saya itu justru tribute saya sih buat laylatul qadr

Untuk album yang akan dirilis, konsep besarnya tentang apa sih di album tersebut?
Sebenarnya nggak ada garis besar sih, sebelas lagu di album ini semuanya adalah soal saya melihat kedalam diri saya dan saya melihat keluar sih. Pokoknya inti pada sebelas lagu di album itu diambil dari perspektif saya gitu aja sih dan benang merahnya itu aja sih di album pertama ini. Temanya lompat-lompat semua soalnya. Pada album itu cuma beda di-masteringnya aja. Karena gimana yah kan beberapa lagu pada album tersebut sudah keluar duluan, dan saya nggak yakin bisa membuat bisa sampai di titik itu. Jadi apa adanya ajalah gitu.

Proses pembuatan albumnya berapa lama?
Sebenarnya kalau rekaman itu saya mulai di tengah tahun ini, dari bulan Juni kalau nggak salah dan beres di bulan September tahun ini. Cuma materinya banyak yang mengendap dari dulu, jadi ada beberapa lagu yang udah ketemu riff-nya, lirik sama vokalnya belum dapet gitu. Jadi tinggal buka bank lagu saya aja. Ada stok beberapa lagu, saya coba rekam dan coba cari liriknya habis itu dipilah-pilah lagi. Menurut saya proses penciptaan karya musik saya nggak ada yang spesial dibandingkan musisi lainnya. Ya nggak jauh bedalah main gitar iseng dan kalau riff-nya oke direkam terus mengendap dulu kayak yang tadi saya bilang akhirnya diulik lagi hingga selesai. Ya seperti itu mungkin untuk prosesnya. Cuma mungkin yang membedakan dibandingin sama Sigmun kali ya, di sini saya penulisan liriknya buat lebih, kalau di Sigmun kan lebih “berkabut” mungkin ya, orang lebih susah nemuin maknanya. Karena kami memang pengen orang nggak gampang masuk ke dalam. Cuma di Bin Idris saya sebisa mungkin penuturannya nggak se-“berkabut” itulah. Walaupun pada akhirnya orang-orang ngomongin musiknya kompleks dan cuma deskripsi kehidupan saya aja. Perbedaannya mungkin itu sih coba cari penuturan, diksi, yang lebih nggak “berkabut” dari itu.

Siapa aja yang terlibat dalam proses pembuatan album ini?
Sebenarnya secara musikalitas baik dari lirik,musik sampai rekaman saya sendiri yang lakuin. Cuma untuk masteringnya Adit Android sama kayak album Sigmun. Tadinya itu pas awal saya udah ada banyak niatan untuk mengajak beberapa teman gitu untuk kolaborasi, cuma akhirnya dalam prosesnya karena tadi saya rekaman di rumah, akhirnya saya sudah merasa nyaman di situ. Kayaknya kalau ada orang lain yang masuk ini bisa mengganggu ruang proses kreasi saya gitu. Akhirnya saya merasa yah udah saya mau egois aja dulu semuanya dikerjain sendiri.

Lewat Bin Idris ini, target apa yang ingin dicapai oleh Haikal sendiri?
Nggak muluk-muluk sih. Saya pengen jadi wadah buat berkarya yang jelas itu, dan terus eskplorasi yang liar dan gegabah. Sehingga mungkin nanti bisa jadi kekuatan atau tambahan pengetahuan juga buat saya bisa bantuin di Sigmun. Dan bisa bikin Bin Idris expand juga nanti, itu aja sih.

Nah, setelah rilis album ini apa yang akan dilakukan oleh Bin Idris?
Sebenarnya saya pribadi pengen langsung rekaman lagi sih, maksudnya udah ada ide buat proyek berikutnya jadi paling belum tau kalau tur kayak gimana. Karena saya yang ngurusin sendiri jadi rada ribet. Beda sama Sigmun kan udah ada yang ngurus, dan saya ngga mau ribet di situ sih. Jadi ini udah beres, salah satu yang bikin saya akhirnya ngegas album ini buat lekas selesai ya biar saya lanjut ke proyek berikutnya. Gini kedua-duanya serius antar Sigmun dan Bin Idris. Cuma akhirnya karena saya berusaha untuk menjadi manusia yang baik dan karena di Sigmun itu ada kepentingan yang lebih banyak selain saya. Jadi kalau misalkan antara keduanya saling bertabrakan saya lebih memilih Sigmun. 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner